Komisaris PT Wilmar Nabati Bantah Diuntungkan Kebijakan Ekspor CPO
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor membantah dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang menyebut dirinya diuntungkan lewat pemberian izin ekspor minyak sawit atau CPO dan turunannya. Bantahan tersebut disampaikan melalui kuasa hukumnya, Juniver Girsang.
"Pertama, kalau dikatakan memperkaya, malahan faktanya sebetulnya kami dirugikan karena kebijakan yang inkonsisten," kata Juniver di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (31/8/2022).
1. Juniver sebut kliennya dirugikan kebijakan pemerintah
Juniver menilai yang seharusnya bertanggungjawab dalam kasus ini adalah pembuat kebijakan. Sebab, kebijakan mengenai ekspor minyak sawit dan turunannya kerap berubah.
"Faktanya, produsen itu korban kebijakan," ujarnya.
Baca Juga: Eks Mendag Lutfi Diminta Ikut Tanggung Jawab Kasus Korupsi Ekspor CPO
2. Juniver sebut kliennya tak terima dengan dakwaan jaksa
Editor’s picks
Master Parulian akan mengajukan eksepsi karena tidak terima dengan dakwaan jaksa. Apalagi, kata Juniver, kliennya merasa kebijakan Kemendag kerap merugikan.
"Tidak menutup kemungkinan, kami meminta pertanggungjawaban kepada pemerintah yang mengakibatkan produsen ini, khususnya klien kami, mengalami kerugian," ujarnya.
3. Negara disebut merugi Rp18,3 triliun
Dalam kasus ini, eks Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Indra Sari Wisnu Wardhana; Anggota Tim Asistensi Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Lin Che Wei; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley MA; dan General Manaher bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang, didakwa bersama-sama merugikan negara Rp18,3 trilium.
Rinciannya, sebanyak Rp6 triliun merupakan kerugian keuangan negara dan Rp12,3 triliun merugikan perekonomian negara. Mereka juga didakwa memperkaya tiga korporasi yakni Grup Wilmar (Rp1,69 triliun), Grup Musim Mas (Rp626,6 miliar), dan Grup Permata Hijau (Rp124,4 miliar).
Mereka didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Baca Juga: Airlangga Hartarto dan Eks Mendag Disebut Saat Sidang Korupsi Minyak