Kemenkes: Bakteri Pemakan Daging yang Mewabah di Jepang Belum Masuk RI

Tidak ada pembatasan perjalanan ke Jepang sejauh ini

Intinya Sih...

  • Kasus bakteri pemakan daging STSS melanda Jepang, belum masuk ke Indonesia
  • Bakteri Streptococcus pyogenes kelompok A dapat menghancurkan kulit, lemak, dan jaringan dalam waktu singkat
  • Penularan STSS terjadi melalui pernapasan dan droplet, pihak Kemenkes terus memantau situasi di Indonesia

Jakarta, IDN Times - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengatakan, kasus bakteri pemakan daging yang mewabah di Jepang belum dilaporkan masuk ke Indonesia.

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan, Jepang sedang dilanda infeksi sindrom syok toksik streptokokus (STSS) yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus pyogenes kelompok A. Kasus STSS di Jepang telah melampaui 1.000 dan menjadi perhatian global.

Nadia menjelaskan bakteri ini dijuluki “pemakan daging” karena dapat menghancurkan kulit, lemak, dan jaringan di sekitar otot dalam waktu singkat.

"Penularan STSS terjadi melalui pernapasan dan droplet, yaitu percikan ludah atau lendir dari penderita," kata Nadia dilansir ANTARA, Kamis (27/6/2024).

Meski belum ada laporan, pihaknya terus memantau situasi melalui surveilans sentinel Influenza Like Illness (ILI) – Severe Acute Respiratory Infection (SARI) dan pemeriksaan genomik.

 

 

1. Gejala awal peradangan pada tenggorokan dan dapat berakibat fatal

Kemenkes: Bakteri Pemakan Daging yang Mewabah di Jepang Belum Masuk RIilustrasi batuk (pexels.com/Towfiqu barbhuiya)

Nadia mengatakan pada kasus STSS yang dilaporkan di Jepang, umumnya kasus di rumah sakit yang disebabkan bakteri streptokokus yang biasanya muncul dengan gejala faringitis atau peradangan pada tenggorokan atau faring.  

Infeksi STSS, kata dia, bisa berakibat fatal, karena pasien dapat mengalami sepsis dan gagal multiorgan. Akan tetapi, penyebabnya secara pasti masih belum diketahui karena gejala STSS biasanya ringan dan dapat sembuh dengan sendirinya dalam waktu singkat.

Baca Juga: Apa Itu Bakteri Pemakan Daging di Jepang? Kenali Bahayanya

2. Belum ada pembatasan perjalanan ke Jepang

Kemenkes: Bakteri Pemakan Daging yang Mewabah di Jepang Belum Masuk RIilustrasi kereta di Jepang (unsplash.com/Don Fontijn)

Jepang telah melaporkan kasus infeksi streptokokus dalam sistem notifikasi surveilans sejak 1999. Pada 2023, terdapat 941 kasus, dan angka ini meningkat menjadi 977 kasus pada Juni 2024.

Meskipun mengkhawatirkan, tingkat penyebaran STSS jauh lebih rendah dibandingkan dengan COVID-19. Masyarakat diimbau untuk tetap menerapkan perilaku hidup sehat, menggunakan masker saat sakit, dan membiasakan mencuci tangan secara rutin.

"Yang paling penting saat ini, kebiasaan baik yang sudah terbentuk di masa pandemi COVID-19 terus dijalankan seperti cuci tangan pakai sabun dan memakai masker, sehingga meminimalisir perpindahan droplet lewat pernafasan," kata Nadia.

Hingga saat ini, tidak ada pembatasan perjalanan dari dan ke Jepang terkait dengan STSS.

Baca Juga: 6 Strategi Kemenkes Atasi Kenaikan Kasus DBD

3. Belum ada vaksin untuk mencegah infeksi bakteri pemakan daging ini

Kemenkes: Bakteri Pemakan Daging yang Mewabah di Jepang Belum Masuk RIVaksin booster mulai disuntikkan kepada warga (IDN Times/Herka Yanis)

Berdasarkan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terkait peningkatan kasus iGAS atau invasive Group A Streptococcal disease, termasuk STSS, di Eropa pada Desember 2022, tidak ada rekomendasi pembatasan perjalanan ke negara-negara yang terdampak.

Pengobatan STSS dilakukan dengan pemberian antibiotik. Hingga saat ini, belum ada vaksin khusus untuk mencegah infeksi bakteri “pemakan daging” ini.

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya