Pemerintah Izinkan Korban Perkosaan Aborsi, IDI Wanti-wanti Risiko

Tindakan aborsi mengancam nyawa

Intinya Sih...

  • Pemerintah mengizinkan aborsi bagi korban perkosaan atau kekerasan seksual sesuai dengan PP No. 28/2024.
  • Ketua Ikatan Dokter Indonesia, Adib Khumaidi, menekankan perlunya SOP dalam tindakan aborsi karena berisiko membahayakan nyawa.
  • Ari Kusuma Januarto IDI khawatir aturan aborsi bisa disalahartikan oleh publik dan menekankan pentingnya fasilitas kesehatan yang aman untuk melakukan aborsi.

Jakarta, IDN Times - Pemerintah resmi mengizinkan aborsi bagi korban tindak pidana perkosaan atau tindak kasus kekerasan seksual lain. Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 28/2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. 

Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, Adib Khumaidi mengatakan, tindakan aborsi tidak bisa dilakukan sembarangan harus memperhatikan Standar Operasional Prosedur (SOP). Sebab, aborsi tetap mempunyai risiko dan membahayakan nyawa.

"Terlepas diperbolehkan, aborsi itu sebuah tindakan medis. Kalau kita bicara tindakan medis, tentunya harus dilakukan oleh tenaga medis yang sesuai dan dilakukan di faskes yang sudah memenuhi persyaratan," kata Adib, Jumat (2/8/2024).

Baca Juga: Pemerintah Izinkan Aborsi bagi Korban Perkosaan, Simak Syaratnya 

1. Tindakan aborsi punya risiko

Pemerintah Izinkan Korban Perkosaan Aborsi, IDI Wanti-wanti RisikoKetua Bidang Legislasi dan Advokasi PB IDI, dr Ari Kusuma Januarto, SpOG, Obginsos. (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Adib juga mengingatkan, tindakan aborsi juga akan berdampak secara psikologi bagi korban. Sehingga perlu pendampingan dan konseling bagi korban.

"Ada dampak psikologis yang juga bisa terjadi. Sehingga upaya konseling pre dan post dari sebuah tindakan aborsi ini menjadi sangat penting. Di sinilah perlunya multi-collaboration di dalam profesi kesehatan, juga tentunya nanti ada pendukung dari teman-teman psikiatri dan psikolog," katanya.

2. Khawatir publik salah kaprah memahami aturan aborsi

Pemerintah Izinkan Korban Perkosaan Aborsi, IDI Wanti-wanti RisikoSejoli yang tega melakukan aborsi pada janinnya di Malang. (IDN Times/Rizal Adhi Pratama)

Sementara itu, Ketua bidang legislasi dan advokasi IDI, Ari Kusuma Januarto, khawatir publik salah kaprah memahami aturan aborsi.

Regulasi tersebut tertuang dalam Pasal 116 yang berbunyi, "setiap orang dilarang melakukan aborsi, kecuali atas indikasi kedaruratan medis atau terhadap korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan sesuai dengan ketentuan dalam kitab undang-undang hukum pidana”.

"Jadi kesannya aborsi boleh gitu. Tapi kita harus melihat bahwa memang ada di dunia medis itu ada ibu-ibu yang mungkin memang memerlukan, membutuhkan untuk tindakan aborsi ini," katanya.  

3. Aborsi hanya dilakukan tenaga medis yang kompeten

Pemerintah Izinkan Korban Perkosaan Aborsi, IDI Wanti-wanti RisikoIlustrasi tenaga kesehatan. Ilustrasi (pexels.com/Karolina Grabowska)

Ari mengatakan, tindakan aborsi yang aman dan legal sebenarany sudah jelas dalam UU Kesehatan seperti tenaga medis yang kompeten, alat yang memadai serta fasilitas kesehatan yang sudah ditunjuk pemerintah.

Untuk itu, pemerintah perlu menentukan faskes seperti apa saja yang memenuhi syarat agar aborsi bisa dilakukan dengan aman.

“Fasilitas ini penting, menyangkut masalah sterilitas, masalah alat, jadi ini sangat penting. Maka pemerintah harus punya standar faskes mana yang diperbolehkan untuk melakukan tindakan aborsi. Tempat yang aman yang seperti apa,” jelas Ari.

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya