Terbukti Lakukan Bullying, Kemenkes Jatuhkan Sanksi Berat ke 39 Dokter

Kemenkes terima ratusan laporan perundungan

Intinya Sih...

  • Kementerian Kesehatan menerima 356 laporan perundungan sejak Juli 2023.
  • Perundungan terjadi di RS vertikal dan luar RS vertikal, dengan 39 kasus yang telah diberikan saksi tegas.
  • Sanksi bagi pelaku perundungan meliputi teguran tertulis, skorsing, penurunan pangkat, pembebasan jabatan, atau pemberhentian sebagai pegawai rumah sakit.

Jakarta, IDN Times - Tragedi kematian dokter Aulia yang diduga mengakhiri hidup akibat perundungan membuka tabir di pendidikan dokter spesialis. Kementerian Kesehatan mengatakan sampai saat ini telah menerima ratusan laporan perundungan.

Juru Bicara Kementerian Kesehatan, M. Syahril mengatakan, sejak Juli 2023 hingga 9 Agustus 2024, pihaknya telah menerima 356 laporan perundungan dengan rincian 211 laporan terjadi di RS vertikal dan 145 laporan dari luar RS vertikal.

"Sampai saat ini telah menerima ratusan laporan pengaduan perundungan yang dikirim lewat website perundungan.kemkes.go.id, 39 di antaranya telah diberikan saksi tegas," ujar Syahril dalam keterangan, Selasa (20/8/2024).

1. Bully non verbal dan intimidasi

Terbukti Lakukan Bullying, Kemenkes Jatuhkan Sanksi Berat ke 39 DokterStop, Enough (pixabay.com/Alexa)

Syahril mengakui ada banyak jenis perundungan yang dilaporkan yakni perundungan non fisik, non verbal, jam kerja yang tidak wajar, pemberian tugas yang tidak ada kaitan dengan pendidikan serta perundungan verbal berupa intimidasi.

"Dari hasil investigasi yang dilakukan terhadap 156 kasus bullying, sebanyak 39 peserta didik (residen) maupun dokter pengajar (konsulen) telah diberikan sanksi tegas," imbuhnya.

Baca Juga: Menkes Terima Buku Harian dari Keluarga Dokter Aulia

2. Kemenkes akan tindak tegas bully

Terbukti Lakukan Bullying, Kemenkes Jatuhkan Sanksi Berat ke 39 DokterJuru Bicara Kemenkes RI, Mohammad Syahril luruskan informasi dokter asing. (dok. Kemenkes)

Sementara itu, lanjut Syahril, untuk 145 laporan di luar RSV, telah dikembalikan ke instansinya untuk ditindaklanjuti.

Kemenkes akan selalu menindak tegas pelaku bullying. Selain itu, namanya juga akan ditandai di SISDMK (Sistem Informasi Sumber Daya Manusia Kesehatan) sebagai pelaku perundungan,” katanya.

 

Baca Juga: Menkes Ungkap Bullying PPDS: Ucapan Rasis hingga Gerakan Tutup Mulut

3. Sanksi berat dipecat

Terbukti Lakukan Bullying, Kemenkes Jatuhkan Sanksi Berat ke 39 DokterMenteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin meninjau langsung pelaksanaan operasi jantung tersebut pada Jumat (28/6/2024). (dok. Kemenkes)

Terkait pemberian sanksi, Syahril mengatakan bahwa hal tersebut sejalan dengan Instruksi Menteri Kesehatan Nomor HK.02.01/Menkes/1512/2023 tentang Pencegahan dan Perundungan Terhadap Peserta Didik Pada Rumah Sakit Pendidikan Di Lingkungan Kementerian Kesehatan.

Setelah terkonfirmasi adanya kasus perundungan, ada 3 jenis sanksi yang diberlakukan bagi pelaku perundungan yakni, sanksi ringan, berupa teguran tertulis, sanksi sedang berupa skorsing selama jangka waktu tiga bulan dan, sanksi berat berupa penurunan pangkat satu tingkat lebih rendah selama 12 bulan, pembebasan dari jabatan, dan/atau pemberhentian sebagai pegawai rumah sakit.

Bagi tenaga pendidik dan pegawai lainnya: 

a) Sanksi ringan berupa teguran tertulis; b) Sanksi sedang berupa skorsing selama jangka waktu 3 (tiga) bulan; dan c) Sanksi berat berupa penurunan pangkat satu tingkat lebih rendah selama 12 bulan, pembebasan dari jabatan, pemberhentian sebagai pegawai rumah sakit, dan/atau pemberhentian untuk mengajar.

Bagi peserta didik:

Aa) Sanksi ringan berupa teguran lisan dan tertulis;

b) Sanksi sedang berupa skorsing paling sedikit tiga bulan; dan

c) Sanksi berat berupa mengembalikan peserta didik kepada penyelenggara pendidikan dan/atau dikeluarkan sebagai peserta didik.

 

Depresi bukanlah persoalan sepele. Jika Anda merasakan tendensi untuk melakukan bunuh diri, atau melihat teman atau kerabat yang memperlihatkan tendensi tersebut, amat disarankan untuk menghubungi dan berdiskusi dengan pihak terkait, seperti psikolog, psikiater, maupun klinik kesehatan jiwa.

Saat ini, tidak ada layanan hotline atau sambungan telepon khusus untuk pencegahan bunuh diri di Indonesia. Kementerian Kesehatan Indonesia pernah meluncurkan hotline pencegahan bunuh diri pada 2010. Namun, hotline itu ditutup pada 2014 karena rendahnya jumlah penelepon dari tahun ke tahun, serta minimnya penelepon yang benar-benar melakukan konsultasi kesehatan jiwa.

Walau begitu, Kemenkes menyarankan warga yang membutuhkan bantuan terkait masalah kejiwaan untuk langsung menghubungi profesional kesehatan jiwa di Puskesmas atau Rumah Sakit terdekat.

Kementerian Kesehatan RI juga telah menyiagakan lima RS Jiwa rujukan yang telah dilengkapi dengan layanan telepon konseling kesehatan jiwa:

RSJ Amino Gondohutomo Semarang(024) 6722565
RSJ Marzoeki Mahdi Bogor(0251) 8324024, 8324025
RSJ Soeharto Heerdjan Jakarta(021) 5682841
RSJ Prof Dr Soerojo Magelang(0293) 363601
RSJ Radjiman Wediodiningrat Malang(0341) 423444

Selain itu, terdapat pula beberapa komunitas di Indonesia yang secara swadaya menyediakan layanan konseling sebaya dan support group online yang dapat menjadi alternatif bantuan pencegahan bunuh diri dan memperoleh jejaring komunitas yang dapat membantu untuk gangguan kejiwaan tertentu.

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya