TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Hujan Lebat Terjadi Saat Musim Kemarau, Ini Kata BMKG

Salah satu indikasi dampak perubahan iklim

Ilustrasi - Ruang pengamatan cuaca BMKG (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Jakarta, IDN Times - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, menyebut fenomena hujan lebat dan cuaca ekstrem yang terjadi di sepanjang musim kemarau 2022 merupakan salah satu indikasi dampak perubahan iklim.

“Situasi yang terjadi saat ini sesuai dengan hasil analisis BMKG yang dikeluarkan Maret 2022. Saat itu, BMKG menyampaikan bahwa sebagian wilayah Indonesia akan mengalami keterlambatan datangnya awal musim kemarau," ujar Dwikorita, Minggu (21/8/2022).

Dia mengatakan, BMKG juga memprakirakan, musim kemarau akan terjadi dengan sifat hujan di atas normal (kemarau basah) pada sebagian wilayah Indonesia,

"Hal tersebut juga sekaligus menegaskan adanya penyimpangan iklim pada tahun 2022,” kata dia.

Baca Juga: BMKG: Waspada Gelombang Tinggi hingga 6 Meter di Laut Selatan Jabar

Baca Juga: 3 Jurus BMKG Hadapi Tantangan Iklim yang Ancam Ketahanan Pangan

1. Musim kemarau di Indonesia terlambat

Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati. ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko

Dwikorita mengatakan, hingga awal Agustus 2022, berdasarkan pantauan BMKG menunjukkan bahwa sebanyak 257 zona musim (ZOM) di Indonesia telah memasuki musim kemarau atau sebesar 75 persen dari total 342 ZOM.

Daerah-daerah yang masih mengalami musim hujan, di antaranya sebagian Sumatra bagian utara dan tengah, Kepulauan Bangka Belitung, sebagian kecil Jawa Barat, sebagian besar Kalimantan, sebagian Sulawesi bagian selatan, tengah dan utara, Maluku, Maluku utara dan sebagian kecil Papua Barat.

"Normalnya, awal bulan Agustus seharusnya 99 persen ZOM telah mengalami musim kemarau. Namun jumlah ZOM yang telah memasuki musim kemarau baru mencapai 75 persen yang mengindikasikan adanya beberapa wilayah mengalami keterlambatan  memasuki musim kemarau," kata dia.

Sedangkan analisis hujan berdasarkan data lebih dari 3.000 titik pengamatan di Indonesia menunjukkan, pada bulan Mei, Juni dan Juli, kondisi hujan di atas normal terjadi pada lebih dari 30 persen wilayah Indonesia.

Baca Juga: Dinamika Atmosfer Terus Berubah, Curah Hujan di Sulawesi Utara Tinggi

2. Curah hujan lebih dari 50 persen wilayah Indonesia di atas normal

Ilustrasi musim hujan (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi)

Menurut Dwikorita, kondisi hujan di atas normal tersebut diprakirakan akan berlanjut pada bulan September dan Oktober dengan lebih dari 50 persen wilayah Indonesia akan mengalami curah hujan bulanan di atas normal.

"Kombinasi berbagai faktor alam menjadikan sebagian wilayah Indonesia tetap dilanda hujan lebat, bahkan mengalami cuaca ekstrem meski waktu musim kemarau," kata dia.

Faktor alam tersebut, ujar dia, karena menghangatnya suhu muka laut (SML) Indonesia, masih aktifnya fenomena La Nina, dan terjadinya fenomena iklim Indian Ocean Dipole (IOD) negatif.

Dwikorita mengatakan, menghangatnya suhu muka laut di Indonesia menyebabkan peningkatan kadar uap air di atmosfer sehingga potensi terbentuknya awan-awan hujan pun meningkat.

Selain itu, fenomena La Nina berkontribusi terhadap peningkatan curah hujan karena menyebabkan peningkatan suplai uap air dari arah Samudra Pasifik, sedangkan fenomena IOD negatif menyebabkan peningkatan suplai uap air dari arah Samudra Hindia.

3. Anomali iklim terus terjadi hingga Oktober-November 2022

Ilustrasi hujan (IDN Times/Hana Adi Perdana)

Analis Klimatologi BMKG, Supari, mengatakan, fenomena La Nina yang saat ini berada pada intensitas lemah (indeks sebesar -0.91), diprakirakan masih akan berlanjut setidaknya hingga periode September-November 2022.

Sementara itu, fenomena IOD negatif yang berlangsung sejak Juni 2022 diprakirakan dapat bertahan hingga akhir tahun 2022.

Supari menambahkan, analisis terhadap variabilitas suhu muka laut Indonesia menunjukkan terdapat kontribusi besar proses pemanasan global pada kenaikan suhu muka laut yang telah berlangsung sejak pertengahan April 2022, selain disebabkan oleh proses alamiah fenomena La Nina.

“Kondisi ini menunjukkan anomali iklim yang dirasakan di Indonesia saat ini merupakan bagian indikasi dampak perubahan iklim. Kondisi suhu muka laut yang hangat ini diprakirakan akan terus terjadi hingga Oktober-November 2022,” ujar dia.

4. Cuaca ekstrem dan gelombang tinggi di wilayah Indonesia harus diwaspadai

Ilustrasi prediksi cuaca BMKG (IDN Times/bmkg.go.id)

Akibat ketiga faktor alam tersebut, hingga periode bulan November 2022, potensi pembentukan siklon tropis di wilayah belahan bumi utara (bbu) Indonesia masih cukup signifikan.

Dengan demikian, dampak tidak langsung terhadap kondisi cuaca ekstrem dan gelombang tinggi di wilayah Indonesia masih harus diwaspadai terutama di wilayah Indonesia bagian utara ekuator, seperti Maluku Utara, Maluku, Papua Barat, Kalimantan Barat, Sumatera Utara.

Sebagian wilayah Indonesia selatan ekuator, seperti Bali, Nusa Tenggara dan sebagian wilayah Jawa kondisi cuaca umumnya cerah hingga berawan dengan potensi hujan relatif kecil untuk sepekan ke depan.

Baca Juga: Waspada! BMKG Keluarkan Peringatan Gelombang Tinggi Perairan Lampung

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya