Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Jakarta, IDN Times - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai Upacara 17 Agustus di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara sebagai perayaan terhadap kerusakan Jakarta yang siap ditinggalkan, tanpa upaya pemulihan yang nyata.
Direktur Eksekutif Daerah WALHI Jakarta, Suci Fitria Tanjung menyatakan Jakarta, yang sering dianggap semrawut, tampaknya dijadikan alasan untuk ditinggalkan oleh pemerintah pusat tanpa adanya upaya pemulihan yang nyata.
“Jadi kami hari ini melihat bahwa Upacara 17-an itu sedang merayakan kerusakan Jakarta yang akan siap ditinggalkan dan kemudian akan melakukan, akan meng-copy paste hal yang sama di wilayah lain,” kata dia dalam diskusi di Kantor Walhi, Jakarta, Kamis (15/8/2024).
Baca Juga: Mahfud MD Tak Diundang Upacara 17 Agustus di IKN, Itu Urusan Pejabat!
1. Pemulihan masalah di Jakarta disebut tak tergambar di UU DKJ
Polusi Udara di Jakarta memburuk. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay) Suci menyampaikan sejumlah catatan kritis terkait Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (DKJ) yang lahir sejalan dengan pemindahan pusat pemerintahan ke IKN. Dia mengungkapkan keberatan atas penggunaan kondisi semrawut Jakarta sebagai justifikasi pemindahan ibu kota. Menurutnya, meskipun Undang-Undang DKJ disahkan, undang-undang tersebut belum mampu mengakomodasi arah pemulihan Jakarta.
Hingga saat ini, indikasi nyata mengenai langkah-langkah pemulihan Jakarta tidak tergambar jelas dalam Undang-Undang DKJ tersebut.
Dia menyoroti poin penting dari Undang-Undang DKJ yang dianggapnya bermasalah. Pertama, dia mencatat adanya upaya untuk membangun Jakarta dan wilayah sekitarnya melalui konsep kawasan aglomerasi yang sangat sentralistik dan invasif.
Menurut Suci, tujuan Jakarta sebagai kota global dan pusat ekonomi nasional justru bertentangan dengan peringatan Bappenas dalam blueprint-nya, yang menyoroti ancaman bencana, penurunan muka tanah, krisis air, polusi udara, dan masalah tata kota di Jakarta.
“Tapi memang itu tidak tergambar (dalam UU DKJ) dan justru akan ada ekspansi besar-besaran itu sampai ke Jabodetabekjur,” ujarnya.
2. Kemendagri dianggap gagal dalam menangani masalah lintas wilayah
Warga melintas dengan latar belakang PLTU Suralaya di Kota Cilegon, Banten, Rabu (6/12/2023). (ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas) Lanjutkan membaca artikel di bawah
Editor’s picks
Dia mengkritik kegagalan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam menjalankan wewenangnya terkait isu-isu lintas batas wilayah antara Jakarta dan sekitarnya. Menurutnya, seharusnya mereka memimpin tanggung jawab dalam menangani masalah yang bersifat transborder.
“Contohnya di putusan soal polusi udara, itu sudah jelas dikatakan bahwa Kementerian Dalam Negeri itu harus mensupervisi antara Jakarta dengan wilayah-wilayah sekitarnya karena ada transborder emission yang itu harus diselesaikan antar daerah,” paparnya.
Selain itu, dalam hal pengelolaan air, sampah, dan isu-isu lainnya, Suci menilai pembentukan kawasan aglomerasi justru mengalihkan wewenang tersebut dari daerah ke pusat, sehingga persoalan yang bersifat lintas wilayah tidak lagi menjadi tanggung jawab daerah, melainkan ditarik ke pusat melalui dewan kawasan aglomerasi.
“Dan ini tentu saja juga akan sangat mengkhawatirkan karena akan ada dibentuk juga badan layanan bersama,” sambungnya.
Baca Juga: Jokowi Tambah Syarat Penggunaan Tenaga Kerja Asing di IKN