Peneliti Temukan Ancaman Kesehatan pada Perasa Rokok

Prevalensi perokok aktif meningkat

Jakarta, IDN Times - Penelitian Institute of Global Tobacco Control (IGTC) Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health, membuktikan tambahan rasa pada pada rokok secara signifikan meningkatkan jumlah perokok aktif.

“Perasa meningkatkan daya tarik produk tembakau dan tingkat konsumsinya. Hal ini cukup jelas dari hubungan antara keberadaaan zat perasa di produk tembakau dengan biaya kesehatan dan sosial yang menghabiskan sekitar 1.6 juta Dolar Amerika Serikat pada tahun 2019 dan jumlah kematian yang berkaitan dengan tembakau sekitar 225 ribu per tahun,” tulis laporan penelitian Beladenta Amalia, dalam keterangannya, Selasa (4/7/2023).

1. Rokok yang beredar miliki perasa yang tinggi

Peneliti Temukan Ancaman Kesehatan pada Perasa Rokokilustrasi cukai rokok (IDN Times/Arief Rahmat)

Beladenta menerangkan IGTC telah melakukan penelitian pada rokok kretek dan rokok putih berperasa yang beredar luas pasaran Indonesia. Hasilnya, kandungan kadar kimianya tinggi

"Kedua jenis rokok ini memiliki variasi perasa kimia dengan berbagai tingkat kandungan. Beberapa diantaranya memiliki kadar perasa kimia yang tinggi," kata Beladenta Amalia.

Baca Juga: 10 Rokok Termahal di Dunia, Perokok Ketengan Minggir Dulu!

2. Senyawa perasa memiliki kaitan dengan berbagai masalah kesehatan

Peneliti Temukan Ancaman Kesehatan pada Perasa Rokokilustrasi merokok (IDN Times/Arief Rahmat)

Menurut laporan tersebut, keberadaan berbagai macam perasa dan ketersediaaan di luar yang luas ini mengkhawatirkan. Senyawa perasa memiliki kaitan dengan berbagai masalah kesehatan seperti edema paru-paru berdarah, infeksi saluran pernafasan dan peradangan akut.

"Selain itu variasi rasa ini mendorong penggunaan dan memperluas pasar konsumen produk tembakau yang mematikan," beber Beladenta Amalia.

3. Sebanyak 38 persen penduduk Indonesia berusia 15 tahun perokok

Peneliti Temukan Ancaman Kesehatan pada Perasa RokokIlustrasi rokok (IDN Times/Indiana Malia)

Beladenta mengungkapkan, perasa kimiawi yang dipasarkan pada konsumen di Indonesia, di antaranya adalah senyawa cengkeh seperti eugenol menthol, hingga perasa kimiawi tambahan lainnya.

Dia menyayangkan tidak ada larangan terhadap produk tembakau dengan perasa di Indonesia. Padahal, negara ini tercatat memiliki sekitar 68 juta perokok dewasa. Kebanyakan dari mereka mengonsumsi kretek dengan campuran cengkeh.

"Pada tahun 2020, tercatat sekitar 38 persen penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas merupakan perokok, 72 persen di antaranya pria," kata dia.

4. Prevalensi merokok di populasi usia 10 sampai 18 tahun meningkat

Peneliti Temukan Ancaman Kesehatan pada Perasa RokokIDN Times/Haikal Adithya

Sementara, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menegaskan, kementeriannya berkomitmen penuh mengurangi jumlah perokok aktif di Indonesia. Menurutnya, tembakau dan segala jenis rokok termasuk rokok konvensional, rokok elektronik, rokok dengan pemanasan sangat berbahaya bagi tubuh.

Kebiasaan merokok tidak hanya jadi masalah pada orang dewasa, tetapi juga marak di kalangan anak-anak dan remaja. Hal ini dibuktikan dengan semakin meningkatnya prevalensi merokok di populasi usia 10-18 tahun.

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menyatakan, terdapat peningkatan prevalensi merokok penduduk umur 10 Tahun dari 28,8 persen pada tahun 2013 menjadi 29,3 persen pada tahun 2018.

Sekarang ini, kebiasaan merokok tidak hanya menjadi masalah pada orang dewasa, namun juga semakin marak pada kalangan anak dan remaja. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya prevalensi merokok pada populasi usia 10 hingga 18 Tahun yakni sebesar 1,9 persen dari tahun 2013 atau 7,2 persen ke tahun 2018 atau 9,1 persen.

Topik:

  • Ilyas Listianto Mujib

Berita Terkini Lainnya