Eks Penyidik KPK: Kasus Bansos Buat Saya Dipecat

"Bukan rumitnya, Bansos itu lebih ke politiknya."

Jakarta, IDN Times - Mantan Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Praswad Nugraha mengaku tak akan pernah melupakan pengalamannya dalam menangani kasus korupsi pengadaan bantuan sosial (Bansos) sembako COVID-19 di Jabodetabek. Sebab, ia yakin kasus ini membuatnya dipecat.

"Karena (kasus) bansos ini yang membuat saya dipecat dari KPK. Bukan rumitnya, Bansos itu lebih ke politiknya. Kebetulan bansos itu terkait PDIP, pak Juliari Batubara dari PDIP dan memang punya jabatan penting di DPP PDIP, lalu akhirnya kami dikriminalisasi lewat dewan pengawas, kedua ya dipecat," jelasnya dalam sebuah wawancara khusus bersama IDN Times di kawasan Jakarta Barat.

"Kalau ada pertanyaan saya dipecat karena apa? Pasti karena bansos. Karena saya yakin sekali sangat Pancasilais makanya jadi Pemberanta korupsi," sambungnya.

1. TWK membuat karier Praswad di KPK hancur

Eks Penyidik KPK: Kasus Bansos Buat Saya DipecatKoordinator Pelaksana IM57+ Institute/Eks Penyidik KPK, Praswad Nugraha (IDN Times/Athif Aiman)

Praswad juga mengatakan dirinya tak akan melupakan proses tes wawasan kebangsaan (TWK) dalam rangka alih status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) KPK. Sebab, ia merasa karier di KPK selama puluhan tahun hancur karena TWK itu.

"Bayangin, saya mulai dari 22 tahun di KPK. Bahkan saya daftar calon penyidik itu dari warnet kampus, benar-benar habis wisuda kita daftar-daftar. Sudah berkarier, sudah 34 provinsi saya kunjungi entah lingkupnya penangkapan, penyelidikan reguler, atau penydikan, atau berita acara pemeriksaan, tiba-tiba hari ini difitnah anti-Pancasila dan harus berhenti. Itu yang membuat dirampas derajat hidup, hajat karier, cita-citanya, angan impiannya. Semua penyidik KPK kan bermimpi pemimpin Indonesia bebas dari korupsi, itu dirampas," ujarnya.

Baca Juga: [WANSUS] Praswad Nugraha, Eks Penyidik Bansos yang Dipecat karena TWK

2. Para pegawai yang dipecat KPK dinilai sudah lebih dari sekadar mencintai Indonesia

Eks Penyidik KPK: Kasus Bansos Buat Saya Dipecat57 Pegawai nonaktif mendatangi KPK pada Kamis (30/9/2021). (IDN Times/Aryodamar)

Praswad menjelaskan bahwa TWK itu menguji wawasan kebangsaan, mencintai bangsa Indonesia, mencintai Pancasila. Ia menilai apa yang telah dilakukan 57 pegawai pecatan KPK sudah lebih dari mencintai Pancasila dan Indonesia.

"Kalau kami kan sudah lebih, kami sudah mengorbankan diri kami untuk negara dan bangsa. Seperti bang Novel (Baswedan) misalnya, matanya sudah ditukar demi menyelamatkan uang negara," ujarnya.

"Makanya aneh sekali ketika 2006 sudah lulus mental ideologi, masuk ke lembaga pendidikan militer, saya masuk ke barak BAIS untuk pendidikan calon penyidik dan penyelidik itu tiba-tiba di tahun 2021, 15 tahun kemudian, saya ditanya 'kamu pancasilais atau tidak' gak relevan," tambahnya.

3. Praswad menilai Presiden Jokowi berandil dalam pemecatannya dan 56 pegawai

Eks Penyidik KPK: Kasus Bansos Buat Saya DipecatPresiden Joko Widodo (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

Menurutnya, ia dan 56 mantan pegawai lain dipecat oleh pemerintah khususnya Presiden Joko "Jokowi" Widodo, bukan Ketua KPK Firli Bahuri. Sebab, dalam proses pemecatan mereka melibatkan Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kementerian PAN-RB yang merupakan bagian dari pemerintah.

"Secara administratif sejak UU 2019 berlaku kami masuk eksekutif loh, presiden yang punya wewenang tertinggi.  Jadi. Kalau ditanya siapa yang pecat kami? Bukan Firli Bahuri tapi Presiden Jokowi," jelas Praswad dalam sebuah wawancara khusus dengan IDN Times di kawasan Jakarta Barat.

Dalam Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang KPK 2019 menyebutkan bahwa seluruh pegawai KPK adalah Aparatur Sipil Negara. Menurutnya hal itu seharusnya sudah otomatis mengalihkan status pegawai tanpa kecuali sebagai ASN.

Praswad mengatakan, sebelum UU KPK 2019 berlaku, mereka juga sudah pegawai negara yang dibiayai dan digaji APBN. Bahkan,  terdapat burung garuda yang disematkan sebagai lambang KPK.

"Gak ada lembaga private yang boleh memakai lambang negara. Kami lembaga negara, pegawai negara," jelasnya.

"Tiba-tiba di 2019 kami diubah statusnya adalah ASN. Tiba-tiba disisipi dalam alih status harus ada wawasan kebangsaan, tiba-tiba tes wawasan kebangsaan yang hanya mengukur menjadi alat menyingkirkan orang-orang yang nyata-nyata berkontribusi secara nyata," sambungnya.

Baca Juga: Novel Klaim Tahu Orang Dalam Azis, KPK: Jangan Beropini Tanpa Bukti

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya