Risma Aksi: Perempuan Jadi Aktor Utama Kebijakan, Bukan Pelengkap

Second NDC Indonesia itu meletakkan perempuan sebagai korban

Jakarta, IDN Times - Aksi! for Gender, Social and Ecological Justice menegaskan dalam seluruh proses kebijakan maupun implementasi proyek iklim adaptasi mitigasi, penting meletakkan perempuan sebagai aktor utama bukan sekedar pelengkap kebijakan.

Perwakilan Aksi, Risma Umar, menegaskan pihaknya menemukan perempuan hanya jadi pelengkap dalam proyek iklim di pemerintahan.

"Penting meletakkan perempuan sebagai aktor utama, bukan pelengkap. Aktor utama artinya apa? Meaningful participation dalam proses pengambilan keputusan, baik nasional maupun di tingkat proyek," ujar Risma dalam Workshop Internasional Climate Internasional (IKI), Jakarta, Rabu (17/9/2024).

"Jangan sampai karena dia dilihat sebagai dampak, perempuan dimobilisasi, diklaim sebagai terlibat. Kami banyak sekali menemukan data itu," ujar sambungnya.

1. Second NDC Indonesia meletakkan perempuan sebagai korban

Risma Aksi: Perempuan Jadi Aktor Utama Kebijakan, Bukan PelengkapDialog multipihak Kelompok Perempuan Akar Rumput Jakarta bersama Aksi! di Jakut, Selasa (11/6/2024). (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Risma menegaskan Aksi tengah memantau Penyusunan Dokumen Komitmen Iklim Indonesia (Second NDC). Dia mempertanyakan aspek gender apakah diletakkan sebagai aktor utama dalam Second NDC.

"Apakah dalam strategi Second NDC Indonesia, aspek gender itu diletakkan sebagai aktor utama? Atau dalam kajian kami, Second NDC Indonesia itu meletakkan perempuan sebagai korban, tapi di tingkat indikator hilang. Bahkan di tingkat strategi programnya juga enggak ada," ujarnya.

Baca Juga: Pemerintah Tak Serius, Teriak Peduli Perempuan Tapi Anggaran Kecil

2. Proyek mitigasi tidak libatkan perempuan

Risma Aksi: Perempuan Jadi Aktor Utama Kebijakan, Bukan PelengkapWorkshop Internasional Climate Internasional (IKI) internasional di Hotel Pullman Rabu (17/9/2024). (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Risma mengatakan dalam proyek-proyek mitigasi yang dibuat pemerintah Indonesia, mulai dari proyek di kelautan, kehutanan, sekitar energi, gender transformasi itu hampir tidak ada.

"Jadi harus ada. Jadi poin saya, karena kita bicara soal itu, pemerintah wajib meletakkan itu, kalau tidak, kami akan protes terus sampai ke tingkat internasional," katanya.

Baca Juga: Bappenas: Partisipasi Perempuan Lebih Tinggi dalam Dua Dekade Terakhir

3. Pencapaian target pengurangan emisi GRK

Risma Aksi: Perempuan Jadi Aktor Utama Kebijakan, Bukan PelengkapKonpers KLHK Terkait Second NDC/DOK kementerian LHK

Sementara, berdasarkan mandat Paris Agreement, setiap negara harus menyampaikan Second NDC paling lambat Maret 2025. Meski begitu, Indonesia merencanakan menyampaikan lebih awal pada Agustus 2024. Hal ini menjadi bagian upaya Indonesia untuk terus meningkatkan komitmennya dalam mengatasi dampak perubahan iklim global.

Terkait proses dan progres kesiapan Second NDC Indonesia dimaksud, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI), Laksmi Dhewanthi, menjelaskan komitmen Second NDC yang berbeda dari komitmen yang terdapat pada NDC sebelumnya, baik First NDC, Updated NDC maupun Enhanced NDC. 

Second NDC akan membandingkan pengurangan emisi GRK terhadap tahun rujukan atau reference year 2019, yang berbasis inventarisasi Gas Rumah Kaca (GRK). Jadi tidak lagi menggunakan baseline business as usual.

"Dengan penggunaan tahun rujukan yang sama, maka pengurangan emisi GRK antar negara dapat dibandingkan atau diagregasikan secara lebih akurat," ujarnya.menggelar konferensi pers di Jakarta, Senin, 22 April 2024, dikutip laman Kementerian LHK.

Komitmen baru dalam Second NDC akan diberlakukan untuk pencapaian target pengurangan emisi GRK, dengan kemampuan sendiri (unconditional) dan dengan dukungan internasional (conditional) pada 2031 sampai 2035, yang sejalan dengan skenario 1,5°C. 

Lebih lanjut, Laksmi mengatakan, dalam dokumen Second NDC, Indonesia juga akan memutakhirkan kerangka transparansi yang mencakup Sistem Registri Nasional (SRN) dan MRV (measurement, reporting and verification).

"Ini dilakukan untuk memastikan pencapaian target NDC dan pelaksanaan Nilai Ekonomi Karbon untuk mendukung NDC yang terverifikasi dan berkontribusi terhadap upaya global mencegah kenaikan suhu pada 1,5°C," terangnya

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya