Yusril: Penggunaan Hak Angket DPR Berpotensi Chaos, Harus Dihindari
Yusril nilai tak bisa pihak yang kalah ajukan hak angket
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Pakar hukum tata negara dari Universitas Indonesia (UI), Yusril Ihza Mahendra, menilai langkah koalisi pasangan capres-cawapres nomor urut satu dan tiga yang berencana menggunakan hak angket dugaan kecurangan Pemilu 2024, tidaklah tepat.
Menurut Yusril pihak yang tidak puas terhadap hasil Pemilu 2024 dapat membawa hal tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK). Hal itu diatur dalam Pasal 20A ayat (2) UUD 1945, bahwa hak angket dikaitkan dengan fungsi parlemen yang melakukan pengawasan yang bersifat umum, terhadap hal apa saja yang menjadi objek pengawasan parlemen.
"Apakah hak angket dapat digunakan untuk menyelidiki dugaan kecurangan dalam pemilu? Dalam hal ini Pilpres oleh pihak yang kalah? Menurut hemat saya, tidak. Karena di dalam UUD 1945 telah memberikan pengaturan khusus terhadap perselisihan hasil pemilu yang harus diselesaikan melalui Mahkamah Konstitusi (MK)," ujar Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu, seperti dikutip dalam keterangan tertulis, Jumat (23/2/2024).
Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) itu menjelaskan dalam Pasal 24C UUD 1945 dengan jelas mengatakan salah satu kewenangan MK adalah mengadili perselisihan hasil pemilihan umum. Dalam hal ini, MK dapat mengadili pilpres pada tingkat pertama dan terakhir. Yusril pun mengingatkan putusannya bersifat final dan mengikat.
Menurut Yusril, para perumus amandemen UUD 1945 nampaknya telah memikirkan bagaimana cara yang paling singkat dan efektif untuk menyelesaikan perselisihan hasil pemilu yaitu melalui MK.
1. Penggunaan hak angket berpotensi berujung chaos
Lebih lanjut, Yusril mengatakan, penggunaan hak angket bisa menyebabkan perselisihan hasil Pilpres 20234 berlarut-larut tanpa kejelasan kapan akan berakhir.
"Hasil angket pun hanya berbentuk rekomendasi atau paling jauh adalah pernyataan pendapat DPR," kata pendukung pasangan capres-cawapres nomor urut dua, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka itu.
Sementara, menurut Yusril, putusan MK lebih memberikan kepastian hukum. Penggunaan hak angket malah akan membawa Indonesia ke dalam ketidakpastian.
"Justru berpotensi berujung kepada chaos yang harus kita hindari. Kalau niatnya mau memakzulkan Presiden Jokowi, maka akan membawa negara ini ke dalam jurang kehancuran," ujarnya.
Proses pemakzulan pun memakan waktu yang relatif panjang. Dimulai dengan angket yang direncanakan pasangan capres-cawapres nomor urut satu dan tiga, hingga diakhiri pernyataan DPR bahwa presiden telah melanggar ketentuan yang diatur dalam UUD 1945 Pasal 7B.
Pasal 7B berisi usulan pemberhentian presiden atau wakil presiden. Dalam Ayat 1 tertulis usulan pemberhentian presiden dapat dimulai dari pengajuan DPR kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dengan lebih dulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPR bahwa presiden telah melakukan perbuatan pelanggaran hukum.
Pelanggaran yang dimaksud mulai dari pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela.
Baca Juga: Yusril: Berita Korupsi Pembelian Pesawat Mirage Qatar Adalah Hoaks!