Rakyat Menjerit Butuh Makan, Dana Bansos Malah Diembat

Bansos dalam bentuk uang tunai mungkinkan tidak dikorupsi?

Jakarta, IDN Times - Di tengah pandemik COVID-19, rakyat menjerit kebingungan. Tidak sedikit yang kehilangan pekerjaan hingga kelaparan. Ironisnya, dana bantuan yang semestinya bisa menyambung hidup rakyat diembat oleh pejabat.

Masih lekat diingatan, saat rakyat terlelap, Minggu dini hari, 6 Desember 2020, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Menteri Sosial (Mensos) non-aktif, Juliari Peter Batubara, sebagai tersangka penerima suap kasus dugaan korupsi program bantuan sosial (bansos) COVID-19. 

Dalam kasus ini, Juliari diduga menerima suap sebesar Rp17 miliar. Jumlah tersebut merupakan fee tiap paket sembako sebesar Rp10 ribu.

Kasus tersebut rupanya menguak kebobrokan bansos, publik pun berlomba-lomba mengungkapkan kekecewaan mulai dari isi paket sembako yang semakin sedikit, kualitas yang paling rendah, serta bantuan yang tidak tepat sasaran dan merata. Seberapa besar dampak korupsi bansos yang dilakukan Juliari terhadap rakyat miskin? Berikut ulasan IDN Times.

Baca Juga: Juliari Batubara Tidak Dijerat Pasal Hukuman Mati, Ini Alasan KPK

1. Warga Bandung ini hanya bisa gigit jari sejak awal pandemik

Rakyat Menjerit Butuh Makan, Dana Bansos Malah DiembatInfografis Stimulus Ekonomi Indonesia selama Pandemik COVID-19 (IDN Times/Arief Rahmat)

Kamis, 2 April 2020, bertempat di Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Menteri Sosial Juliari Peter Batubara menebar senyum dan
memberikan harapan. Juliari menegaskan bahwa negara hadir dengan menggelontorkan stimulus Rp405 triliun untuk penanganan COVID-19.

"Kehadiran negara di tengah masa situasi pandemik COVID-19 ini sebagaimana disampaikan presiden, melengkapi dua paket stimulus yang terakhir digelontorkan Rp450 triliun. Dari paket stimulus tersebut di antaranya dialokasikan untuk program "social safety net" atau jaring pengaman sosial sebesar Rp110 triliun," kata Juliari dalam konferensi pers yang berlangsung secara daring.

Terang saja peryataan Juliari membuat rakyat yang kebingungan jelang bulan Ramadan tersenyum lega. Satu di antaranya adalah Asmawati, warga kelurahan Cicaheum, Bandung, Jawa Barat.

Asmawati senang pemerintah akan memberikan paket bantuan sembako, sebab empat anaknya tidak akan kelaparan. Namun sayang, sampai sembilan bulan wabah melanda, dia hanya bisa gigit jari, bantuan dari Kemensos tidak pernah dia dapatkan.

Pada IDN Times, Asmawati mengaku hampir tiap hari anak-anaknya hanya makan mi instan. Bahkan sudah tiga hari berturut-turut mereka hanya makan mi instan. Dia menceritakan, suaminya yang bekerja sebagai buruh serabutan turut terimbas COVID-19, sehingga keadaan ekonominya terpuruk selama pandemik melanda.

"Biasanya suami kerja serabutan, jadi tukang parkir atau buruh bangunan tapi saat ada COVID tidak ada penghasilan sama sekali, baru beberapa bulan ini kerja tapi gak seperti dulu," ceritanya.

Asmawati terpaksa banting tulang menjadi buruh cuci. Sebab ada empat anak yang harus diberi makan setiap hari. Mirisnya, Asmawati belum pernah mendapatkan bansos dari pemerintah dengan alasan bukan penduduk setempat.

"KTP saya masih Kalimantan jadi saya ini perantauan, kata Pak RT yang dapat yang KTP sini," kata Asmawati.

Meski demikian, dia bersyukur beberapa kali mendapatkan bantuan dari Organisasi Kemanusian berupa sembako, meski tidak setiap bulan.

2. Isi paket bansos sembako tidak sampai Rp300 ribu

Rakyat Menjerit Butuh Makan, Dana Bansos Malah DiembatIlustrasi isi bansos Kemensos yang dibagikan di Jakarta, Bekasi, Depok (Dok. IDN Times/Istimewa)

Sementara itu, Warga Cianjur, Bogor, Jawa Barat bernama Nur Kholifah lebih beruntung. Dia mendapatkan bansos yang dijanjikan pemerintah. Meski demikian, dia baru dua kali menerima bansos dari Kemensos yakni pada Mei dan Juni 2020.

Nur membeberkan, bansos dari Kemensos berisi beras 5 kilogram sebanyak 2 bungkus (total 10 kilogram), sabun mandi sebanyak 3 batang, 10 bungkus mi instan, 2 kaleng sarden, 2 kaleng kornet, minyak 2 liter, susu UHT 5 kotak, saus sambal, kecap, dan teh celup.

"Kalau ditotal ya gak nyampe Rp300 ribulah, itu juga isinya gak bermerek semua, berasnya juga bau, sarden cair, tapi ya saya masih bersyukur dapat bantuan," ujar Nur saat dihubungi IDN Times.

Dia mengirim foto isi paket bansos yang sempat dia abadikan saat itu. Berdasarkan foto tersebut, IDN Times mencoba merinci harga sembako dalam tas bertuliskan 'Kemensos Hadir'. 

Berikut rincian harga eceran sembako yang dipantau IDN Times melalui marketplace.

- Mi instan @Rp2.275 x 10 bungkus = Rp22.750
- Kornet merek Pronas @Rp17.900 x 2 kaleng = Rp35.800
- Sarden merek Maya @Rp7.300 x 2 kaleng = Rp14.600
- Kecap @Rp6.500 x 1 botol = Rp6.500
- Saus sambal merek ABC @Rp8.600 x 1 botol = Rp8.600
- Sabun batangan @Rp2.600 x 3 buah = Rp7.800
- Minyak promoo 2 liter = Rp24.000
- Teh merek Sosro = Rp4.990 
- Susu UHT Fs @Rp2.950 x 5 kotak = Rp14.750
- Beras 5 kg harga Rp65 ribu x 2 bungkus (10 kg) = Rp130.000

Total Rp269.790

3. Ombudsman mendapatkan banyak laporan dan keluhan soal bansos

Rakyat Menjerit Butuh Makan, Dana Bansos Malah DiembatIlustrasi warga penerima Bansos (ANTARA FOTO/FB Anggoro)

Sementara itu, Ketua Ombudsman Amzulian Rifai mengatakan, banyak laporan dari masyarakat tentang pembagian bansos COVID-19 yang tidak merata. Selain itu, masyarakat juga banyak mengadukan tentang tidak jelasnya prosedur dan persyaratan untuk menerima bansos.

"Kemudian ada pula aduan karena kondisi masyarakat yang lebih darurat lapar, namun tidak terdaftar sebagai penerima bantuan, dan terdaftar tapi tidak dapat menerima bantuan di tempat domisili karena KTP pendatang,” kata Amzulian dilansir dari halaman Ombudsman, Rabu (16/12/2020)

“Sebaliknya, COVID-19 mengakibatkan kelompok menengah rentan mendadak miskin, oleh karenanya akurasi data niscaya menjadi persoalan,” dia menambahkan.
 
Hal lain yang dilaporkan terkait bansos, lanjut Amzulian, di antaranya adalah jumlah bansos yang diterima tidak sesuai dengan yang telah ditentukan. Mereka juga tidak dapat menerima bansos karena tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Kartu Keluarga (KK), serta adanya permintaan imbalan dari petugas ketika mendaftar sebagai penerima bantuan.

4. Kata Kemensos soal banyaknya keluhan tentang bansos

Rakyat Menjerit Butuh Makan, Dana Bansos Malah DiembatMenko PMK selaku Mensos Ad Interim Muhajir Effendy (kanan) bersama Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial Hartono Laras (kiri) menggelar media briefing di Gedung Kemensos, Senin (14/12/2020) (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Carut marutnya penyaluran bansos membuat Sekretaris Jenderal Kemensos Hartono Laras buka suara. Hartono mengakui, pihaknya memang menerima berbagai masukan terkait penyaluran bansos sembako, baik terkait kualitas maupun harganya.

“Ini sudah kami tindak lanjuti. Sembako yang kualitasnya berbeda, segera vendor untuk saat itu juga diganti. Ada uji tangan. Demikian pula dengan beras. Dan kami tidak segan menegur atau memberi sanksi kepada vendor yang tidak berkomitmen. Kalau jenis barang memang bisa berbeda merek atau barangnya. Namun harga dan jenisnya sama atau setara,” kata dia dalam siaran tertulis, Kamis 29 Oktober 2020.

Hartono juga menyinggung adanya berbagai informasi yang berkembang di tengah masyarakat. Salah satunya yang berkembang di media yang menyebutkan, harga satu paket sembako bukan Rp300 ribu melainkan Rp270 ribu.

“Untuk isi bahan pangan dalam satu paket bansos senilai Rp270 ribu. Kemudian untuk harga goodie bag dan transporter senilai Rp30 ribu. Ya kan paket sembako ini perlu dikemas supaya mudah didistribusikan. Kemudian, untuk transportasi ini juga timbul biaya. Jadi dipastikan, biaya untuk satu paket bansos adalah Rp300 ribu,” katanya.

5. Bansos sembako diubah menjadi tunai pada 2021

Rakyat Menjerit Butuh Makan, Dana Bansos Malah DiembatPetugas PT Pos Indonesia menyerahkan bantuan sosial (bansos) tunai tahap pertama ke salah seorang KPM di Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu (22/4) (Dok. Kemensos)

Di tengah penyaluran bansos yang masih banyak kendala, Menteri Sosial Juliari P Batubara sebagai nakhoda di Kemensos justru terjerat kasus dugaan korupsi bansos. Presiden Joko "Jokowi" Widodo pun segera menunjuk Menko PMK Muhadjir Effendy sebagai pengganti sementara Juliari.

Muhadjir menegaskan, bansos untuk warga terdampak COVID-19 pada 2021 akan tetap dibagikan. Namun, bantuan diubah dari sebelumnya paket sembako menjadi uang tunai.

Muhadjir mengatakan, bansos disalurkan selama semester pertama 2021. Dengan skema untuk kartu sembako jumlahnya 18,8 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dan 10 juta Program Keluarga Harapan (PKH).

"Selain itu, akan ada tambahan bantuan dalam rangka jaring pengaman sosial tunai 10 juta (KPM) dan bantuan dana desa sekitar 7,8 juta (KPM), nanti akan tetap disalurkan, jumlah per bulannya sementara Rp200 ribu, tapi kemungkinan akan dinaikkan menjadi Rp 300 ribu," ujarnya di Gedung Kemensos, Senin (14/12/2020).

Masih kata Muhadjir, bantuan sosial tunai (BST) tersebut juga diterapkan bagi warga terdampak COVID-19 di Jakarta. Meski demikian, untuk teknis dan besaran jumlah bantuan masih dalam tahap koordinasi.

"Insyaallah untuk DKI Jakarta kita pastikan dana (bantuan) sama dengan pusat, jangan sampai berbeda," katanya.

Dia menambahkan, bantuan tunai tersebut nantinya akan ditransfer langsung ke rekening penerima manfaat. Namun, Muhadjir mengakui tidak semua KPM mempunyai rekening sehingga nantinya akan diantar melalui pos.

Muhadjir menampik, perubahan bentuk bantuan tersebut sebagai imbas dari adanya kasus korupsi yang dilakukan pejabat Kemensos beberapa waktu lalu. Namun lebih karena disesuaikan dengan kondisi.

"Dulu sembako karena antisipasi mau lebaran agar masyarakat dapat langsung bahan makanan jelang lebaran, selain itu jangan sampai dibawa mudik, dan gak kalah penting untuk menggairahkan sektor usaha kecil menengah dan mikro," imbuhnya. 

6. Diusulkan mekanisme penyaluran bansos diubah jadi uang tunai agar lebih transparan

Rakyat Menjerit Butuh Makan, Dana Bansos Malah Diembat

Terkait masalah ini, pakar Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan FISIPOL UGM, Hempry Suyatna menegaskan, kondisi politik Indonesia yang cenderung bernuansa politik transaksional dan balas budi seringkali menjadi celah terus terjadinya korupsi.

Menurutnya, penyaluran bansos dalam bentuk barang yang selama ini dilakukan pemerintah melalui Kemensos, rawan dikorupsi.

Untuk meminimalkan risiko penyelewangan dana bansos, Hempry mengusulkan agar  mekanisme penyaluran bansos diubah menjadi uang tunai atau cash transfer.

“Dengan cash transfer memungkinan transparansi penyaluran bansos bisa lebih dipertanggungjawabkan,” ujar Hempry dilansir situs UGM.ac.id, Kamis (17/12/2020).

Baca Juga: Bansos Dikorupsi, Kelompok Disabilitas: Banyak Sembako Kedaluwarsa

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya