TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pengacara: Eni Saragih Mengira Uang yang Diterimanya Bukan Suap

Eni menerima uang dari pengusaha mencapai Rp4,8 miliar

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Komisi VII DPR yang kini ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Eni Maulani Saragih, mengaku gak tahu kalau uang yang ia terima dari pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo merupakan uang suap.

Ia mengira uang tersebut halal diterima karena Johannes meminta tolong kepada Eni. Tetapi, apakah itu untuk memuluskan proyek PLTU Riau-1, kuasa hukum, Fadli Nasution membantahnya.

"Yang diminta bantuan ke Bu Eni tidak terkait proyek ini, jadi biasa saja. Yang namanya kawan ya antara Pak Johannes dengan Bu Eni saling membantu," ujar Fadli kepada IDN Times yang menghubunginya pada Selasa malam (17/7) kemarin.

Eni ditahan oleh penyidik KPK pada Sabtu pekan lalu, gara-gara menerima uang dengan total Rp4,8 miliar. Uang tersebut diterima Eni dari Johannes sejak Desember 2017. Walaupun uang tersebut dianggap satu bentuk permintaan tolong, tetapi pemberiannya gak pernah ke Eni langsung. Yang mengambil selalu keponakan atau staf Eni.

Fadli tidak menampik antara Eni dengan Johannes memang sudah berteman sejak lama. Bahkan, sebelum Eni melenggang ke DPR. Politisi dari Partai Golkar itu pada Selasa kemarin menulis surat yang berisi klarifikasinya terhadap kasus hukum yang tengah ia hadapi.

Lalu, benarkah Eni memang tidak mengetahui uang yang ia terima dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited adalah suap?

Baca juga: Penyidik KPK Geledah Rumah Dirut PLN

1. Eni anggap pemberian uang dari pengusaha Johannes bentuk permintaan tolong

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Menurut Fadli, kliennya sadar betul sebagai anggota DPR, ia gak boleh menerima pemberian atau gratifikasi terkait jabatannya. Tapi, ia gak tahu kalau uang dari pengusaha Johannes masuk kategori suap.

"Beliau tentu tahu sebagai anggota DPR gak boleh menerima uang dari pihak lain. Tapi, ketika itu Beliau menganggapnya itu bukan uang suap atau gratifikasi. Beliau menganggapnya itu hanya membantu," ujar Fadli kepada IDN Times melalui telepon.

Walaupun pemberian itu selalu diterima bukan oleh Eni langsung, menurut Fadli itu hanya hal teknis saja. Sebab, sejak awal itu hanya uang untuk meminta tolong.

Lalu, apakah uang itu digunakan untuk kepentingan pencalonan suami Eni di Kabupaten Temanggung? Fadli mengaku belum ada dugaan sejauh itu.

"Tidak sejauh itu. Itu pure memang untuk membantu teman saja," katanya lagi.

Namun, dalam logika KPK, pernyataan Eni dinilai gak masuk akal. Sebab, sebagai penyelenggara negara sangat mudah apakah uang yang diterimanya masuk kategori suap atau gratifikasi. Kalaupun mereka menerima, maka wajib sifatnya untuk dilaporkan ke KPK.

"Kami menghargai pihak-pihak yang memiliki itikad baik yaitu melaporkan sebelum tertangkap. Kalau setelah ditangkap baru kemudian dilaporkan ya itu beda lagi," ujar juru bicara KPK, Febri Diansyah ketika ditemui di gedung KPK kemarin.

2. Eni mengaku bersalah karena menerima uang dari pengusaha Johannes

Istimewa

Untuk mengklarifikasi semua dugaan yang ada, Eni kemudian menulis surat sebanyak dua lembar dari balik jeruji KPK. IDN Times juga memperoleh salinan surat tersebut dari Fadli selaku kuasa hukum.

Di dalam surat tersebut, Eni mengaku gak berniat untuk melakukan intervensi dalam proyek pembangunan PLTU Riau-1 tersebut. Menurut dia, justru ia berniat untuk memperjuangkan proyek PLTU Riau agar dijadikan 'contoh' bagi proyek lain.

"Sebab, proyek itu semua kondisinya baik, harga bagus, negara menguasai, dan bunganya sangat rendah," tulis Eni.

Ia kemudian meminta kepada Presiden Joko "Jokowi" Widodo agar tidak menggagalkan proyek dengan investasi USD 900 juta tersebut.

"Karena model ini yang Bapak mau. Banyak tangan atau kepentingan segelintir orang yang tidak mau model seperti ini bisa jalan. Mereka tidak mau negara menguasai asset (51 persen) dan hanya mau kepetingannya saja. Saya mohon Bapak Presiden turun tangan langsung dengan proyek 35 ribu MW," kata Eni lagi.

Di surat itu juga tertulis, kalau ia mengira rezeki yang ia dapat dari proyek tersebut halal untuk diterima. Hal itu lantaran proyek itu dipegang oleh swasta yang menjadi agen legal. Selain itu, proyek tersebut dilakukan setelah melalui proses yang benar.

"Sehingga kalaupun ada rezeki yang saya dapat dari proses ini menjadi halal dan selalu saya niatkan untuk orang-orang yang berhak menerimanya," tutur Eni di dalam suratnya.

Kalian penasaran dengan isi surat Eni? Berikut salinan lengkap yang IDN Times peroleh dari kuasa hukum:

Proyek PLTU 2x300 Riau I, yang saya lakukan adalah membantu proyek investasi ini berjalan lancar. Ini bukan proyek APBN. Proyek Riau I, proyek di mana negara melalui PLN menguasai saham 51%, tidak ada tender maka dari itu tidak ada peran saya untuk mengintervensi untuk memenangkan salah satu perusahaan. Dari proyek 35 ribu MW, baru Riau I yang PLN menguasai saham 51%, PLN hanya menyiapkan equity 10%, lebihnya PLN akan dicarikan dana pinjaman dengan bunga yang sangat murah 4,25 / th. Harga jual ke PLN pun murah sekitar 5,3 sen sehingga diyakinkan ke depan PLN akan dapat menjual listrik yang murah kepada rakyat.

Saya merasa bagian yang memperjuangkan proyek Riau I ini menjadi proyek “contoh” dari proyek 35 ribu MW, yang semua kondisinya baik, harga bagus, negara menguasai, bunga sangat rendah. Dibandingkan dengan PLTU “BATANG 2x1000”, saya pernah kunker di sana bersama Komisi-7, investasi proyeknya mahal 5,2 M Dollar, full swasta negara tidak ada sama sekali sahamnya, harganya pun mahal di atas 5 sen, padahal dengan proyek yang sangat besar ini 2x1000, seharusnya harga bisa dibawah 5 sen, dan yang luar biasa lagi negara menjamin proyek ini sampai 30 tahun, tanpa ada kepemilikan negara di proyek ini –NOL- Ada apa dengan proyek ini? Makanya saya perjuangkan proyek Riau I karena saya yakin ada sesuatu yang bisa saya lakukan buat negara ini.

Kepada Pak Jokowi, Bapak Presiden RI, maka jangan digagalkan model proyek Riau I ini karena model ini yang Bapak mau. Banyak tangan atau kepentingan segelintir orang yang tidak mau model seperti ini bisa jalan. Mereka tidak mau negara menguasai asset (51%), mereka hanya mau kepetingannya saja. Saya mohon Bapak Presiden turun tangan langsung dengan proyek 35 ribu MW.

Ada lagi yang lebih gila lagi, proyek Paiton di atas 9 sen, luar biasa gilanya.

Saya membantu Riau I, karena saya tahu semangat Pak Kotjo dan Pak Sofyan Basyir adalah semangatnya buat negara. Semua dipress, ditekan agar hasil jualnya ke PLN menjadi murah dengan begitu listrik buat rakyat pun menjadi murah.

Kesalahan saya, karena saya menganggap Pak Kotjo sebagai teman, satu tim, bukan orang lain, sehingga kalau ada kebutuhan yang mendesak saya menghubungi beliau untuk membantu sponsor kegiatan organisasi, kegiatan ummat, maupun kebutuhan pribadi, dan Pak Kotjo pun membantu karena mungkin beliau beranggapan yang sama kepada saya.

Kesalahan saya juga adalah merasa kalaupun ada rezeki yang saya dapat dari proyek ini karena saya merasa proyek ini proyek investasi di mana swasta menjadi agen yang legal, proses dari proyek ini benar, kepentingan negara nomor 1 (karena menguasai 51%), rakyat akan mendapatkan listrik murah (karena harga jualnya ke PLN murah), sehingga kalaupun ada rezeki yang saya dapat dari proses ini menjadi halal dan selalu saya niatkan untuk orang-orang yang berhak menerimanya.

Saya mengakui ini salah karena saya sebagai anggota DPR (karena jabatan saya melekat) dan kesalahan ini akan saya pertanggungjawabkan di depan hukum dan di hadapan Allah Swt.

Jakarta, 15 Juli 2018

Ttd.

Eni Maulani Saragih

Baca juga: Dirut PLN Sofyan Basir Hormati Proses Hukum yang Dilakukan KPK

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya