GeNose, Pendeteksi COVID-19 yang Kini Populer di Stasiun Kereta

Bakal merambah 44 stasiun

Jakarta, Indonesia - Lebih murah. Itulah alasan pertama yang dikatakan Arif Firmansyah, seorang penumpang kereta api jarak jauh, memilih pemeriksaan COVID-19 menggunakan GeNose C19.

Di masa pandemik virus corona ini, pemerintah memang memberlakukan aturan perjalanan antarkota. Surat hasil tes negatif COVID-19 menjadi syarat mutlak bagi masyarakat di atas usia lima tahun yang ingin menggunakan transportasi umum ke luar daerah, termasuk kereta api.

Pemeriksaan dilakukan maksimal 3x24 jam sebelum perjalanan. Namun, di hari selama libur panjang atau libur keagamaan, sampel diambil dalam kurun waktu maksimal 1x24 jam sebelum jam keberangkatan.

Ada tiga pilihan tes virus corona yang bisa dipilih calon penumpang, yakni swab PCR, rapid test antigen, dan GeNose. Opsi ini diatur dalam Surat Edaran (SE) Kemenhub Nomor 20 Tahun 2021 dan SE Satgas COVID-19 Nomor 7 Tahun 2021.

Diakui, bagi penumpang kereta seperti Arif, GeNose menjadi opsi yang ramah di kantong. Apalagi sudah banyak stasiun yang menyediakan pemeriksaan ini.

"Lebih murah dan gak disodok-sodok hidungnya. Disodok hidungnya sakit," kata Arif kepada IDN Times, Senin (1/3/2021).

PT Kereta Api Indonesia menghadirkan layanan rapid test antigen dan GeNose di sejumlah stasiun. Biaya antigen dipatok Rp105 ribu, sedangkan GeNose hanya Rp20 ribu.

Baca Juga: Kata Satgas COVID-19 soal GeNose Jadi Syarat Perjalanan  

1. Tak 100 persen yakin dengan akurasi tes GeNose

GeNose, Pendeteksi COVID-19 yang Kini Populer di Stasiun Kereta

GeNose, alat yang dibuat peneliti dari UGM, mendeteksi COVID-19 melalui embusan napas. Berbeda dengan swab PCR atau antigen yang mengambil sampel lendir dari hidung atau tenggorokan.

Terkait akurasi hasil tes, Arif sebenarnya juga tidak terlalu yakin. Meski sebelumnya peneliti UGM mengklaim akurasi pemeriksaan COVID-19 dengan GeNose mencapai 97 persen.

"Yakin atau gak (akurasi), gak yakin 100 persen karena PCR saja banyak yang hasilnya beda-beda," ucapnya.

Berbeda dengan Arif, penumpang kereta jarak jauh bernama Ulfa masih meragukan akurasi tes menggunakan GeNose. Oleh sebab itu, ia memilih merogoh kocek lebih dalam lagi untuk melakukan tes COVID-19 menggunakan rapid test antigen.

"Emang lebih mahal sih dari GeNose, tapi lebih yakin aja. Soalnya mau naik kereta buat ketemu orang tua," kata Ulfa.

Sebelum ada layanan antigen di stasiun, ia bahkan rela membayar hingga Rp900 ribu untuk swab PCR. Sebab keamanan menjadi prioritas utamanya.

2. Perbandingan pengguna GeNose dan antigen

GeNose, Pendeteksi COVID-19 yang Kini Populer di Stasiun KeretaCalon penumpang melakukan tes cepat Antigen di Stasiun Yogyakarta, Gedong Tengen, DI Yogyakarta, Selasa (22/12/2020) (ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah)

Akan tetapi memang tak banyak orang berpikir sama dengan Ulfa. Kemudahan dan biaya yang murah menjadikan tes COVID-19 menggunakan GeNose lebih populer di stasiun-stasiun kereta.

Bahkan, bagian pemeriksaan atigen kini sepi orang. Sedangkan antrean terdapat di bagian pemeriksaan menggunakan GeNose.

Kepopuleran GeNose itu pun diakui PT KAI. VP Public Relations KAI, Joni Martinus, mencontohkan perbadingan jumlah pengguna layanan antigen dan GeNose di delapan stasiun.

Jumlah pengguna GeNose hampir tujuh kali lipat dibandingkan pengguna antigen. Data ini diperoleh per 26 Februari 2021.

"Rata-rata jumlah peserta rapid test antigen 683 orang per hari atau 15 persen dari rata-rata harian peserta pemeriksaan GeNose C19 yaitu 4.653 orang per hari," ungkap Joni saat dihubungi, Senin (1/3/2021).

Delapan stasiun yang dimaksud yakni Stasiun Pasar Senen, Gambir, Bandung, Cirebon, Semarang Tawang, Yogyakarta, Solo Balapan, dan Surabaya Pasarturi.

Baca Juga: 2021 Unit GeNose Didistribusikan, Pengin Beli Ini Cara Pesannya   

3. KAI perluas stasiun yang layani GeNose

GeNose, Pendeteksi COVID-19 yang Kini Populer di Stasiun KeretaPemeksiaan GeNose di Stasiun Solo Balapan. IDNTimes.com/Larasati Rey

Sementara, sejak beroperasi pada 5 Februari 2021 hingga 26 Februari 2021, Joni mencatat ada 84.794 penumpang yang menggunakan layanan GeNose. Besarnya minat ini membuat PT KAI berencana memperluas layanan GeNose.

Per 28 Februari 2021, sebanyak empat stasiun akan ikut melayani pemeriksaan GeNose, sehingga total ada 12 stasiun. Adapun empat stasiun terbaru yaitu Stasiun Purwokerto, Madiun, Malang, dan Surabaya Gubeng.

KAI akan menambah layanan ini secara bertahap di stasiun lainnya sehingga total akan tersedia di 44 stasiun. Untuk itu KAI akan terus berkoordinasi dengan Rajawali Nusindo serta UGM untuk memastikan kesiapan layanan pemeriksaan GeNose di stasiun lainnya.

“Meski peminat GeNose C19 tinggi, KAI tetap menyediakan rapid test antigen yang tersebar di 45 stasiun,” kata Joni.

Joni menuturkan, penambahan stasiun yang melayani GeNose ini merupakan komitmen KAI, yakni melayani transportasi bebas dari COVID-19.

4. Tidak ditemukan klaster di kereta

GeNose, Pendeteksi COVID-19 yang Kini Populer di Stasiun KeretaIlustrasi kereta api. IDN Times/Dhana Kencana

Lebih lanjut, Joni mengakui memang ada beberapa calon penumpang yang diperiksa menggunakan GeNose dinyatakan positif COVID-19. Calon penumpang tersebut tidak bisa naik kereta dan biaya tiket dikembalikan.

Namun, ia tidak merinci berapa jumlah pengguna layanan GeNose yang terdeteksi positif. Joni memastikan sejauh ini belum ada klaster COVID-19 di kereta api.

"Gak ada klaster COVID di kereta," ungkapnya.

Hal tersebut pun turut diamini juru bicara Satgas COVID-19, Wiku Adisasmito. Ia mengungkapkan, sejak diberlakukan tes GeNose, belum terdapat klaster COVID-19 pada angkutan umum antarkota.

"Sejauh ini tidak ada," ungkapnya singkat saat dihubungi terpisah.

5. Epidemiolog khawatir terhadap penggunaan GeNose

GeNose, Pendeteksi COVID-19 yang Kini Populer di Stasiun KeretaIDN Times/Istimewa

Epidemiolog Universitas Griffth, Australia, Dicky Budiman, mengaku khawatir dengan penggunaan GeNose secara luas. Meski, ia turut mengapresiasi temuan yang menurutnya harus diuji lebih lanjut itu.

"Sekali lagi, saya tidak atau belum memahami dasar pemikiran ilmiah menempatkan GeNose ini sebagai alat screening," kata Dicky.

Sebab, ia menjelaskan WHO saja tidak merekomendasikan rapid test antigen menjadi alat screening, misal di stasiun kereta hingga bandara. Sebab, antigen juga dinilai tingkat keakuratannya rendah.

Penggunaan GeNose pun menurutnya akan lebih berbahaya. Bahkan, ia khawatir bisa memunculkan klaster baru jika terdapat hasil false negative.

"Ini keputusan yang sangat berani dan sangat berbahaya," ucap Dicky.

"Ini akan menjadikan klaster baru dan akhirnya menambah situasi pandemik kita semakin tidak terkendali," imbuhnya.

Baca Juga: Penemu GeNose Tantang Debat, Ini Reaksi Epidemiolog Dicky Budiman

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya