Soroti Kasus Hasyim Asy'ari, Komnas Perempuan: Puncak Gunung Es
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Komnas Perempuan menyoroti kasus asusila Ketua nonaktif Komisi Pemilihan Umum, Hasyim Asy'ari.
Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani menilai kasus kekerasan seksual dalam penyelenggaraan pemilu adalah puncak gunung es. Sebabm banyak kekerasan seksual yang tidak dilaporkan karena relasi kuasa.
"Kekerasan yang dialami korban kerap tidak dilaporkan karena tebalnya relasi kuasa antara korban dan pelaku," ujar Yentriyani dalam keteranganya, Kamis (4/7/2024).
1. Kekerasan seksual kerap terjadi karena kurangnya perlindungan
Selain itu, Komnas Perempuan juga menyoroti perangkat hukum yang dinilai tak memberikan perlindungan dalam relasi kuasa korban dan pelaku. Hal tersebut membuat kasus kekerasan seksual terus berulang.
"Akibatnya impunitas bagi pelaku terus terjadi, kasus berulang dan korban terabaikan dari proses pemulihan. Isu kekerasan seksual juga kerap diprasangkai sebagai hubungan suka sama suka yang mengakibatkan korban semakin terbungkam," ujarnya.
Baca Juga: KPU Ogah Tanggapi Kasus Asusila Hasyim Asy'ari
Editor’s picks
2. Komnas Perempuan sebut pemecatan Hasyim Asy'ari sebagai langkah maju
Komnas Perempuan mengapresiasi putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang memecat Hasyim Asy'ari sebagai Ketua KPU. Menurutnya, putusan ini merupakan langkah maju.
"Komnas Perempuan menilai bahwa keputusan tersebut di atas merupakan langkah maju penyelenggara pemilu dalam melaksanakan komitmen penghapusan kekerasan seksual sejalan, dengan mandat UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS)," ujarnya.
3. Komnas Perempuan rekomendasikan perbaikan SOP PPKS
Komnas Perempuan merekomendasikan perbaikan sistematis melalui penegasan larangan setiap bentuk kekerasan berbasis gender dan seksual dalam KEPP, membangun kebijakan, pedoman dan mekanisme pencegahan dan penanganan kasus kekerasan berbasis gender, termasuk kekerasan seksual (SOP PPKS) di lingkungan KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan DKPP, serta peningkatan kapasitas analisis gender dari pihak-pihak yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan mekanisme tersebut.
"Dalam upaya tersebut KPU perlu menegaskan kembali Peraturan KPU Nomor 4 Tahun 2021 khususnya Pasal 90 ayat 4 yang mengatur bahwa Anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota dilarang: (a). melakukan perbuatan yang tercela, dilarang atau bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan norma yang berlaku di masyarakat; (b). melakukan pernikahan dengan sesama penyelenggara Pemilu selama masa jabatan; (c). melakukan pernikahan siri dan tinggal bersama tanpa ikatan perkawinan yang sah; dan (d). melakukan perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme dalam penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan. Juga menambahkan larangan melakukan segala kekerasan seksual sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan," jelasnya.
Baca Juga: Profil Hasyim Asy'ari, Ketua KPU RI Terbelit Kasus Asusila