TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

YLBHI Nilai Pengesahan Tiga RUU Jadi Alat Politik Praktis

UU Imigrasi legalkan senjata api bagi petugas imigrasi

Ilustrasi pembuatan undang-undang. (IDN Times/Aditya Pratama)

Intinya Sih...

  • YLBHI menilai pengesahan 3 RUU bertentangan dengan prinsip demokrasi Indonesia.
  • Isi ketiga RUU memiliki substansi bermasalah, termasuk legalisasi senjata api bagi petugas imigrasi.

Jakarta, IDN Times - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai pengesahan 3 Rancangan Undang-Undang (RUU) oleh DPR dan pemerintah pada 19 September 2024 bertentangan dengan prinsip demokrasi Indonesia.

Tiga RUU tersebut adalah revisi UU Wantimpres (Dewan Pertimbangan Presiden), UU Kementerian Negara, dan UU Imigrasi.

Menurut YLBHI, pengesahan UU ini tidak didasarkan pada kebutuhan rakyat, tetapi semata-mata untuk mengakomodasi kepentingan politik. Terutama dalam pembagian jabatan setelah pemilu yang dinilai bermasalah. 

Selain itu, YLBHI juga menilai UU ini hanya akan memperkuat wewenang kepolisian dalam bidang imigrasi tanpa evaluasi yang memadai.

Baca Juga: DPR Hapus Pasal Eks Pidana Boleh Jadi Anggota Wantimpres RI

1. RUU Wantimpres, DPR sebut tak butuh suara rakyat

Ilustrasi rapat di Gedung DPR (IDN Times/Ilman Nafian)

Dalam pengesahan RUU Wantimpres pada 19 September lalu, DPR menyebut RUU tidak membutuhkan partisipasi atau suara rakyat karena hal ini berkaitan dengan kewenangan presiden. 

"Hal ini adalah alasan yang bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat dan pembatasan kekuasaan berdasarkan hukum yang dibentuk secara demokratis," demikian tulis YLBHI dalam keterangannya, Minggu (22/9/2024).

YLBHI menilai, pengesahan UU Wantimpres yang tergesa-gesa dan tidak transparan ini merupakan salah satu bentuk melawan prinsip demokrasi Indonesia, yaitu kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat dan karena itu rakyat berhak tahu setiap keputusan yang dibuat pemerintah.

Sebuah fakta menarik bahwa UU Wantimpres disusun hanya dalam waktu beberapa hari. Hal ini kemudian menjadi perdebatan bagi YLBHI yang memandang bahwa seharusnya DPR dan pemerintah mengutamakan revisi KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana), UU PPRT (Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga), UU Masyarakat Adat, atau UU Perampasan Aset yang dapat menjawab kebutuhan masyarakat dan bukan untuk melayani kepentingan politik tertentu. 

Selain itu, dengan wewenang penuh Presiden untuk menentukan jumlah menteri akan berdampak pada segala aspek, salah satunya alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Artinya, Presiden dapat menentukan prioritas pengeluaran negara, yang pada akhirnya akan berdampak juga pada program pemerintah yang langsung menyentuh kehidupan rakyat.

Baca Juga: Tok! DPR Sahkan RUU Wantimpres Jadi Undang-Undang

2. Legalkan senjata api bagi petugas imigrasi

Ilustrasi Senjata Api (unsplash.com/Thomas Tucker)

YLBHI juga menyorot isi ketiga RUU ini yang dinilai memiliki substansi bermasalah. Lantaran UU Kementerian Negara dan UU Wantimpres memberikan Presiden kebebasan sepenuhnya dalam menentukan jumlah menteri tanpa dibatasi dengan syarat yang dipermudah. 

Persyaratan untuk menduduki kursi jabatan yang sebelumnya harus bersih dari catatan kriminal, kini dilonggarkan menjadi tidak tersangkut kasus pidana di atas lima tahun.

"Jika sebelumnya tidak boleh memiliki catatan tindak pidana, saat ini dimungkinkan diangkat jika tidak tersangkut pidana diatas lima tahun," demikian tulis YLBHI.

Hal ini justru akan berpotensi membuka peluang terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dalam mengisi kursi kabinet pemerintahan.

Selain itu, revisi UU Imigrasi juga kini memberikan izin kepada petugas imigrasi untuk mengggunakan senjata api dan memberikan kewenangan bagi kepolisian dalam mengakses data orang asing.

Baca Juga: KontraS dan YLBHI Desak Tindak Tegas Pelaku Kekerasan di Rempang

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya