Abraham Samad Bicara soal Ketua KPK, Korupsi, hingga Dinasti Yasin Limpo

Abraham Samad adalah Ketua KPK periode 2011-2016

Jakarta, IDN Times - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2011-2015 Abraham Samad berbicara seputar isu terkini pemberantasan rasuah di Indonesia. Mulai dari kondisi KPK pimpinan Firli Bahuri hingga dinasti keluarga Yasin Limpo.

Menurutnya, KPK saat ini sudah tak sama lagi seperti dulu yang independen. Selain itu, ia juga menyoroti KPK era Firli Bahuri yang kental dengan pelanggaran etik.

Simak selengkapnya dalam wawancara khusus IDN Times dengan Abraham Samad.

Bagaimana pendapat Anda melihat kondisi KPK saat ini?

Abraham Samad Bicara soal Ketua KPK, Korupsi, hingga Dinasti Yasin Limpo(Mantan Ketua KPK Abraham Samad) ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko

Memang agak susah kalau kita membandingkan KPK sekarang dengan KPK yang lama ya. Karena pertama undang-undangnya sudah berbeda.

Karena undang-undangnya ini sudah berbeda, sudah hasil revisi, maka kedudukan KPK pun sudah berbeda. Di masa lalu, KPK adalah lembaga negara yang independen.

Ya, itu ada di dalam undang-undang KPK yang lalu. Sekarang itu sudah jelas-jelas dinyatakan KPK sekarang itu dari hasil undang-undang revisi.

KPK adalah lembaga negara yang berada di bawah rumpun eksekutif. Oleh karena dia berada di bawah rumpun eksekutif, maka dia bagian dari pemerintahan ini. Bagian dari eksekutif. Dia sifatnya tidak lagi independen seperti di masa lalu.

Sifat kelembagaannya tidak lagi independen. Oleh karena dia sifat lembaganya tidak lagi independen, makanya kemarin pegawainya harus juga dikonversi menjadi ASN, aparatur sipil negara.

Makanya kemarin ada tes TWK ya, tes wawasan kebangsaan untuk menjadikan seluruh pegawai KPK menjadi ASN lewat tes wawasan kebangsaan. Tapi lagi-lagi tes wawasan kebangsaan yang dilakukan kemarin sebenarnya hanya cara untuk menyingkirkan orang-orang yang berintegritas.

Ada 57 orang-orang KPK, anak-anak KPK itu dinyatakan tidak lulus lewat tes wawasan kebangsaan, tes WK. Padahal itu sebenarnya hanya cara yang dilakukan agar supaya bisa menyingkirkan teman-teman yang punya integritas di KPK itu sendiri.

Jadi memang struktur kelembaganya itu berbeda dengan KPK di masa lalu yang sifat lembaganya adalah independen.

Baca Juga: Abraham Samad: Firli Lakukan Pelanggaran Berat Jika Benar Bertemu SYL

Apakah KPK seharusnya berdiri independen?

Seharusnya lembaga antikorupsi yang ada di dunia ini sifatnya itu tidak boleh sebenarnya berada di bawah rumpun eksekutif.

Karena di dalam UNCAC, United Nations Anti-Corruption Committee yang kita sudah ratifikasi, itu kan jelas-jelas disaratkan salah satu poin di situ disaratkan bahwa lembaga antikorupsi itu harus sifatnya independen.

Dia terbebas dari pengaruh eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Jadi sebenarnya Indonesia ini sudah menyalahi konvensi, sudah menyalahi kesepakatan yang ada di dalam UNCAC.

Tapi sebenarnya kalau mau dilihat, walaupun sifat kelembagaannya itu di bawah rumpun eksekutif, tapi tugas penegakan hukumnya, tugas law enforcementnya itu harus independen, harus tetap independen. Dia tidak boleh dipengaruhi oleh eksekutif, legislatif maupun yudikatif.

Oleh karena dia tidak boleh dipengaruhi, maka law enforcementnya, penegakan hukumnya harus berjalan on the track. Tidak boleh dipengaruhi oleh politik-politik tertentu.

Bagaimana kinerja KPK era Firli saat ini, apakah membuat pemberantasan korupsi lebih baik?

Abraham Samad Bicara soal Ketua KPK, Korupsi, hingga Dinasti Yasin LimpoKetua KPK Firli Bahuri (IDN Times/Aryodamar)

Ya fakta susah kita bilang lebih baik. Karena fakta menunjukkan bahwa di eranya Firli ini banyak pelanggaran kode etik maupun pelanggaran pidana.

Salah satu contohnya pelanggaran etik dan pelanggaran pidana yang dilakukan Lili. Dia menerima gratifikasi berupa fasilitas nonton balap. Nonton GP. Nonton GP di Mandalika.

Itu kan jelas-jelas bukan hanya sekadar pelanggaran etik, tapi pelanggaran pidana. Tapi karena apa yang dilakukan Lili tidak pernah diberikan sanksi etik yang tegas dan sanksi pidana yang keras, maka pelanggaran etik dan pelanggaran pidana terulang lagi.

Sebelumnya juga Firli pernah dilaporkan oleh masyarakat sipil tentang dugaan pelanggaran etik menggunakan helikopter. Kemudian diduga membocorkan dokumen kepada Kementerian ESDM dan banyak lagi pelanggaran-pelanggaran etik yang dilaporkan oleh masyarakat sipil.

Tapi lagi-lagi Dewas tidak pernah memberikan sanksi kepada komisioner KPK yang melakukan pelanggaran etik. Kemarin juga (Johanis) Tanak disidang etik tapi tidak diberikan sanksi.

Oleh karena seluruh pelanggaran-pelanggaran etik yang dilakukan, pimpinan KPK tidak pernah diberikan sanksi oleh Dewan Pengawas, maka ini terulang lagi karena tidak ada efek jera.

Pimpinan KPK tidak takut melakukan pelanggaran etik karena dia melihat bahwa ketika pelanggaran-pelanggaran etik dilakukan di masa lalu, sebelum-sebelumnya itu tidak ada sanksi, maka mereka melakukan lagi.

Apakah pelanggaran etik yang kerap dilakukan pimpinan karena kurangnya efek jera dari Dewas KPK?

Dewan Pengawas cukup bertanggung jawab terhadap pelanggaran-pelanggaran etik yang berulang-ulang terjadi di KPK. Karena Dewan Pengawasnya tidak bekerja maksimal. Dewan Pengawasnya takut kepada Komisioner KPK untuk memberikan sanksi.

Jadi ini peringatan kritik saya kepada Dewan Pengawas. Kalau Dewan Pengawas itu memang tidak mampu memberikan sanksi, memutus etik kepada Komisioner KPK yang melanggar etik, maka sebaiknya Dewan Pengawas mundur saja.

Daripada Dewan Pengawas ini digaji dengan gaji yang cukup besar, tapi ternyata kinerjanya nggak ada, nol. Jadi mendingan mundur saja.

Baca Juga: Firli Bahuri Didesak Mengundurkan Diri sebagai Ketua KPK

Firli Bahuri sudah memimpin KPK 4 tahun dan diperpanjang setahun setelah Nurul Ghufron menggugat. Tepat kah perpanjangan itu?

Abraham Samad Bicara soal Ketua KPK, Korupsi, hingga Dinasti Yasin Limpo(IDN Times/Irfan Fathurohman)

Menurut saya, undang-undang lama yang mencantumkan masa tugas pimpinan KPK 4 tahun sebenarnya sudah ideal ya. Oleh karena itu sebenarnya tidak perlu seorang pimpinan KPK itu mengajukan permohonan ke MK untuk meminta perpanjangan waktu.

Karena kalau pimpinan KPK sendiri yang minta perpanjangan waktu, beda kalau misalnya undang-undangnya itu dibuat dan diberikan oleh pemerintah maupun legislatif 5 tahun itu beda, nggak ada masalah.

Tapi kalau pimpinan KPKnya sendiri mengajukan permohonan minta perpanjangan waktu, itu berarti pimpinan KPKnya nggak beres, nggak benar. Kenapa nggak benar? Karena itu berarti dia hanya memikirkan kepentingan pribadinya, bukan memikirkan pemberantasan korupsi.

Dia menghabiskan waktunya untuk membuat permohonan dan membawa ke MK untuk meminta adanya perpanjangan waktu jadi pimpinan KPK. Itu kan menghabiskan waktu, seharusnya waktu itu dia gunakan untuk konsentrasi memberantas korupsi. Sebenarnya itu pelanggaran juga.

Akhir-akhir ini dunia pemberantasan korupsi tengah dihebohkan dugaan pemerasan oleh Pimpinan KPK terhadap eks Mentan SYL. Bagaimana pendapat anda soal ini?

Jadi itu kan ada laporan di Polda. Laporan itu adalah dugaan adanya pemerasan yang dilakukan pimpinan KPK terhadap mentan, Menteri Pertanian SYL yang sekarang sudah berstatus tersangka di KPK.

Ini adalah pelanggaran berat dan pelanggaran pidana kalau betul. Karena kenapa? Di dalam undang-undang KPK itu jelas-jelas disebutkan bahwa pimpinan KPK dilarang bertemu terhadap orang yang sedang terkait perkaranya diperiksa oleh KPK atau orang-orang yang terkait.

Jadi jangankan calon tersangka, orang-orang yang terkait saja di perkara itu, perkara yang sedang dilaporkan di KPK itu dilarang ketemu, berinteraksi. Ini nyata-nyata calon tersangka, pada saat itu masih calon ya, sekarang sudah tersangka, itu dilakukan pertemuan dan juga dilakukan oleh pimpinan KPK.

Oleh karena itu, kalau itu betul, maka ini adalah pelanggaran pidana yang berat. Sanksi hukumannya berat ya. Oleh karena itu sanksi hukumannya berat, maka Dewan Etik juga harus memeriksa pelanggaran etiknya. Agar supaya bisa melihat siapa-siapa saja yang terlibat.

Jangan-jangan masih ada pimpinan lain yang terlibat, bukan saja cuma yang diduga dilakukan. Oleh karena itu Dewan Etik juga harus bertindak, selain kepolisian yang sudah lebih maju ya, dalam perkara ini.

Kita berdoa, kita mendorong, agar supaya kepolisian bisa memeriksa lebih cepat dan bisa menemukan tersangkanya. Karena kalau tidak nanti seperti yang lalu-lalu, karena yang lalu juga begitu.

Di kepolisian misalnya, dugaan membocorkan dokumen kepada Kementerian ESDM, itu kan juga sudah tahap penyidikan. Tapi sampai hari ini juga belum ada tersangkanya.

Oleh karena itu mudah-mudahan saja kasus kali ini bisa cepat menemukan tersangkanya.

Baca Juga: MAKI Ungkap Kejanggalan di Balik Absennya Firli dari Panggilan Polisi

SYL saat ini sudah ditahan KPK. Menurut anda apakah hal ini akan mempengaruhi penyidikan dugaan pemerasan yang sedang berjalan di Polda?

Abraham Samad Bicara soal Ketua KPK, Korupsi, hingga Dinasti Yasin LimpoSyahrul Yasin Limpo ditahan KPK (IDN Times/Aryodamar)

Sama sekali tidak. Jadi proses penetapan tersangka Syahrul Yasin Limpo penahanannya, penangkapannya, itu sama sekali sah menurut hukum. Tidak batal demi hukum.

Oleh karena itu, itu harus lebih dipercepat lagi. Agar supaya masyarakat masih bisa percaya KPK, bahwa KPK masih bisa melakukan penegakan hukum tanpa pandang bulu.

Karena kalau KPK tidak mempercepat pemeriksaan terhadap SYL, tidak mempercepat menyelesaikan kasus SYL, nanti KPK dianggap sudah tidak berdaya, sudah tidak punya kemampuan melakukan penegakan hukum terhadap kasus-kasus korupsi yang dilakukan oleh pejabat-pejabat menteri. Setingkat, gitu.

Jadi KPK harus tidak boleh terpengaruh. Dia harus tetap konsisten menelusuri, mempercepat kasus dugaan korupsi yang dilakukan mentan agar supaya kasus ini tidak tergantung-gantung.

KPK harus sesegera mungkin membawa kasus SYL ke pengadilan. Agar supaya ini menjadi terang bumerang.

Ketua KPK Firli Bahuri diduga menjadi sosok yang memeras SYL. Perlu kah dia dinonaktifkan?

Sebenarnya kalau mau idealnya, pimpinan KPK yang diduga melakukan pemerasan harusnya nonaktif dulu agar itu mempermudah proses pemeriksaan di Polda. Sama ketika Menteri Syahrul Yasin Limpo pada saat itu, dia mengundurkan diri agar proses hukumnya bisa berjalan lancar.

Harusnya juga demikian dilakukan oleh pimpinan KPK. Paling tidak, kalau dia tidak mengundurkan diri, dia nonaktif dulu. Agar supaya pemeriksaan di kepolisian bisa berjalan lancar.

Masih menyangkut soal Syahrul. Dia bukan orang pertama di keluarga Yasin Limpo yang terjerat korupsi, apakah ada hubungannya antara dinasti politik dan korupsi?

Abraham Samad Bicara soal Ketua KPK, Korupsi, hingga Dinasti Yasin LimpoSyahrul Yasin Limpo resmi ditahan KPK (IDN Times/Aryodamar)

Kalau kita lihat seperti yang Anda tadi katakan, bahwa keluarga Pak Syahrul kan sebelumnya ada Dewi Yassin Limpo pada saat itu jadi anggota DPR. Dari Anura itu di OTT, kena OTT oleh KPK. Dan sudah dihukum, terbukti melakukan korupsi.

Kemudian yang kedua ada adik Pak Syahrul yang sekarang sudah dijatuhi hukuman. Hukuman penjara dua tahun, kalau nggak salah di pengadilan Makassar yang sidik adalah kejaksaan tinggi. Dalam kasus PDAM itu sudah dijatuhi hukuman walaupun tuntutan hukumannya 11 tahun, tapi dijatuhi hukuman dua tahun oleh pengadilan. Berarti sudah terbukti.

Ini kan sedih juga kita lihat. Bukan sedih, miris kita lihat. Karena kok bisa ada sekeluarga begitu tersangkut masalah kasus korupsi. Oleh karena itu menurut saya ini harus menjadi masukan bagi KPK pertimbangan agar supaya bisa mempercepat memberikan tuntutan hukum yang setimpal nanti kepada SYL.

Sudah ada dua saudaranya yang tersangkut kasus korupsi, ini kan memprihatinkan. Kok bisa dalam satu keluarga terjadi yang namanya korupsi dilakukan oleh saudaranya di masa lalu dan terulang lagi adiknya dan sekarang terulang lagi dilakukan.

Ini kan harus menjadi catatan bagi penegak hukum ya apa sebenarnya yang terjadi sehingga bisa terjadi korupsi berulang-ulang.

Ini kan membuktikan lagi ada teori yang menyatakan bahwa dinasti politik itu akan melahirkan korupsi gitu kan, ada teori. Nah ini terbukti lagi di kasusnya SYL.

Dinasti politik yang melahirkan korupsi karena tadi seperti yang Anda katakan ada saudara perempuannya terjerat kasus korupsi kemudian ada adiknya. Ini membuktikan kepada kita bahwa ternyata praktik dinasti politik itu akan melahirkan perilaku atau tindakan korupsi dan itu berbahaya.

Bagaimana cara melawan munculnya dinasti politik di Indonesia?

Masyarakat harus dicerahkan ya, harus diedukasi bahwa janganlah memilih pemimpin itu berdasarkan sesuatu. Misalnya Anda baru mau memilih ketika misalnya Anda diberikan sesuatu atau janji-janji.

Tapi masyarakat harus didorong, dicerahkan, diedukasi bahwa harus memilih pemimpin yang punya integritas, yang punya akhlak, yang baik, dia jujur. Jangan memilih pemimpin yang punya rekam jejak, yang punya track record sebenarnya itu tidak baik.

Karena kalau kita memilih pemimpin itu berasal dari pemimpin-pemimpin yang hanya bisa memberikan janji-janji, kemudian memberikan sesuatu, lantas itulah kita pilih tanpa melihat rekam jejaknya, tanpa melihat integritasnya, maka terjadi seperti sekarang ini.

Maka masyarakat harus diedukasi. Media juga punya tanggung jawab untuk mengedukasi masyarakat agar supaya masyarakat itu bisa dituntun agar memilih pemimpin yang jujur, memilih pemimpin yang berintegritas, memilih pemimpin yang punya akhlak baik.

Bagaimana cara melihatnya? Ya melihat rekam jejaknya. Melihat rekam jejak itu bukan berarti melihat orang itu 1-2-3 tahun kebelakang, tapi itu mengukur rekam jejak sesuatu track record itu panjang, harus dilihat beberapa puluh tahun yang lalu. Sejak dia kuliah atau sejak pertama kali dia bekerja di mana, di situ baru kita mengukur rekam jejak. Bukan 5 tahun yang lalu atau 10 tahun yang lalu.

Karena kalau kita mengukur rekam jejak 5 tahun yang lalu, maka yang kita temukan adalah kepalsuan. Karena orang yang 5 tahun atau 10 tahun yang lalu, dia sudah mencitrakan dirinya.

Kalau misalnya dia sudah berkeinginan jadi bupati, gubernur, atau menteri, maka 5 tahun atau 10 tahun yang lalu, dia sudah mem-branding dirinya, dia sudah mencitrakan dirinya dengan citra yang baik. Kepalsuan.

Tapi, mengukur atau melihat rekam jejak itu harus jauh ke belakang. 10-20 tahun yang lalu, ketika dia baru pertama kali bekerja atau ketika baru pertama kali kuliah. Di situ harus dilihat rekam jejaknya.

Baca Juga: Polda Metro Ultimatum KPK Terkait Bukti Kasus Pemerasan SYL

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya