Melawan Stigma Negatif Lewat Tangan-Tangan Perempuan Penghuni Lapas

Bekal keterampilan dan dukungan keluarga jadi modal utama

Intinya Sih...

  • Di dalam Lapas Perempuan IIB Jambi, narapidana perempuan aktif berkegiatan di unit Balai Latihan Kerja (BLK) dengan membuat adonan kue, menyelup kain batik, dan membuka salon.
  • Narapidana perempuan bernama MR nekat menjadi kurir sabu untuk menghidupi anaknya setelah suaminya meninggal dunia, dan ia telah menjalani lima tahun masa penahanan.
  • Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (TJSL) Pertamina EP (PEP) Jambi Field memberikan pelatihan keahlian kepada 70 warga binaan perempuan untuk mempersiapkan mereka mandiri ketika bebas nanti.

Jambi, IDN Times - Lantunan doa pujian dari sebuah gereja di dalam Lapas Perempuan IIB Jambi memecah kesunyian. Petikan gitar mengiringi suara warga binaan pemasyarakatan (WBP) memuji Tuhan Yesus.

“Dalam Yesus kita bersaudara, dalam Yesus ada suka cita,” suara perempuan kompak mengayun terdengar sampai ke Balai Latihan Kerja (BLK), lima meter dari gereja.

Sementara itu, masjid yang berdiri tak jauh dari gereja bersiap untuk azan zuhur.

Di antara kedua tempat ibadah itu, puluhan narapidana perempuan masih sibuk berkegiatan di masing-masing unit BLK. Ada yang mencanting, menyelup kain, membuat adonan kue hingga membuka salon.

Baca Juga: Menteri PPPA Minta Ada Inovasi Pemberdayaan Napi Perempuan di Lapas 

1. Memupuk keahlian untuk menghadapi dunia luar dan stigma masyarakat

Melawan Stigma Negatif Lewat Tangan-Tangan Perempuan Penghuni LapasWarga binaan Lapas Perempuan IIB Jambi (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Di belakang bangunan BLK, seorang napi bernama MR sibuk menyelup kain batik ke dalam pewarna bersama tiga warga binaan lainnya. Sesekali perempuan 24 tahun itu dan teman-temannya menyelup kain sambil bergurau, menghibur diri, menikmati suasana di luar sel tahanan.

Menjadi tahanan adalah hal paling berat dalam hidup MR, begitulah yang disampaikannya. Dia harus meninggalkan seorang anak yang masih berusia satu tahun, karena harus mendekam di Lapas IIB Jambi akibat kasus narkoba yang menjeratnya.

MR mengaku, saat itu ia tak memiliki pilihan lain untuk menghidupi sang anak setelah suaminya meninggal dunia. Karena itu, ia pun nekat menjadi kurir sabu yang digerakkan pengedar dari dalam penjara.

“Kemarin tuh karena sendirian gak ada suami udah meninggal, pengaruh kawan juga jadinya salah jalan. Karena cuma itu pilihannya untuk menghidupi anak,” kata MR ditemui IDN Times di Balai Latihan Kerja (BLK) Lapas Perempuan IIB Jambi, Jumat (6/9/2024).

MR telah memperhitungkan antara keuntungan membawa 42 kilogram sabu dengan risiko yang ia hadapi yakni hukuman penjara seumur hidup. Namun, dengan upaya hukum yang ia tempuh, hanya divonis 15 tahun penjara.

Kini, perempuan asal Jambi itu telah menjalani masa penahanan selama lima tahun. Sang anak yang dititipkan ke mantan mertuanya sudah berusia lima tahun.

Selama di dalam tahanan, MR belum pernah melihat buah hatinya. Ia memilih menahan diri, meski rasa rindu kerap menyelimutinya dalam sunyi di sel tahanan.

“Kangen,” kata dia singkat dengan suara lirih.

Di tengah gamang kehidupan masa lalunya, MR mencoba memupuk keahlian untuk bekal kelak setelah bebas dan kembali ke masyarakat.

MR ikut serta dalam unit batik yang merupakan program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (TJSL) atau Corporate Social Responsibility (CSR) Pertamina EP (PEP) Jambi Field.

Ia merupakan satu dari 70 warga binaan yang telah menjalani sepertiga masa tahanan, sebagai syarat untuk bisa ikut berkegiatan di sepuluh unit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di BLK.

Dari unit batik, MR mendapatkan premi per bulan dari hasil penjualan. Meski tak banyak, setidaknya bisa memenuhi kebutuhannya selama di dalam lapas.

“Kegiatan ini ngebantu banget, kami dapet per bulan paling banyak 100 ribu. Ditabung di registrasi,” kata MR.

Namun demikian, uang bukan tujuan satu-satunya MR ikut berkegiatan di dalam lapas. Dalam tekadnya, ia mengaku sedang menyiapkan diri untuk bisa mandiri ketika bebas nanti.

Selain itu, ia juga sedang menyiapkan mental melawan stigma negatif masyarakat tentang status mantan napi.

“Dengan program gini karena yang gak tahu jadi tahu, jadi di luar sana bisa nyari kerjaan. Karena kalau keluar kan kita tahu, masyarakat kalau tahu kita pernah di dalam sini (penjara) kan susah juga. Tapi saya harus siap menghadapi stigma itu,” kata MR.

2. Dukungan keluarga menjadi modal narapidana melawan stigma negatif

Melawan Stigma Negatif Lewat Tangan-Tangan Perempuan Penghuni LapasWarga binaan Lapas Perempuan IIB Jambi (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Sama seperti MR, narapidana kasus tindak pidana korupsi (Tipikor), WL (49), juga sedang menyiapkan diri untuk mandiri dan siap melawan stigma negatif di masyarakat.

Menurutnya, dukungan keluarga selama ia menjalani enam tahun hukuman penjara adalah modal utama untuknya siap kembali ke masyarakat.

“Insyaallah siap untuk nanti bebas, saya siap dan bisa aja karena semuanya support, apalagi keluarga,” kata WL sambil menjahit pouch bag.

WL akan bebas pada 2025. Menyambut hari istimewa itu, ia telah merencanakan untuk membuka usaha sesuai keahlian yang ia tekuni selama di dalam lapas.

Baginya, program CSR seperti ini sangat membantu warga binaan untuk membangun diri dan tetap produktif meski di dalam lapas.

“Buat saya ini ngebantu banget apalagi untuk mereka yang gak punya kiriman, pasti mereka kan pengen ngirim ke anaknya. Karena kan ada yang dari mereka suaminya juga di dalam (penjara), anaknya di luar. Kalau rajin nabung bisa ngirim,” kata perempuan asal Cibubur, Jakarta Timur itu.

3. Menyiapkan narapidana yang mandiri dan memiliki mental untuk kembali bermasyarakat

Melawan Stigma Negatif Lewat Tangan-Tangan Perempuan Penghuni LapasWarga binaan Lapas Perempuan IIB Jambi (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Kepala Seksi Bimbingan narapidana/anak didik dan kegiatan kerja (Binadik dan Giatja) Lapas Perempuan Kelas IIB Jambi, Ria Rachmawati menjelaskan, unit usaha di dalam lapas merupakan bagian dalam program pembinaan kemandirian.

Tujuannya adalah menekan angka residivis dengan membekali mereka keahlian, untuk mencegah mantan narapidana mengulang kembali tindak pidana.

“Yang tadinya masuk karena alasan ekonomi, karena mau tidak mau mereka melakukan itu untuk menghidupi anak, akhirnya mereka mengambil jalan yang salah. Nah, di sini kita membekali mereka modal keahlian agar di masyarakat nanti mereka bisa menghasilkan dan menghidupi diri sendiri dan keluarganya,” kata Ria di lokasi yang sama.

“Alhamdulillah sekarang mereka bisa menghidupi diri dia sendiri, dan bahkan mengirim ke keluarga untuk jajan anak, karena dari sini mereka mendapatkan premi,” imbuhnya.

Selain itu, ia berharap dengan bekal keahlian ini, warga binaan bisa memiliki mental yang cukup untuk kembali bermasyarakat.

“Mereka pun harus punya mental untuk berusaha saat nanti bebas. Jangan sampai mereka itu rendah diri karena stigma ‘mantan napi’, nah itu yang saya pengin hilangkan, ‘walaupun mantan napi tapi saya bisa menghasilkan’,” ujar Ria.

Ke depan, ia berharap Pertamina terus mendukung dan mengembangkan program CSR yang memiliki perhatian khusus untuk keberlangsungan hidup narapidana perempuan.

Sebab, dari unit batik yang didukung Pertamina dengan modal pelatihan awal, peralatan hingga bahan baku saat 2019 itu, memantik munculnya unit-unit usaha lainnya di dalam Lapas.

Sehingga, 217 penghuni Lapas Perempuan IIB Jambi itu nantinya bisa mengikuti program pembinaan kemandirian sesuai minat dan keahliannya.

“Terima kasih Pertamina, alhamdulillah kami sudah disupport baik moril atau materil, kita disupport Pertamina sehingga sampai di titik ini. Ya boleh diadulah batik kita dengan hasil batik lain,” ujarnya.

4. Dukungan Ibu Negara Iriana Jokowi

Melawan Stigma Negatif Lewat Tangan-Tangan Perempuan Penghuni LapasWarga binaan Lapas Perempuan IIB Jambi (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Batik buatan tangan-tangan perempuan warga binaan Lapas IIB Jambi itu kini telah menghasilkan berbagai motif batik tulis nan cantika.

Seperti motif Pian Puan, Jembatan Angso Dua, Quen Nấn, Cahaya Resam, dan Corona yang di mana telah memiliki sertifikat hak kekayaan intelektual (HAKI).

Keindahan batik dari tangan dingin warga binaan itu pun mampu memikat perhatian Ibu Negara Iriana Joko “Jokowi” Widodo.

Saat itu, Iriana mengunjungli Lapas IIB Jambi bersama Ibu Wury Ma'ruf Amin dan anggota Organisasi Aksi Solidaritas Era Kabinet Indonesia Maju (OASE KIM) pada Kamis, 20 Oktober 2022.

Mereka turun ke blok hunian untuk menyapa langsung warga binaan. Di lorong sel, pihak Lapas memamerkan hasil karya tangan dari warga binaan, mulai dari batik, kerudung, mukena, baju hingga kue.

“Di situlah Ibu belanja. Ibu Iriana tertarik dengan semua produk kita ada batik, mukena, jilbab batik, dan kue. Dibayar dengan uang cash, karena beliau tidak sendiri. Diborong semua dengan rombongan ini,” kata Ria.

5. Pertamina ingin mengubah citra penjara menjadi sekolah

Melawan Stigma Negatif Lewat Tangan-Tangan Perempuan Penghuni LapasWarga binaan Lapas Perempuan IIB Jambi (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Community Development Officer (CDO) Field Jambi, Zainul Arifin, mengatakan kerajinan batik yang dikembangkan di Lapas Perempuan ini merupakan replikasi program Batik Serumpun Berlian yang berlokasi di Kelurahan Legok, kecamatan Danau Sipin, Jambi.

Program batik ini diperluas di Lapas Perempuan Kelas IIB Jambi. Program ini muncul dari permasalahan utama di Lapas Perempuan kelas IIB Jambi terkait kehidupan warga binaan pasca-hukuman.

Seperti stigma yang melekat pada diri mereka sebagai seorang mantan narapidana membuat mereka kerap dikucilkan oleh masyarakat, bahkan oleh keluarga.

Berdasarkan pelaksanaan pemetaan, ditemukan beberapa potensi yang dimiliki oleh beberapa warga binaan lapas, salah satunya adalah membatik. Keahlian yang mereka miliki tidak terasah dengan baik karena belum ada kegiatan membatik.

“Menjadi salah satu cara kita mengubah citra negatif, kita ubah dari citra penjara menjadi sekolah, di mana mereka nantinya bisa punya bekal dan bisa kembali ke masyarakat,” kata Zainul.

“Salah satu dampaknya penurunan angka residivis. Karena salah satu faktornya, tidak adanya kemampuan, jadi balik lagi ke jalan yang salah,” imbuhnya.

Sementara itu, External Communication and Stakeholder Relations PT Pertamina Hulu Energi (PHE), Dukut Wahyu Nugrohoikut berharap, program ini mampu mendobrak stigma negatif dan memberi keahlian kepada warga binaan.

Sebab, membangun sumber daya manusia menjadi modal penting untuk membangun bangsa ke depan.

“Mungkin ini bagian dari amal jariah kita, di mana orang yang masuk ke sini karena pikirannya buntu dan melakukan pidana, tapi pas kembali ke masyarakat bisa diterima. Itulah jadi amal jariah buat kita,” kata Dukut.

6. Buah manis dari program pembinaan kemandirian

Melawan Stigma Negatif Lewat Tangan-Tangan Perempuan Penghuni LapasWarga binaan Lapas Perempuan IIB Jambi (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Salah satu warga binaan, MK (39), kini telah menghirup udara bebas. Ia salah satu warga binaan yang merasakan manfaat dari program pembinaan kemandirian itu.

Dengan memanfaatkan dukungan CSR Pertamina, Meli akhirnya bisa mengembangkan bakat dalam membatik. Selain itu, ia juga mengasah skill di unit tata boga.

Alhasil, setelah bebas tiga tahun lalu, MK berhasil membuka lapangan pekerjaan. Meskipun hanya mempekerjakan lima orang, setidaknya MK membuktikan bahwa dirinya mampu melawan stigma negatif dan memberi dampak positif setelah ia kembali bermasyarakat.

Usaha kue kering yang ia tekuni selama ini, memiliki omzet tertinggi Rp1 juta per sekali pesanan.

“Alhamdulillah, masyarakat sekitar juga biasa saja melihat saya. Justru saya mempekerjakan mereka,” kata MK.

Field Manager PEP Jambi, Hermansyah menjelaskan, pihaknya saat ini terus memantau perkembangan usaha MK. Pertamina kini sedang menjajaki untuk mewujudkan CSR yang membantu warga binaan dari hulu ke hilir.

Jadi, tidak hanya mendukung program pembinaan kemandirian di dalam Lapas. Tapi juga membantu mantan warga binaan untuk bisa membuka lapangan pekerjaan.

“Dengan adanya masukan dari yang selesai dari lapas, dan ini bisa menjadi pionir. Sehingga memang keterampilan apapun yang didapatkan di lapas ini bisa dikembangkan,” ujarnya.

“Bahwa program ini adalah kesinambungan. Jadi harapannya itu selesai dari lapas itu, kemanfaatan (keahlian yang didapat) orang-orang itu, mudah-mudahan enggak balik ke lapas bukan sebagai penghuni lapas,” sambungnya.

Hermansyah pun berpesan kepada MK dan para warga binaan untuk tidak menyerah, dan terus mencari celah dari kesempatan yang ada.

“Kita ikhtiar, jangan menyerah. Karena tantangan akan selalu ada,” ucapnya.

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya