Rektor Universitas Columbia Mundur Akibat Demo Pro-Palestina 

Pimpinan Ivy League ketiga yang mundur

Intinya Sih...

  • Rektor Universitas Columbia, Nemat Shafik, mengundurkan diri setelah kontroversi penanganan demonstrasi pro-Palestina di kampus.
  • Ia dianggap membiarkan antisemitisme dan melanggar kebebasan akademik, yang menyebabkan mosi tidak percaya dari fakultas.
  • Pengunduran dirinya menimbulkan dampak pada universitas lain, di mana tiga dekan juga mengundurkan diri setelah terungkap mengirim pesan mengejek tentang antisemitisme.

Jakarta, IDN Times - Rektor Universitas Columbia, Nemat Shafik, mengumumkan pengunduran dirinya pada Rabu (14/8/2024). Keputusan ini diambil setelah kontroversi berkepanjangan terkait penanganan demonstrasi pro-Palestina di kampus tersebut.

Shafik menjadi pemimpin Universitas Ivy League ketiga yang mengundurkan diri dalam delapan bulan terakhir terkait isu antisemitisme di kampus. Pengunduran dirinya berlaku efektif segera, kurang dari tiga minggu sebelum dimulainya semester musim gugur.

"Periode ini telah memberi dampak besar pada keluarga saya, sebagaimana juga pada orang lain di komunitas ini. Selama musim panas, saya telah merefleksikan dan memutuskan bahwa mundur pada saat ini akan memungkinkan Columbia untuk mengatasi tantangan-tantangan ke depan," tulis Shafik dalam surat pengunduran dirinya. 

1. Fakultas nyatakan mosi tidak percaya terhadap Shafik

Masa jabatan singkat Shafik diwarnai berbagai kontroversi. Ia menghadapi tuduhan membiarkan antisemitisme di kampus yang memuncak saat penampilannya di hadapan Kongres pada April lalu. Meskipun bertujuan untuk bersikap konsiliatif, kesaksiannya justru menuai kritik dari berbagai pihak.

Dilansir New York Times, Shafik dua kali memanggil polisi ke kampus Columbia, termasuk untuk mengosongkan gedung yang diduduki demonstran pro-Palestina. Tindakan ini memicu kemarahan sebagian mahasiswa dan fakultas. Sementara itu, pihak lain, termasuk beberapa donor besar, menganggap langkah tersebut belum cukup untuk melindungi mahasiswa Yahudi.

Puncaknya, pada Mei 2024, Fakultas Seni dan Ilmu Pengetahuan Columbia menyatakan mosi tidak percaya terhadap Shafik. Mereka menuduhnya melanggar persyaratan fundamental kebebasan akademik dan tata kelola bersama. Fakultas juga menyatakan Shafik telah melakukan serangan tanpa preseden terhadap hak-hak mahasiswa ketika memutuskan untuk menangkap para demonstran.

Baca Juga: Bertemu Abbas, Putin: Kami Prihatin dengan Situasi di Palestina

2. Ketua DPR AS: Pengunduran diri Shafik sudah lama ditunggu

Pengunduran diri Shafik menunjukkan dampak besar demonstrasi pro-Palestina di kampus-kampus AS. Gerakan ini menyebar ke berbagai universitas di seluruh negeri, menyebabkan ribuan penangkapan. Situasi ini memaksa para administrator kampus untuk menyeimbangkan isu keamanan, kebebasan berbicara, dan kebebasan akademik.

Ketua DPR AS Mike Johnson, dikutip dari Associated Press, menyatakan bahwa pengunduran diri Shafik sudah lama ditunggu.

"Ini harus menjadi contoh bagi administrator universitas lain bahwa mentolerir atau melindungi antisemit tidak dapat diterima dan akan memiliki konsekuensi" ujar Johnson, dilansir dari Associated Press. 

Namun, kelompok Jewish Voice for Peace memiliki pandangan berbeda.

"Kami tidak akan puas dengan pemecatannya sementara represi universitas terhadap gerakan pro-Palestina terus berlanjut" tulis kelompok tersebut di platform X.

Kontroversi ini juga berdampak pada pejabat universitas lainnya. Tiga dekan mengundurkan diri setelah terungkap mengirim pesan mengejek selama forum kampus tentang antisemitisme. Hal ini menambah kompleksitas situasi yang dihadapi Univeristas Columbia.

3. Demonstran janji kembali lebih kuat dorong tuntutan

Menyusul pengunduran diri Shafik, Dr. Katrina A. Armstrong, CEO Columbia University Irving Medical Center, ditunjuk sebagai rektor sementara.

"Masa-masa menantang menghadirkan baik peluang maupun tanggung jawab bagi kepemimpinan serius untuk muncul dari setiap kelompok dan individu dalam komunitas" ujar Armstrong.

Untuk mengantisipasi kemungkinan protes yang berlanjut, Universitas Columbia mengumumkan sistem kode warna baru. Sistem ini akan memandu komunitas tentang tingkat risiko protes di kampus.

Saat ini, tingkat risiko ditetapkan pada level oranye, yang berarti risiko moderat. Universitas juga membatasi akses kampus hanya untuk pemegang kartu identitas Columbia dan tamu terdaftar mulai 12 Agustus 2024.

Meskipun demikian, para demonstran mahasiswa berjanji akan kembali lebih kuat untuk mendorong tuntutan utama mereka.

"Perkemahan akan menjadi garis dasar baru bagi mahasiswa. Batasnya adalah langit" ujar Mahmoud Khalil, seorang negosiator mahasiswa mewakili Columbia University Apartheid Divest.

Sementara itu, Shafik sendiri akan kembali ke Inggris untuk memimpin tinjauan pendekatan pemerintah terhadap pembangunan internasional.

Baca Juga: Israel Gunakan Warga Palestina sebagai Perisai Manusia di Gaza

Leo Manik Photo Verified Writer Leo Manik

...

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Ernia Karina

Berita Terkini Lainnya