Tangis Salamun dan Kisah Kotak Celengan Hajinya

Tukang parkir naik haji

Makkah, IDN Times - Salamun ingat betul bagaimana saat ia memesan sebuah kotak kecil kepada seorang tukang kayu tahun 2011 lalu. Sang tukang sempat bertanya kegunaan kotak tersebut. Tapi cuma dijawab singkat olehnya. "Nanti juga bakal tahu," kata Salamun mengulang jawabannya, Sabtu, (8/6/2024). 

Setelah jadi, kotak yang punya lubang pipih di bagian atas itu ia bawa pulang. Setiap hari, lembaran rupiah ia masukkan ke kotak itu. "Jadi saya ini nyelengi (nabung). Saya buat haji. Entah kenapa saat itu tiba-tiba muncul keinginan untuk haji,'' ujar tukang parkir di salah satu toko gerabah di Kecamatan Peterongan, Jombang.

 

Baca Juga: Beratap Langit, Kisah Petugas Haji Melawan Suhu 45 Derajat Celcius

Tangis Salamun dan Kisah Kotak Celengan HajinyaSalamun, tukang parkir naik haji asal Jombang. IDN Times/Faiz Nashrillah

Setiap hari, minimal ia memasukkan uang Rp10 ribu. Kadang-kadang, saat ada lebihan rezeki, Salamun bisa menabung hingga Rp50 ribu. Tak pernah terbersit sedikitpun di pikirannya menggunakan uang itu untuk keperluan lain. Pria 65 tahun ini sadar usahanya untuk mengumpulkan biaya haji tak mudah.

Tak sekadar menabung, dia barengi usahanya dengan rutin salat Tahajud. Setiap bertemu dengan ulama Salamun juga selalu meminta doa dan petunjuk. Seorang ulama pun memberi pesan khusus untuknya.

''Beliau meminta setiap salat tahajud, saya wiridan dan istighfar 100 kali. Selawatnya 200 kali, terus mendoakan Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, dan siti hajar. Itu rutin setiap hari,'' ujarnya.

Tangis Salamun dan Kisah Kotak Celengan HajinyaSalamun, tukang parkir naik haji asal Jombang. IDN Times/Faiz Nashrillah

Setelah lima tahun menabung, Salamun membongkar celengannya. Ia tak menyangka tabungannya terkumpul Rp25 juta. Segera, saat itu juga, ia meminta sang anak mendaftarkan haji ke salah satu bank. Mulanya sang anak tak percaya bahkan Salamun punya uang sebanyak itu. Wajar, ia mengaku tak bercerita kepada anak dan istri soal tabungan tersebut.

Berdasarkan hitungan Salamun, tabungan Rp25 nyaris sulit terwujud dalam lima tahun. Maklum, pendapatannya tak menentu. ''Tapi ini semua karena Allah.''

Setelah mendaftar haji, Salamun kembali mengisi tabungannya untuk melunasi biaya haji. Ia nyaris tidak ambil libur kerja. Sebagai tulang punggung utama keluarga, Salamun sadar tak bisa hanya mengandalkan pendapatan dari istrinya yang hanya seorang pedagang kecil. ''Paling banyak sehari dapat Rp100 ribu dari markir. Saya pokoknya markir ini agak non stop. Saya mulai markir jam 9 sampai Maghrib. Istirahat kalau untuk salat saja,'' kata Salamun.

Hebatnya, Salamun tak hanya menyisihkan hasil keringatnya untuk biaya haji. Ia juga menyediakan kotak tabungan lain untuk biaya pendidikan. Hasilnya luar biasa. Meski hanya berprofesi sebagai tukang parkir, ia mampu menuntaskan pendidikan lima anaknya. ''Semua anak saya Alhamdulillah sarjana,'' ujarnya bangga.

Usai menanti 13 tahun, panggilan itu akhirnya datang di tahun 2024. Ia haru bukan kepalang. Salamun berkali-kali tercekat saat ditanya tentang perasaannya bisa sampai ke Tanah Suci. Yang paling bikin dia senang adalah ia bisa menyusuri jalan yang dilewati Nabi Ibrahim, sosok yang ia doakan setiap sepertiga malam.

''Ya saya bersyukur gak nyangka bisa ke sini. Di depan Ka'bah saya tidak minta apa-apa. Saya minta anak saya bisa seperti saya, bisa nyampe sini,'' ujarnya sambil mengusap air mata. Ia diam lama, gagal mengakhiri perbincangan dengan kata-kata.

Baca Juga: Cerita Mahira dan Aziz, Diundang Allah ke Tanah Suci di Usia Belia

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya