TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Putusan Hakim Soal Usia Capres-Cawapres Berubah Usai Anwar Usman Hadir

Saldi Isra ungkap proses dikabulkannya gugatan yang janggal

Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) RI di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion) terkait dikabulkannya gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 ihwal usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Dalam kesempatan itu, Saldi sempat menyinggung proses dikabulkannya gugatan tersebut setelah Ketua MK Anwar Usman mengikuti rapat permusyawaratan hakim (RPH).

Baca Juga: AMIN Jadi Daftar Capres 19 Oktober, KPU Sudah Terima Suratnya

Baca Juga: Baliho Prabowo-Gibran Muncul di Soloraya, Gibran Ngaku Solid di PDIP 

1. Saldi menjelaskan awal mula RPH

Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra (dok. Mahkamah Konstitusi)

Awalnya, Saldi menjelaskan, terdapat berbagai gugatan mengenai syarat batas usia capres-cawapres dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu. Namun dari sejumlah perkara yang masuk, hanya perkara nomor 29/PUU-XXI/2023, 51/PUU-XXI/2023, dan 55/PUU-XXI/2023 yang diperiksa melalui sidang pleno untuk mendengarkan keterangan presiden, DPR, pihak terkait, dan ahli.

Selanjutnya, untuk memutus tiga perkara yang dimohonkan itu, MK menggelar RPH pada 19 September 2023. Dalam agenda itu, RPH dihadiri oleh delapan hakim konstitusi, di antaranya Saldi Isra, Arief Hidayat, Manahan MP Sitompul, Suhartoyo, Wahiduddin Adams, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic P Foekh, dan M Guntur Hamzah.

Hasil RPH itu, enam hakim konstitusi kompak menolak gugatan tersebut. Alasannya, mengenai syarat batas usia capres-cawapres sebagaimana yang diatur dalam UU Pemilu merupakan open legal policy (kebijakan hukum terbuka) pembentuk undang-undang. Sehingga aturan itu menjadi kewenangan DPR dan pemerintah. Di sisi lain, dua hakim konstitusi lainnya memilih sikap berbeda.

"Hasilnya enam hakim konstitusi sepakat menolak dan memposisikan Pasal 169 huruf q UU 7 tahun 2017 sebagai kebijakan hukum terbuka pembentuk undang-undang," kata Saldi di ruang sidang, Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (6/10/2023).

Saldi mengatakan, saat menggelar RPH berikutnya, dengan agenda memutus perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 dan nomor 91/PUU-XXI/2023 itu, dihadiri oleh sembilan hakim konstitusi, termasuk Anwar Usman.

Menariknya, sejumlah hakim yang semula berpandangan gugatan mengenai batas usia capres dan cawapres merupakan kebijakan hukum terbuka, tiba-tiba beralih dengan model alternatif yang dimohonkan pemohon dalam petitum Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023. Sehingga, disepakati mengabulkan gugatan sebagian.

“Sebagian hakim konstitusi dalam putusan MK nomor 29/PUU-XXI/2023, 51/PUU-XXI/2023, dan 55/PUU-XXI/2023 yang berada pada posisi Pasal 169 huruf q sebagai kebijakan hukum terbuka pembentuk undang-undang, kemudian pindah haluan dan mengambil posisi akhir dengan ‘mengabulkan sebagian’ perkara nomor 90/PUU-XXI/2023,” ungkap Saldi.

2. Saldi Isra ungkap keanehan dikabulkannya gugatan

MK Tolak Gugatan PSI Soal Batas Usia Capres-Cawapres 35 Tahun. (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Dalam kesempatan itu, Saldi juga mengungkapkan keheranannya terhadap dikabulkannya gugatan yang serba instan.

"Bahwa berkaitan dengan pemaknaan baru terhadap norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tersebut, saya bingung dan benar-benar bingung untuk menentukan harus dari mana memulai pendapat berbeda ini," kata Saldi.

Sebab, Saldi mengaku, baru kali ini mendapat peristiwa aneh dan di luar nalar batas wajar karena Mahkamah berubah sikapnya hanya dalam waktu singkat.

Padahal, dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29-51-55/PUU XXI/2023, Mahkamah secara eksplisit, lugas, dan tegas menyatakan bahwa ihwal usia dalam norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017 adalah wewenang pembentuk undang-undang untuk mengubahnya.

"Sejak menapakkan kaki sebagai Hakim Konstitusi di gedung Mahkamah ini pada 11 April 2017, atau sekitar enam setengah tahun yang lalu, baru kali ini saya mengalami peristiwa aneh yang luar biasa dan dapat dikatakan jauh dari batas penalaran yang wajar," ucap dia.

"Padahal, sadar atau tidak, ketiga putusan tersebut telah menutup ruang adanya tindakan lain selain dilakukan oleh pembentuk undang-undang. Apakah Mahkamah pernah berubah pendirian? Pernah, tetapi tidak pernah terjadi secepat ini, di mana perubahan terjadi dalam hitungan hari," sambung Saldi.

Menurut dia, perubahan tersebut tidak hanya sekadar mengenyampingkan putusan sebelumnya, namun didasarkan pada argumentasi yang sangat kuat setelah mendapatkan fakta-fakta penting yang berubah di tengah-tengah masyarakat. Saldi lantas mempertanyakan keputusan MK yang tiba-tiba mengabulkan gugatan 90/PUU-XXI/2023 tersebut.

"Pertanyaannya, fakta penting apa yang telah berubah di tengah masyarakat sehingga Mahkamah mengubah pendiriannya dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023 dengan amar menolak sehingga berubah menjadi amar mengabulkan dalam Putusan a quo?," imbuh dia.

Sebagaimana diketahui, ada empat hakim MK yang memiliki pendapat berbeda terkait putusan tersebut. Dua hakim yang setuju dengan putusan tersebut memiliki alasan berbeda yakni Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic P Foekh.

Kemudian empat hakim memiliki pendapat berbeda yaitu Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Arief Hidayat, dan Suhartoyo.

Baca Juga: Prabowo Kumpulkan Dewan Pembina Gerindra, Bahas soal Cawapres?

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya