TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Buruh Demo di DPR, Minta Cabut Ciptaker dan Parliamentary Threshold

Demo diikuti ratusan buruh dari Jabodetabek

Partai Buruh dan organisasi serikat buruh menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR RI, Senin, 17 April 2023 (dok. Partai Buruh)

Jakarta, IDN Times - Partai Buruh dan organisasi serikat buruh melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR RI, Senin (17/4/2023).

Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, mengatakan, dalam aksi yang dihadiri ratusan orang tersebut, Partai Buruh mengusung tiga isu.

Pertama, cabut Omnibus Law UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (Ciptaker). Kedua, cabut parliamentary threshold yang mencederai demokrasi dan melanggengkan oligarki. Ketiga, sahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT).

Baca Juga: Buruh di Jogja Buka Posko Aduan THR 2023, Tampung Masalah Pekerja 

Baca Juga: Survei LSI: PAN dan PPP Terancam Tak Lolos Parliamentary Threshold

1. Ada sejumlah masalah dalam UU Ciptaker

Partai Buruh dan organisasi serikat buruh menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR RI, Senin, 17 April 2023 (dok. Partai Buruh)

Said Iqbal menjelaskan, terkait dengan buruh, ada sembilan isu yang dipersoalkan dalam UU Ciptaker.

Berikut ini sejumlah poin tersebut:

1. Upah murah (upah minimum tidak dirundingkan dengan serikat buruh)

2. Outsourcing seumur hidup untuk semua jenis pekerjaan (perbudakan modern/modern slavery)

3. Buruh dikontrak terus-menerus tanpa periode, pesangon rendah, PHK dipermudah

4. Isirahat panjang 2 bulan dihapus

5. Buruh perempuan yang mengambil cuti haid dan melahirkan tidak ada kepastian mendapatkan upah

7. Buruh yang bekerja 5 hari dalam seminggu hak cuti 2 harinya dihapus

8. Jam kerja buruh menjadi 12 jam sehari karena boleh lembur 4 jam per hari sehingga tingkat kelelahan dan kematian buruh akan meningkat

9. Buruh kasar tenaga kerja asing mudah masuk dan adanya sanksi pidana yang dihapus

Selain itu, Said Iqbal juga mengkritisi keberadaan bank tanah yang memudahkan perusahaan merampas tanah rakyat. Aturan tersebut dinilainya merugikan kelompok petani.

"Hal lain yang dipersoalkan adalah diperbolehkannya importir melakukan impor beras, daging, garam, dan lain-lain saat panen raya serta dihapusnya sanksi pidana bagi importir yang mengimpor saat panen raya," imbuh dia.

Baca Juga: Benarkah Anggota Parlemen Israel Pernah Datang ke Bali?

2. Ambang batas parlemen dinilai cuma akomodasi oligarki partai politik

Partai Buruh dan organisasi serikat buruh menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR RI, Senin, 17 April 2023 (dok. Partai Buruh)

Kemudian, terkait penolakan terhadap parliamentary threshold (ambang batas parlemen), Partai Buruh menilai kebijakan ini menghidupkan kembali demokrasi terpimpin dan mempertahankan oligarki partai politik. 

"Dalam simulasi, bilamana partai politik dalam Pemilu 2024 mendapatkan 30 sampai 40 kursi di DPR RI, maka ada kemungkinan bisa tidak lolos parliamentary threshold. Karena meskipun mendapatkan 30 sampai 40 kursi DPR RI, tetapi bisa saja suara yang didapat di bawah 4 persen suara sah nasional," kata Said Iqbal.

"Bayangkan sebuah partai politik yang memenangkan Pemilu 2024 dengan 40 kursi tidak bisa duduk di Senayan hanya karena perolehan suaranya kurang dari 4 persen sah nasional 2024," sambung dia.

Menurut dia, dengan demikian, 40 kursi partai politik tersebut dibajak oleh partai politik yang ada di parlemen. Oleh karena itu, Partai Buruh meminta parliamentary threshold empat persen dicabut.

Baca Juga: Partai Buruh Geruduk Kantor Menaker, Protes Pemotongan Upah 25 Persen

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya