Politik Makan Bakso Ala Jokowi-Prabowo Menuju 2024
Kampanye terselubung Jokowi pada Prabowo?
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Kebersamaan Presiden Joko "Jokowi" Widodo dan capres nomor urut dua, Prabowo Subianto, makin intim jelang Pemilu 2024 yang tinggal menghitung hari. Hari pencoblosan sendiri akan digelar pada Rabu, 14 Februari 2024.
Baru-baru ini, Prabowo juga membagikan momen kebersamaan dirinya bareng Jokowi saat makan bakso bareng, melalui akun Instagram, @Prabowo.
Prabowo sebagai Menteri Pertahanan (Menhan) mendampingi Jokowi makan bakso di pinggir jalan, usai meresmikan Graha Utama Akademi Militer (Akmil) di Magelang, Jawa Tengah, Senin, 29 Januari 2024.
"Sore hari makan bakso bersama Presiden RI @Jokowi di Magelang, Jawa Tengah," tulis Prabowo di unggahan Instagramnya.
Kebersamaan Jokowi dan Prabowo tersebut langsung menuai pro kontra. Sebab, momen itu terjadi tak lama setelah Jokowi menyampaikan ucapan yang kontroversial, bahwa presiden boleh memihak, bahkan ikut kampanye paslon pada Pemilu 2024.
"Ya ini kan tadi baru, baru saja saya dengan Pak Prabowo meresmikan Graha Utama di Akademi Militer, Magelang. Setelah itu makan bakso, sudah," ujar Jokowi kepada awak media usai makan bakso bareng Prabowo.
Di meja makan, selain bakso terlihat ada kelapa muda. Jokowi tak menjelaskan alasan makan bakso bersama Prabowo di warung pinggir jalan.
"Makan bakso, baksonya enak, sudah gitu aja," kata Jokowi, usai makan bareng.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu enggan menjelaskan isi perbincangan dengan Prabowo saat makan bakso. Dia menyebut, hanya membahas soal bakso dan gorengan.
"Ngobrolin bakso, ngobrolin kelapa muda, ngobrolin tahu goreng, sudah gitu," kata Jokowi.
Dalam kesempatan itu, Prabowo juga mengaku hanya diajak makan oleh Jokowi. Jokowi disebutnya tahu tempat makanan yang enak.
"Pak Jokowi tahu di mana makan enak, di mana-mana sudah tahu beliau," ujar Prabowo.
Baca Juga: Polemik Presiden Boleh Kampanye, Jokowi: Jangan Ditarik Kemana-mana
1. Jokowi sebagai presiden etis dukung salah satu paslon?
Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Mouliza Kristhoper Donna Sweinstani, menilai sebenarnya endorsement Jokowi kepada Prabowo sudah sejak lama ditunjukkan.
"Kalau kita lihat memang kemarin momen terakhir ketika makan bakso, itu memang pertemuan yang dibungkus secara informal dan dalam kegiatan tugas kenegaraan. Pak Presiden dan juga Pak Prabowo yang mana kita tahu bahwa momentum makan bakso bersama di Magelang itu adalah momentum setelah acaranya Akmil, yang mana punya hajat itu adalah Menhan," kata dia saat dihubungi IDN Times, Rabu (31/1/2024).
Donna tak memungkiri banyak sepekulasi usai momen Jokowi dan Prabowo makan bakso bareng. Di satu sisi, keduanya merupakan pejabat negara yang menjalankan tugas, tetapi di sisi lain, Prabowo merupakan kontestan dalam Pilpres 2024 yang saat ini tengah memasuki tahapan masa kampanye.
"Kalau kita lihat konteks tugas negara ya itu adalah makan siang biasa saja, karena itu setelah tugas kenegaraan. Tapi kita harus lihat itu konteksnya bahwa saat ini konteks pemilu dan sedang memasuki masa-masa kampanye," ujar dia.
Jokowi sebagai presiden memang tidak secara gamblang mengampanyekan Prabowo. Karena indikator kampanye harus memenuhi sejumlah unsur, di antaranya harus dipenuhi simbol, nomor urut, visi misi, serta ajakan memilih.
Namun yang perlu jadi perhatian, Jokowi sebagai kepala negara yang jabatannya dipilih rakyat dikhawatirkan bisa menggiring dukungan. Donna menuturkan, dalam psikologi politik, tokoh yang mendukung dan punya kecenderungan terhadap salah satu paslon, pasti akan menimbulkan efek arah politiknya diikuti pendukungnya atau efek ekor jas.
Donna lantas menyoroti pernyataan Jokowi yang menyebut bahwa presiden, menteri, dan pejabat lainnya boleh ikut berkampanye pada Pemilu 2024 sebagaimana diatur dalam Pasal 281 UU Nomor 7 Tahun 2017.
"Tapi seingat saya, original intent saat itu dalam konteks ketika dia sedang menjabat lalu dia mengampanyekan dirinya sendiri. Ini memang menjadi sebuah celah, kekosongan yang kemudian diinterpretasikan berbeda bahwa pejabat siapapun sekarang juga bisa mendukung siapa saja, termasuk jika bukan dirinya yang maju. Kalau dulu kan konteksnya adalah misalnya, A adalah presiden, kemudian si A ikut maju lagi di pemilu selanjutnya, maka dia boleh mengampanyekan dirinya sendiri," ucap dia.
"Kalau sekarang ini kan aturan itu menjadi cair ya dimaknainya, sehingga seolah-olah semuanya boleh kampanye yang kemudian menjadi kontradiktif ketika ASN-nya diminta netral, tapi pejabat tertingginya justru menunjukkan ketidaknetralan," lanjut Donna.
Donna menegaskan, Prabowo merupakan jajaran menteri sekaligus capres yang dipasangkan dengan putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka. Dua sisi itu dianggap yang menjadikan posisi Jokowi dan Prabowo semakin problematik dan kompleks.
Menurut Donna, masalah ini harus menjadi perhatian bersama karena menyangkut masalah etika, mengingat Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tak bisa menangani masalah yang berkaitan dengan etika. Oleh sebabnya, masalah etika harus menjadi kesadaran pribadi.
"Mereka yang duduk di pos-pos strategis harus bisa menjaga etikanya, ini yang menjadi PR (pekerjaan rumah) besar di Pemilu 2024, di mana pemilu ini jangan sampai jadi pemilu yang nir-etika," imbuh dia.
Baca Juga: Jokowi Bisa Dimakzulkan Usai Nyatakan Presiden Boleh Kampanye