TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

MK Enggan Komentar soal Revisi UU Pilkada di DPR: Sesuai Etika

Ada dua Putusan MK yang dibahas DPR

Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) RI di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Intinya Sih...

  • Putusan MK Nomor 60 dan 70 dibahas dalam Panja Baleg DPR RI.
  • Putusan MK Nomor 60 mengubah syarat ambang batas dukungan bagi parpol yang mengusung calon kepala daerah.

Jakarta, IDN Times - Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) sekaligus Hakim Konstitusi, Enny Nurbaningsih menegaskan lembaganya tak ingin mengomentari soal polemik dalam rapat panitia kerja (panja) untuk membahas Revisi Undang-Undang (UU) Pilkada.

Dalam rapat itu, ada dua Putusan MK yang jadi pertimbangan untuk dimuat dalam revisi UU, yakni perkara Nomor 60 dan 70.

Enny menjelaskan, alasan pihaknya tak mau menanggapi polemik di parlemen karena akan melanggar etika. Itu karena MK dilarang membahas RUU yang masih digodok di DPR, sekalipun yang dibahas menyangkut Putusan MK.

"Terhadap RUU yang sedang dibahas di DPR, MK tidak boleh comment sesuai etika," kata dia kepada IDN Times, Rabu (21/8/2024).

Baca Juga: DPR Membangkang dari Putusan MK, Pilkada Bisa Inkonstitusional

1. Ada dua putusan MK yang dipertimbangkan dibahas di Panja Revisi UU Pilkada

Ilustrasi calon kepala daerah jelang pemilihan kepala daerah (pilkada) (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Putusan MK Nomor 60 dan 70 jadi pembahasan dalam Panja yang digelar Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.

Putusan MK Nomor 60 secara spesifik mengakomodir soal syarat ambang batas dukungan bagi parpol yang mengusung calon kepala daerah.

Dengan adanya putusan MK itu, syarat parpol untuk mengusung calon kepala daerah berubah, dari semula mengacu pada jumlah kursi DPRD menjadi jumlah raihan suara yang didapat pada pileg terakhir. Dengan demikian, parpol tanpa kursi DPRD pun sekarang bisa mengusung kandidat kepala daerah, asalkan memenuhi syarat minimal raihan suara.

Sementara, putusan MK Nomor 70 meminta agar batas usia minimum calon kepala daerah dihitung sejak penetapan pasangan calon. Putusan tersebut harusnya menggugurkan tafsir yang sebelumnya diputuskan Mahkamah Agung (MA) terkait syarat batas usia dihitung sejak pasangan calon terpilih dilantik.

2. Membangkang dari putusan MK, Baleg DPR RI mengacu ke Putusan MA

Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) RI di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Baleg DPR RI sempat berdebat saat membahas mengenai rujukan syarat usia. Apakah mengacu pada putusan MA atau MK. Namun, Wakil Ketua Baleg DPR Achmad Baidowi alias Awiek menegaskan, Baleg tetap merujuk pada putusan MA terkait syarat batas usia calon gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota, dan wakil wali kota.

"Yang disampaikan semua logikanya benar tapi ada putusan hukum yang kita rujuk dalam hal ini jelas putusan Mahkamah Agung sudah ada putusannya," kata Awiek, dalam rapat itu di Gedung DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8/2024).

Baleg DPR RI mengusulkan, calon kepala daerah harus berusia paling rendah 30 tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur; 25 tahun untuk calon bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota. Usia miminal itu terhitung sejak pelantikan kepala daerah terpilih.

Usul itu merujuk pada putusan MA yang mengabulkan uji materi terhadap Peraturan KPU (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya