Lekatnya Stigma Kusta hingga Kini, Dianggap Penyakit Kutukan

Indonesia masih dibayangi penyakit kusta

Intinya Sih...

  • Penyakit kusta masih dibayangi stigma dan diskriminasi di masyarakat
  • Pengidap kusta harus disiplin minum obat tiap hari untuk sembuh

Jakarta, IDN Times - Stigma terhadap penderita penyakit kusta telah ada sejak ribuan tahun lampau. Anehnya, sampai kini, stigma itu tidak juga sirna, padahal penyakit ini tidak berbahaya asalkan diobati sejak dini. Obatnya pun tersedia gratis di Puskesmas

"Penyakit kutukan". Kata itu terlontar dari mulut Sugandi saat terdeteksi terkena penyakit Kusta. Warga Polebungin, Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan ini sudah satu tahun mengidap kusta.

Sugandi mengatakan, masyarakat di sekitarnya masih percaya bahwa kusta merupakan penyakit keturunan dan kutukan dalam keluarga tersebut. Tak jarang, dia mengalami diskriminasi di lingkungan sekitar.

"Sebenarnya tidak terlalu tetapi memang di masyarakat tahunya ini penyakit kusta. Penyakit kutukan," ujarnya kepada IDN Times belum lama ini. 

1. Kusta dianggap penyakit kutukan

Lekatnya Stigma Kusta hingga Kini, Dianggap Penyakit Kutukanilustrasi tanda-tanda penderita kusta. pexels.com/NEOSiAM 2024+

Sugandi mengatakan, awalnya dia merasakan gatal di sekitar tangan, tidak lama muncul bercak merah. Tidak tahan, dia pergi ke Puskesmas dan diagnosis menderita penyakit kusta.

"Muncul bercak merah di bagian lengan, tapi memang awalnya saya biarin, tetapi lama-lama membesar. Jadi saya periksa dan Dinas Kesehatan turun tangan langsung lakukan pemeriksaan lanjutan, ternyata diagnosanya mengarah ke sana (kusta)," paparnya.

Meski merupakan penyakit yang menular, namun keluarga Sugandi tidak memperlakukan berbeda. Sugandi masih melakukan aktivitas biasa dalam rumah, tidak terpisah.

"Dari keluarga tidak ada pemisahan gitu, biasa aja, baik tidur, makan, tetapi memang di masyarakat saja kan itu dianggap penyakit kutukan," kata dia.

Sugandi memiliki tekad kuat untuk sembuh dari kusta. Untuk itu, dia disiplin minum obat tiap hari. Pengobatan kusta tidak dilakukan sembarangan, namun dibutuhkan kesiapan dan disiplin dari pasien. Pasalnya, Sugandi harus konsisten meminum obat setiap hari tanpa putus-putus

"Karena kadang kita lupa minum obat, jadi saya tulis di depan pintu, depan kamar, biasanya ada tulisan jangan lupa salat, tetapi saya tambah jangan lupa minum obat. Jadi setiap jalan saya lihat untuk minum obat," ucapnya.

Baca Juga: Derita Pasien Kusta di Selayar, Dianggap Kutukan dan Keturunan

2. Kusta penyakit menular

Lekatnya Stigma Kusta hingga Kini, Dianggap Penyakit Kutukanilustrasi lumbung sosial. (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Penanggung Jawab Program Penyakit Kusta dari Dinas Kesehatan Kepulauan Selayar, Arwani mengatakan, kusta merupakan penyakit menula.r namun penularannya yang lama membuat kusta disebut penyakit keturunan bahkan kutukan.

"Jadi kita tidak tahu ini nularnya kapan, mungkin penyakit itu muncul setelah setahun tertular," katanya.

Arwani mengungkapkan, Sulawesi Selatan merupakan salah satu provinsi dengan penyakit kusta tertinggi. Dia mengakui bahwa masyarakat Selayar masih banyak menganggap penyakit kutukan bahkan guna-guna.

"Butuh pendekatan dan edukasi yah tidak putus untuk menyentuh masyarakat dan penderita. Menang tidak mudah tapi kami tidak putus asa," katanya.

Kusta, yang juga dikenal dengan nama morbus hansen, merupakan penyakit infeksi bakteri yang bersifat kronis dan disebabkan oleh mycobacterium leprae. 

Kusta menyerang kulit, saraf perifer, mata, dan mukosa dari saluran pernapasan atas, otot, tulang, dan testis. Kusta juga dapat menyerang beragam kelompok umur, dari anak hingga orang lanjut usia.

Kusta ditularkan melalui droplet yang keluar dari hidung dan mulut penderita lewat kontak kulit yang lama dan dekat dengan pasien yang belum diobati. Meskipun demikian, kusta dapat diobati. Diagnosis dini dan pengobatan segera dapat mencegah kecacatan.

3. Kusta penyakit yang terabaikan

Lekatnya Stigma Kusta hingga Kini, Dianggap Penyakit KutukanIlustrasi pasien kusta (Dok.IDNTimes/Istimewa)

Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Maria Endang Sumiwi, menjelaskan, di Indonesia terdapat 8 dari 21 Penyakit Tropis Terabaikan di antaranya kusta, frambusia, kecacingan, filariasis atau kaki gajah, dan schistosomiasis atau demam keong.

Indonesia menempati urutan ketiga jumlah pasien kusta terbanyak di dunia setelah India dan Brasil. Menurut laporan Kementerian Kesehatan tahun 2022, prevalensi kasus kusta di Indonesia sebesar 0,55 per 10 ribu. 

Prevalensi ini naik 0,05 dibanding tahun 2021, yang sebesar 0,5 per 10 ribu penduduk. Pada semester I/2023, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kementerian Kesehatan mencatat penderita penyakit kusta di Indonesia berkisar 13 ribu orang.

"Pada 2023, kasus baru kusta dilaporkan sebanyak 14.376, dengan 11 provinsi dan 124 kabupaten/kota memiliki prevalensi di atas 1 orang per 10.000 penduduk," katanya.

Baca Juga: 400 Penyandang Kusta di Sulsel Terima Bansos Tiap Tahun

4. Kemensos intensifkan bantuan untuk penyakit kusta

Lekatnya Stigma Kusta hingga Kini, Dianggap Penyakit KutukanMensos Tri Rismaharini saat menghadiri rapat kerja bersama Komisi VIII DPR RI. (IDN Times/Amir Faisol)

Kusta menjadi salah satu program prioritas bantuan dari Kementerian Sosial (Kemensos). Tri Rismaharini yang saat itu jabat sebagai Menteri Sosial mengintensifkan pemberian bantuan terintegrasi untuk penanganan kusta di beberapa wilayah Indonesia. 

Bantuan tersebut meliputi pengobatan kusta, pembangunan lumbung sosial khusus pengidap kusta, penyediaan instalasi pengolahan air bersih bertenaga surya, serta pemberian Rumah Sejahtera Terpadu (RST) bagi pengidap kusta.

Pada Mei-Juni 2024, Risma sudah memberikan bantuan untuk penanganan kusta yang tersebar di lima Kabupaten, yaitu Kabupaten Sumba Timur, Barito Kuala, Lebak, Pandeglang, dan Kabupaten Kepulauan Tanimbar.

"Banyak saudara-saudara kita yang terkena kusta, kita putuskan membuat program penanganan kusta sebelum terlambat," ucap Risma.

5. RST untuk penderita kusta

Lekatnya Stigma Kusta hingga Kini, Dianggap Penyakit KutukanPenerima bantuan rehabilitasi rumah di Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan. (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Risma mengatakan, salah satu bentuk menekan kemiskinan dengan dengan menangani pengidap kusta. Risma menilai, ada kaitan antara kusta dengan kemiskinan. Ketika pengidap kusta dikucilkan atau bahkan sampai ke tahap disabilitas fisik, maka akan menghilangkan produktivitas dan mata pencahariannya.

"Pengidap kusta kita obati sampai tuntas, secara bersamaan anggota keluarga yang lain dipisahkan agar tidak tertular,” ujar Risma.

Pembangunan RST juga menjadi salah satu prioritas Risma untuk menangani pengidap kusta. RST dibangun kemudian ditempati pengidap kusta sehingga makan, tidur dan mandi pengidap kusta terpisah dari anggota keluarga yang lain untuk mencegah penularan.

6. Air bersih dan lumbung sosial untuk penderita kusta

Lekatnya Stigma Kusta hingga Kini, Dianggap Penyakit Kutukanilustrasi lumbung sosial. (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Selain bantuan RST, Risma juga melakukan terobosan dengan membangun instalasi pengolahan air bersih dan air layak minum bertenaga surya di beberapa daerah kejadian kusta.

"Saya siapkan pencegahan (kusta) yang sifatnya sekunder, jadi saya berikan bantuan air bersih," ujar Risma.  

Tidak hanya membangun pengolahan air bersih, Risma juga memastikan kebutuhan sehari-hari pengidap kusta dapat terpenuhi melalui pembangunan lumbung sosial. 

"Biasanya lumbung sosial disiapkan untuk penanganan korban bencana alam. Nah kali ini kita buat untuk penanganan kusta," kata Risma.

Di dalam lumbung sosial terdapat obat-obatan, alat makan, perlengkapan mandi, dan perlengkapan tidur untuk pengidap kusta. 

“Jika bapak-ibu kesulitan mendapatkan sabun, handuk dan perlengkapan lainnya, silakan datang ke lumbung sosial. Kami sediakan,” tuturnya.

Baca Juga: Kusta Bisa Mengakibatkan Kecacatan Jika Tak Segera Ditangani

Topik:

  • Jujuk Ernawati

Berita Terkini Lainnya