Rizieq Shihab Cs Ajukan Amicus Curiae, Singgung Putusan MK Nomor 090
MK didesak kembalikan kehidupan bernegara sesuai UUD 1945
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Pihak lain yang ikut mengajukan surat Amicus Curiae atau Sahabat Pengadilan pada Rabu (17/4/2024) adalah mantan Ketua Ormas Front Pembela Islam (FPI), Rizieq Shihab. Dokumen tersebut diserahkan ke Mahkamah Konstitusi (MK) melalui perwakilan kuasa hukum mereka.
Di dalam dokumen tersebut, terdapat empat orang lainnya yang mengajukan diri sebagai sahabat pengadilan. Mereka adalah Din Syamsuddin, Munarman, Yusuf Martak dan Ahmad Shabri Lubis. Kelimanya menyebut posisi mereka sebagai warga negara yang memiliki keprihatinan mendalam terhadap masa depan Indonesia.
"Kami sampaikan dokumen Amicus Curiae yang ditandatangani oleh Muhammad Rizieq Syihab, Din Syamsuddin, Ahmad Shabri Lubis, Munarman, dan Yusuf Muhammad Martak," ujar kuasa hukum Rizeq, Aziz Yanuar di dalam keterangan tertulis pada hari ini.
Ia mengatakan tidak ada alasan khusus mengapa Rizieq cs baru menyerahkan Amicus Curiae hari ini. "Momentumnya kebetulan sebelum putusan (PHPU Pilpres)," tutur dia lagi ketika dikonfirmasi oleh IDN Times.
Isi Amicus Curiae yang dikirimkan oleh lima individu itu hanya setebal dua halaman. Di bagian akhir dari dokumen tersebut, kelimanya berharap hakim konstitusi benar-benar menjadi penjaga konstitusi atau penjaga rezim.
"Kami hingga saat ini masih meyakini bahwa Yang Mulia Hakim Konstitusi tetap akan menjadi guardian of constitution," demikian isi dari Amicus Curiae itu.
1. Rizieq Cs berharap MK jadi kekuatan penyeimbang dari Trias Politica
Di dalam Amicus Curiae itu, Rizieq cs berharap hakim-hakim konstitusi bisa menjadi kekuatan penyeimbang dan merupakan bagian dari trias politica. Tujuannya, agar dapat kembali meluruskan perjalanan bangsa dan negara ke rel konstitusi yang berdasarkan pada keadilan serta berorientasi kepada kemakmuran rakyat.
"Tanpa ada lembaga yang mengingatkan dan mencegah serta mampu menghentikan, maka praktik abuse of power akan terus berlangsung," ujar mereka.
Mereka juga menyinggung praktik di dua rezim yaitu Orde Lama dan Orde Baru. Pada dua rezim itu, terjadi penyalahgunaan kekuasaan sehingga memicu berbagai peristiwa mulai dari pelanggaran HAM berat seperti extra judicial killing, arbitrary detention, hingga konflik berbasis SARA.
Baca Juga: Megawati Sampaikan Amicus Curiae ke MK Jelang Putusan Sengketa Pilpres