TAP MPR Soeharto Dicabut, Amnesty Internasional: Ini Langkah Mundur

Kebijakan ini disebut merugikan korban pelanggaran HAM

Jakarta, IDN Times - Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid, mengatakan keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI yang mencabut nama Soeharto dari Ketetapan MPR Nomor 11 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) patut atau harus dikritik.

"Ini langkah mundur perjalanan Reformasi. Jalan pengusutan kejahatan korupsi, kerusakan lingkungan maupun pelanggaran HAM selama 32 tahun Soeharto berkuasa belum selesai diungkap," kata Usman Hamid dalam keterangan yang diterima IDN Times (26/9/2024).

1. Berdampak pada rakyat sipil

TAP MPR Soeharto Dicabut, Amnesty Internasional: Ini Langkah MundurKetua MPR, Bambang Soesatyo dalam Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR-DPD RI tahun 2024, pada Jumat (16/8/2024). (YouTube.com/DPR RI)

Usman Hamid menyampaikan, dalam hal ini MPR membuat preseden buruk yang membuka jalan untuk membersihkan kesalahan-kesalahan penguasa masa lalu.

"lalu, ini akan berdampak pada kian menyempitnya ruang gerak masyarakat sipil. Ini juga menyempitkan ruang gerak korban kejahatan masa lalu untuk menyuarakan hak-hak mereka," ujarnya.

Baca Juga: MPR Resmi Cabut Nama Soeharto dari TAP Nomor 11 Tahun 1998 soal KKN

2. Korban pelanggaran HAM

TAP MPR Soeharto Dicabut, Amnesty Internasional: Ini Langkah MundurKetua MPR RI Bambang Soesatyo tegaskan bakal bersaing dalam perebutan kursi Ketua Umum Partai Golkar. (IDN Times/Amir Faisol)

Bukan hanya itu, kebijakan MPR RI tersebut juga dirasa akan mempersempit ruang sipil bagi para masyarakat sipil yang bergerak di sektor anti korupsi dan korban pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) masa lalu.

"Mulai dari korban peristiwa pembantaian orang-orang yang dicap pendukung PKI 1965-1966, peristiwa penembakan misterius 1982-1985, peristiwa Tanjung Priok 1984, peristiwa Lampung 1989, peristiwa penghilangan paksa 1997-1998, Tragedi Trisakti dan Kerusuhan Mei 1998, hingga korban peristiwa pelanggaran HAM selama penetapan status DOM di Aceh, Papua dan Timor Timur," bebernya.

3. Melecehkan korban pelanggaran HAM

TAP MPR Soeharto Dicabut, Amnesty Internasional: Ini Langkah MundurIlustrasi Hak Asasi Manusia (HAM). (IDN Times/Aditya Pratama)

Terakhir, Usman juga menyoroti keputusan MPR tersebut dilakukan beriringan dengan gagasan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto.

"Ini jelas melecehkan korban dan keluarga korban pelanggaran HAM selama rezim Soeharto yang terus menuntut keadilan. Jika itu diambil, ini jelas berpotensi menghianati reformasi 1998, yang berusaha menjamin tegaknya kebebasan politik dan keadilan sosial," ujar dia.

 

Baca Juga: Amnesty Internasional: Situasi Hukum di Indonesia Memburuk

Topik:

  • Ilyas Listianto Mujib

Berita Terkini Lainnya