MKMK Dalami Dugaan Anwar Usman Berbohong Soal Rapat Putusan MK
Alasan Anwar Usman tak ikut RPH berbeda
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), Jimly Asshiddiqie, mendalami dugaan kebohongan yang dilakukan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman, dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) mengenai putusan sejumlah perkara terkait gugatan batas usia capres dan cawapres.
Jimly menuturkan, dugaan kebohongan itu tercium soal alasan berbeda dari Anwar Usman yang tak ikut memutus tiga perkara terkait uji materil usia batas capres-cawapres yang akhirnya ditolak MK.
Hal itu berdasarkan keterangan salah satu pelapor dalam sidang pemeriksaan yang kemudian dikonfirmasi kepada para hakim konstitusi yang diperiksa.
"Tadi, ada yang baru soal kebohongan (Anwar Usman). Ini hal yang baru. Kebohongan itu maksudnya, alasan hadir dan tidak di sidang. Satu, ada alasan karena konflik kepentingan yaitu waktu kasus PSI dan beberapa yang ditolak. Selanjutnya hadir, kan waktu itu alasannya kenapa tidak hadir ada dua versi. Ada bilang karena menyadari ada konflik kepentingan. Tapi, ada alasan yang kedua, karena sakit," kata Jimly usai menggelar sidang pemeriksaan hakim di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/11/2023) malam.
Baca Juga: Pernikahan Anwar Usman dan Adik Jokowi Dibahas di Sidang MKMK
1. Hakim Arief ungkap alasan Anwar Usman tak hadir dalam RPH
Hakim Konstitusi Arief Hidayat sempat membahas mengenai alasan Anwar Usman tak hadir dalam RPH itu. Dia menyampaikan hal itu dalam pendapat berbeda (dissenting opinion) dalam putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 pada Senin (16/9/2023) lalu.
Arief Hidayat mengatakan, pada 19 September 2023, delapan dari sembilan majelis hakim konstitusi menggelar RPH membahas putusan perkara nomor 29, 51, dan 55/PUU-XXI/2023.
Saat itu, RPH dipimpin langsung oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra karena Anwar Usman tidak hadir khawatir konflik kepentingan. Sebab putusan itu berkaitan dengan peluang ponakan Anwar Usman, Gibran Rakabuming Raka untuk maju dalam kontestasi politik Pemilu 2024.
RPH itu menghasilkan putusan menolak gugatan batas usia capres dan cawapres karena merupakan ranah pembentuk DPR dan pemerintah sebagai pembentuk undang-undang (open legal policy).
"RPH dipimpin oleh Wakil Ketua (Saldi Isra) dan saya menanyakan mengapa ketua (Anwar Usman) tidak hadir. Wakil Ketua kala itu menyampaikan bahwa ketidakhadiran ketua dikarenakan untuk menghindari adanya potensi konflik kepentingan," kata Arief.
"Disebabkan, isu hukum yang diputus berkaitan erat dengan syarat usia minimal untuk menjadi calon presiden dan calon wakil presiden, di mana kerabat Ketua berpotensi diusulkan dalam kontestasi Pemilu Presiden 2024 sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh salah satu partai politik. Sehingga, Ketua memilih untuk tidak ikut dalam membahas dan memutus ketiga perkara a quo," lanjut dia.
Editor’s picks
Meski begitu, dalam RPH selanjutnya, Anwar Usman mengaku tak ikut memutus perkara itu karena alasan kesehatan.
"Bukan untuk menghindari konflik kepentingan (conflict of interest) sebagaimana disampaikan Wakil Ketua pada RPH terdahulu," kata Arief Hidayat.
Saat Anwar Usman menghadiri RPH dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan mengenai batas usia capres dan cawapres itu tidak lagi open legal policy seperti pada putusan sebelumnya. Kemudian dia menyatakan bahwa kepala daerah dan anggota legislatif pada semua tingkatan berhak maju sebagai capres-cawapres meski belum 40 tahun.
Baca Juga: MKMK Bisa Ubah Putusan Batas usia Capres-Cawapres, Jimly: Why Not?