TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Menjawab Pertanyaan Gen Z: Etis atau Tidak Mantan Narapidana Nyaleg?

Diketahui ada 67 orang eks narapidana nyaleg

Ilustrasi anggota legislatif dipilih lewat Pemilihan Legislatif (Pileg) (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Jakarta, IDN Times - Sejumlah mantan narapidana dengan berbagai kasus ikut meramaikan kontestasi politik Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mendatang. Mereka maju sebagai calon anggota legislatif (caleg), setelah kini statusnya sudah dinyatakan Memenuhi Syarat (MS) oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Mantan narapidana diperbolehkan maju sebagai caleg seiring dengan putusan MK Nomor 87/PUU-XX/2022 dan 12/PUU-XXI/2023. Putusan itu memperbolehkan mantan narapidana menjadi caleg DPR/DPRD dan DPD dengan catatan, yang bersangkutan melakukan tindak pidana dengan ancaman kurang dari lima tahun penjara.

Kemudian, bagi mantan narapidana dengan ancaman penjara lima tahun atau lebih, diperbolehkan menjadi caleg DPR/DPRD dan DPD setelah melewati masa tunggu lima tahun sejak bebas.

KPU juga sudah merilis daftar nama narapidana yang dinyatakan MS sebagi bacaleg DPR RI dan DPD. Anggota KPU, Idham Holik menjelaskan, jumlah nama bacaleg eks narapidana itu ada 67 orang.

"Kami merekapitulasi data tersebut berdasarkan apa yang menjadi materi putusan MK Nomor 87/PUU-XX/2022 yang kita turunkan secara teknis dalam PKPU Nomor 10 Tahun 2023 khususnya Pasal 11 dan 12," kata Idham kepada awak media, Minggu (27/8/2023).

Lantas, apakah etis mantan narapidana mencalonkan diri menjadi anggota legislatif? Pertanyaan tersebut diajukan pembaca kepada redaksi IDN Times melalui platform pemilu dan politik #GenZMemilih.

Baca Juga: 67 Eks Napi Nyaleg di Pileg 2024, Simak Nama, Dapil hingga Parpolnya

1. Etis atau tidak harus dilihat dari aturan yang berlaku

Ilustrasi narapidana (IDN Times/Sukma Shakti)

Terkait hal tersebut, akademisi dan pengamat politik dari Citra Institute, Efriza mengatakan, sebenarnya etis atau tidak mantan napi nyaleg harus dilihat sesuai aturan yang saat ini berlaku.

Mantan narapidana berhak mencalonkan diri sebagai anggota legislatif, namun tentunya dengan syarat tertentu sebagaimana yang diatur dalam Putusan MK; Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD; dan Peraturan KPU Nomor 11 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPD.

"Kalau bicara soal etika tentu etika itu harus dilihat dari bagaimana aturan atau perundang-undangan yang mengacu kepada hal tersebut. Kalau bicara tentang undang-undang jelas aturan itu napi boleh nyaleg, dengan syarat dia sudah menjalani hukuman tersebut dan tidak langsung mencalonkan diri," kata Efriza saat dihubungi IDN Times, Jumat (15/9/2023).

Baca Juga: Gen Z Memilih, Ternyata Begini Peran Gen Z di Pemilu 2024

2. Eks napi harus umumkan statusnya kepada publik

Ilustrasi narapidana (IDN Times/Arief Rahmat)

Selain itu, Efriza juga menyoroti kewajiban caleg eks napi untuk menginformasikan kepada publik terkait latar belakang dirinya sebagai mantan terpidana. Hal itu sebagaimana diatur pada Pasal 18 huruf c dalam PKPU Nomor 10 Tahun 2023.

Dosen Ilmu Pemerintahan UNPAM, Serang, Banten ini menilai, informasi itu harus disampaikan agar jadi pertimbangan masyarakat dalam memilih wakil rakyat. Mengingat, integritas seseorang jadi salah satu pertimbangan mendasar yang harus diperhatikan.

"Syarat yang kedua, ini etika yang sangat fundamental, bahwa dia harus menyampaikan kepada masyarakat kalau dia adalah mantan narapidana. Ya harus mendeklarasikan dirinya sebagai mantan narapidana, pernah dipenjara, kasusnya apa," ucap Efriza.

Di sisi lain, tak tertutup kemungkinan ada masyarakat yang tak mempertimbangkan faktor integritas tersebut, apakah caleg yang dipilih punya rekam jejak buruk atau tidak. Apabila sikap tak peduli itu terjadi, maka bisa jadi indikasi rendahnya partisipasi politik dan perilaku pemilih di Indonesia.

"Kalau sampai seperti itu artinya partisipasi politik di Indonesia atau perilaku memilih masih rendah. Mereka tidak melihat konteks bahwa seseorang yang hadir harus memperjuangkan, bukan sekedar fisik tapi juga gagasan dan integritasnya," imbuh Efriza.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya