Kesaksian Aktivis 98 Melihat Reaksi Prabowo dan Wiranto soal Penembakan 4 Mahasiswa
Semoga terungkap secepatnya siapa otak pelakunya
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Otak intelektual di balik kerusuhan 12 Mei 1998 yang terjadi di Universitas Trisakti masih menyisakan tanda tanya besar. Banyak pihak menunggu tanggung jawab negara, agar hal tersebut segera dituntaskan.
Salah satunya adalah Jualinto Hendro Cahyono, Ketua Paguyuban Persaudaraan Trisakti (Paperti) 1998 yang sebelumnya merupakan Ketua Senat Universitas Trisakti periode 1997-1998.
Sebagai saksi sejarah yang hadir langsung di tengah kerusuhan saat itu, Hendro menduga, pihak yang memberikan perintah untuk menembak ribuan mahasiswa Trisakti adalah aktor yang memiliki pangkat tinggi di militer, saat itu Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).
“Waktu itu memang yang menembaki di depan Trisakti adalah polisi, ada dari Polda Metro Jaya dan ada juga dari Brimob. Masalah perintah dari siapa itu yang mau gue cari tahu, karena perintah itu pasti datang dari bintang empat, gak mungkin dari letnan, kopral, apalagi sersan. Di tambah lagi waktu itu penembakan gak berhenti dari jam 17.00 WIB sampai 21.00 WIB,” kata Hendro saat ditemui IDN Times di Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (2/5).
Baca juga: Wawancara Khusus Christianto Wibisono: Mengungsi ke AS Pasca Kerusuhan Mei 1998
1. Prabowo mendatangi panggilan Pansus DPR kemudian menangis
Setelah kerusuhan 12 Mei 1998, Hendro beserta rekan-rekannya membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) dan mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membentuk Pansus, guna mencari siapa aktor yang memerintahkan insiden berdarah tersebut.
Salah satu aktor yang diduga terlibat dalam kejadian tersebut adalah Panglima Komando Cadangan Strategi TNI Angkatan Darat (Pangkostrad) Prabowo Subianto. Setahun kemudian, pada 1999, Prabowo memenuhi panggilan Pansus DPR untuk memberikan kesaksian guna mengungkap oknum negara yang tega melakukan tindakan keji tersebut.
“Sekitar 1999, saya bersama keluarga korban bertemu Prabowo saat dipanggil Pansus DPR. Harus saya akui, Prabowo tiba seperti koboi sangat gentlemen, dia datang seorang diri. Namun saya juga menyayangkan, karena dia gak mau ngakui siapa yang menembak, sambil berlinang air mata,” ungkap Hendro.
Baca juga: Berjuang untuk Anaknya dan Melawan Kanker, Ibunda Korban Trisakti 98 Tutup Usia