TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Usai Diprotes, Komisi I DPR Janji Pelajari Masukan soal RUU Penyiaran

Draf RUU Penyiaran yang sudah beredar diklaim belum final

Ketua DPP Partai Golkar Meutya Hafid menyampaikan partainya mendorong rekonsiliasi terjadi usai pemilu 2024. (IDN Times/Amir Faisol)

Jakarta, IDN Times - Ketua Komisi I DPR, Meutya Hafid membantah pihaknya ingin memberangus kebebasan pers melalui Rancangan Undang-Undang Penyiaran. Menurutnya, hubungan antara komisi I DPR dengan Dewan Pers adalah relasi yang sinergis dan saling melengkapi. Hal itu termasuk dalam lahirnya Peraturan Presiden mengenai publisher rights. 

Menurut politisi perempuan dari fraksi Partai Golkar itu, draf RUU Penyiaran yang saat ini beredar belum bersifat final. "Draf yang saat ini beredar adalah draf yang mungkin muncul dalam beberapa versi dan masih amat dinamis. Sebagai draf tentu penulisannya belum sempurna dan cenderung multitafsir," ujar Meutya di dalam keterangan tertulis pada Kamis (16/5/2024). 

Ia menambahkan tahapan RUU Penyiaran saat ini masih berada di Badan Legislasi. "Artinya, belum ada pembahasan dengan pemerintah," tutur perempuan yang dulu juga pernah bekerja sebagai jurnalis di stasiun televisi berita itu. 

Salah satu poin di dalam RUU Penyiaran yang menuai penolakan luas dari organisasi pers dan masyarakat mengenai pelarangan penayangan eksklusif produk jurnalistik investigasi. Hal itu tertulis di dalam pasal 50B ayat dua huruf c. 

"Selain memuat panduan kelayakan isi siaran dan konten siaran, Standar Isi Siaran (SIS) memuat larangan mengenai penayangan eksklusif jurnalistik investigasi," demikian isi pasal tersebut seperti dikutip dari draf RUU Penyiaran. 

Menurut sejumlah organisasi jurnalis, pasal tersebut menimbulkan kebingungan dan multi tafsir. 

1. Komisi I DPR putuskan pelajari lagi kritik dan masukan yang masuk soal RUU Penyiaran

Ilustrasi Kompleks Parlemen Senayan di Jakarta. (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Lebih lanjut, Meutya mengatakan berdasarkan rapat internal Komisi I DPR pada 15 Mei 2024 lalu, sudah diambil kesepakatan agar Panitia Kerja Komisi Penyiaran I DPR mempelajari kembali masukan dari masyarakat. Termasuk dari organisasi jurnalis. 

"Komisi I DPR membuka ruang seluas-luasnya untuk berbagai masukan dari masyarakat. Tentu setelah menjadi RUU maka rancangan undang-undang itu akan diumumkan ke publik secara resmi," kata dia. 

Ia menambahkan bahwa komisi I DPR akan terus membuka ruang yang luas bagi masukan dari masyarakat. "Kami mendukung diskusi dan diskursus untuk RUU Penyiaran sebagai bahan masukan pembahasan RUU Penyiaran," tutur dia lagi. 

Baca Juga: Kisruh RUU Penyiaran, Kominfo: Pemerintah Tak Campur Tangan!

2. Anggota Komisi I bantah hendak larang penayangan jurnalis investigasi di RUU Penyiaran

Anggota komisi I DPR, Sukamta. (Dokumentasi fraksi Partai Keadilan Sejahtera)

Sementara, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Sukamta, mengatakan larangan yang diatur dalam beleid RUU Penyiaran itu bukan mengenai jurnalisme investigasi yang terkait pendalaman tindak kriminal tertentu. Seperti membongkar bisnis makanan yang tidak sehat, judi online, atau narkoba.

"Yang dimaksud (pelarangan konten siaran) itu adalah penggunaan frekuensi publik untuk penyiaran gosip dengan hak eksklusif. Misalnya, ada artis menikah lalu disiarkan selama berhari-hari secara eksklusif menggunakan frekuensi publik. Itu yang diatur," ujar dia dikutip dari situs resmi PKS.  

Namun, kata Sukamta, bila yang dimaksud dalam beleid RUU Penyiaran benar-benar pelarangan penayangan produk jurnalisme investigasi, maka hal tersebut dinilai tidak pas. "Kalau itu yang terjadi ya nanti kami akan menentang itu," kata dia. 

Baca Juga: Mahfud: Draf RUU Penyiaran Keblinger, Larang Media Investigasi

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya