Tangani Pencemaran di Danau Toba, KLHK Sodorkan Alternatif Pengendalian
Alternatif pengendalian pencemaran memiliki kelebihan dan konsekuensi
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Sebagai danau terbesar di nusantara, Danau Toba menjadi salah satu dari 15 danau prioritas nasional yang akan direhabilitasi/dipulihkan. Pemerintah serius memikirkan rehabilitasi danau ini sehingga pada 2016 membentuk Badan Otorita Danau Toba dan berniat menjadikan Danau Toba sebagai destinasi wisata internasional seperti halnya Pulau Bali.
Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo pun merasa perlu melakukan berbagai percepatan pengelolaan dan perbaikan kawasan Danau Toba, termasuk dalam pengendalian dan pengelolaan pencemaran air di kawasan Danau Toba.
Pada Jumat (9/8), Komisi D DPRD Sumatera Utara, Bupati Karo Trakelin Brahmana, Bupati Simalungun yang diwakili Asisten I Bidang Pemerintahan Eddy Banurea, Kadis Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara, dan Ormas Horas Bangso Batak (HBB), serta WALHI Sumatera Utara, melakukan audiensi bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), yang diterima Kepala Biro Hubungan Masyarakat Djati Witjaksono Hadi, Sekretaris Direktorat Jenderal PDASHL Yuliarto Joko Putranto, Direktur Pengendalian Pencemaran Air Ditjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Luckmi Purwandari, Direktur Pengendalian Kerusakan Perairan Darat (PKPD) Dirjen PDASHL Sakti Hadengganan H, dan Direktur Pengaduan, Pengawasan dan Sanksi Administrasi Dirjen Penegakkan Hukum LHK Sugeng Priyanto.
Dalam audiensinya, Ketua HBB menyatakan keinginan untuk diterapkannya “Zero Keramba Jaring Apung/Zero KJA” di kawasan Danau Toba.
KLHK pun menyampaikan beberapa alternatif untuk mengendalikan pencemaran air di badan air Danau toba, antara lain: Pertama, menurunkan produksi ikan dari KJA secara bertahap dari semua kegiatan KJA hingga total 10.000 ton ikan per tahun. Dengan waktu penurunan produksi yang dipercepat, produksi hanya sampai tahun 2021 atau bahkan 2020 akan menurun. Hal tersebut untuk memberi kesempatan kepada pihak yang memiliki ketergantungan terhadap KJA agar melakukan pergeseran aktivitas ekonomi (shifting economy).
Kedua, membuat zonasi secara lebih detail untuk tiga kegiatan utama, yaitu pariwisata, pemanfaatan sumber air bersih/minum, dan budi daya KJA. Hal tersebut dilakukan dengan cara memindahkan lokasi pengambilan air bersih dan KJA dari zona pariwisata sehingga tidak ada tumpang tindih pemanfaatan dari tiga kegiatan utama tersebut; dan ketiga, zero budi daya KJA.
1. Audiensi dengan pemangku kepentingan untuk membahas pencemaran Danau Toba tidak mencapai kuorum
Selain itu, KLHK menyatakan bahwa semua alternatif tersebut memiliki kelebihan dan konsekuensi lanjutannya sehingga pernyataan “Zero KJA” merupakan tindakan paling terakhir yang dapat dilakukan untuk penyelamatan Danau Toba. KLHK juga melihat bahwa permohonan audiensi ini bukanlah permohonan yang final dari seluruh pemerintah daerah di wilayah Danau Toba.
Ditjen PPKL Luckmi mengatakan, hal tersebut karena Kepala Daerah Kabupaten Samosir, Kabupaten Tobasa, dan Kabupaten Simalungan tidak hadir. Padahal, aktivitas KJA yang terbesar ada di tiga kawasan tersebut sehingga permohonan ini dianggap tidak memenuhi kourum oleh KLHK. Namun, KLHK berjanji akan tetap melakukan penelitian-penelitian untuk mencari kemungkinan dari berbagai masukan yang diterima saat audiensi tersebut.