Ini Peran Harvey Moeis dalam Kasus Korupsi Timah Rp300 T

Para terdakwa bertemu di Hotel dan Restoran Sofia Jaksel

Jakarta, IDN Times - Amir Syahbana (Kepala Bidang Pertambangan Mineral Logam pada Dinas ESDM Bangka Belitung 2021-2023), Rusbani alias Bani (eks Plt Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung), dan Suranto Wibowo (Kepala Dinas ESDM Kepulauan Bangka Belitung pada 2015-2019) didakwa telah merugikan negara Rp300.003.263.938.131,14 (Rp300 triliun) dalam kasus korupsi Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah 2015-2022.

Dalam dakwaan, terungkap peran suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis. Hal itu turut disinggung jaksa dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (31/7/2024).

Jaksa mengatakan, pada Agustus 2018, Harvey Moeis dan Reza Andriansyah yang saat itu mewakili PT Refines Bangka Tin, menghubungi beberapa smelter yang bekerja sama dengan PT Timah. Keduanya pun sempat menemui Direktur Utama PT Timah saat itu, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani.

"Bahwa pada Agustus 2018, Harvey Moeis dan Reza Andriansyah menghubungi beberapa smelter yang akan bekerja sama dengan PT Timah, yakni PT Sariwiguna Bina Sentosa, CV Venus Inti Perkasa, PT Stanindo Inti Perkasa, PT Tinindo Internusa, yang ditindaklanjuti dengan melakukan pertemuan di Hotel dan Restoran Sofia, yang beralamat di Jalan Gunawarman, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan," ujar jaksa.

Jaksa menjelaskan pemilik smelter PT Sariwiguna Bina Sentosa, CV Venus Inti Perkasa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa pada 2019 mengetahui tidak akan mendapatkan persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB), karena tidak memiliki Competent Person (CP). Hanya PT Timah yang memiliki persetujuan RKAB serta memiliki personel bersertifikasi Competent Person (CP).

"Sehingga pemilik smelter swasta mengusulkan kepada pihak PT Timah, untuk dibuatkan suatu kesepakatan agar bijih timah ilegal milik smelter swasta dapat dijual dengan persyaratan," ujar jaksa.

Selain itu, smelter-smelter tersebut juga meminta agar bijih timah yang dipasok dilakukan pemurnian dan pelogaman. Namun, semua pembayarannya harus dilakukan PT Timah.

"Bahwa setelah mendengar usulan tersebut, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, Emil Ermindra, dan Alwin Albar bersedia untuk membuat suatu kesepakatan yang ditindaklanjuti dengan melakukan beberapa kali pertemuan bersama Tamron, Harvey Moeis, Reza Andriansyah, Suparta, Robert Indarto, Suwito Gunawan, MB Gunawan, Fandi Lingga, Rosalina, dan Achmad Albani di Hotel dan Restoran Sofia," ujar jaksa.

PT Refined Bangka Tin, PT Sariwiguna Bina Sentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, PT Tinindo Internusa, dan CV Venus Inti Perkasa, akhirnya dijadikan sebagai mitra kerja sama peleburan dan pemurnian pelogaman timah. Padahal, kerja sama itu tidak termuat dalam RKAP PT Timah pada 2018.

"Namun langsung menyetujui harga yang disepakati di atas harga pokok produksi pelogaman dan pemurnian di unit metalurgi PT Timah. Selain itu, kerja sama peleburan dan pemurnian pelogaman timah dilakukan tanpa melalui proses negosiasi," ujar jaksa.

Dalam pertemuan di Hotel dan Restoran Sofia pada Agustus 2018, disepakati harga sewa peralatan processing pelogaman timah senilai 3.700 per ton SN di luar harga bijih timah, yang harus dibayar PT Timah kepada CV Venus Inti Perkasa, PT Stanindo Inti Perkasa, PT Tinindo Internusa, PT Sariwiguna Binasentosa. Sedangkan, PT Refines Bangka Tin diberi penambahan insentif 300 dolar Amerika Serikat per ton SN, sehingga nilai kontrak khusus untuk PT Refined Bangka Tin menjadi 4 ribu dolar Amerika Serikat per ton SN.

Jaksa mengatakan, program kerja sama itu merupakan akal-akalan Mochtar, Riza, Alwin, Emil, bersama-sama dengan Tamron, Suwito, Rosalina, Fandi Lie, Robert Indarto Reza Andriansyah, dan Harvey Moeis.

Harvey kemudian meminta pihak-pihak smelter menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan. Keuntungan itu diserahkan ke Harvey seolah-olah sebagai dana corporate social responsibility (CSR) dengan nilai 500 dolar AS per MTon yang dihitung dari jumlah hasil peleburan timah dengan PT Timah.

"Adapun mekanisme pengumpulan dana pengamanan yang seolah-seolah biaya corporate social responsibility (CSR) tersebut, ada yang diserahkan secara langsung kepada Harvey Moeis, dan ada yang ditransfer melalui rekening money changer PT Quantum Skyline Exchange dan money changer lainnya yang seolah-olah uang Rosalina, Fandi Lie, Robert Indarto, Reza Andriansyah, dan Harvey Moeis yang menyepakati besaran pembayaran sewa peralatan processing pelogaman timah jauh melebihi nilai HPP smelter PT Timah Tbk, yaitu yang seharusnya biaya pelogaman berdasarkan HPP jika menggunakan smelter di PT Timah Tbk hanya sebesar Rp738.930.203.450,76 (Rp738,9 miliar)," ujar jaksa.

Korupsi ini mengakibatkan negara rugi Rp300 triliun. Kerugian negara itu didapat berdasarkan hasil audit. Rinciannya adalah kerugian negara atas kerja sama penyewaan alat processing penglogaman timah yang tidak sesuai ketentuan Rp2.284.950.217.912,14; Kerugian Negara atas pembayaran biji timah dari tambang timah illegal Rp26.648.625.701.519; dan Kerugian negara atas kerusakan lingkungan akibat tambang timah illegal (Ahli Lingkungan Hidup) Rp271.069.688.018.700.

Baca Juga: Korupsi Timah Berdampak Kerusakan Lingkungan 170 Ribu Hektare

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya