TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Partai Gelora: Putusan MK Malah Timbulkan Ketidakpastian Hukum Baru

Gugatan blunder Gelora justru buka peluang bagi Anies

Sekretaris Jenderal Partai Gelora, Mahfuz Sidik (sebelah kiri) bersama Ketua Umum Partai Gelora, Anis Matta. (Dokumentasi Partai Gelora)

Intinya Sih...

  • Putusan MK memungkinkan parpol mengajukan calon kepala daerah berdasarkan DPT, bukan jumlah kursi DPRD.
  • Partai Gelora dianggap blunder karena gugatannya membuka peluang bagi PDI Perjuangan dan Anies Baswedan di Pilkada Jakarta.
  • Partai Gelora menilai putusan MK menimbulkan ketidakpastian hukum baru dan mengusulkan langkah-langkah legislasi oleh DPR dan KPU.

Jakarta, IDN Times - Partai Gelora akhirnya angkat bicara soal gugatan mereka ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang dikabulkan sebagian. Di dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 60/PUU-XXII/2024 itu berbunyi partai politik atau gabungan parpol untuk bisa mengajukan calon kepala daerah tidak lagi menggantungkan ke jumlah kursi DPRD yang mereka miliki. Alih-alih, parpol bisa mengajukan calon kepala daerah tergantung pada Daftar Pemilih Tetap (DPT). 

Putusan itu membuyarkan strategi koalisi besar bernama KIM Plus di Pilkada Jakarta. Sedangkan, gugatan Partai Gelora, dianggap oleh analis politik sebagai gugatan yang blunder. Sebab, putusan tersebut membuka jalan bagi PDI Perjuangan dan Anies Baswedan untuk tetap maju di Pilkada Jakarta. 

Sementara, Sekretaris Jenderal Partai Gelora, Mahfuz Sidik, mempertanyakan putusan MK yang dibacakan pada Selasa (20/8/2024) yang menghapus ambang batas atau treshold soal syarat pencalonan kepala daerah.

"MK juga membuat norma pengaturan baru tentang syarat pencalonan berdasarkan jumlah penduduk dan prosentase suara sah partai. Hal ini sama sekali tidak ada di dalam permohonan uji materi kami," ujar Mahfuz di dalam keterangan tertulis yang dikutip pada Rabu (21/8/2024). 

Ia menilai MK telah melakukan tindakan ultra petita dengan memutuskan obyek perkara yang tidak diajukan oleh pemohon yakni UU Pilkada pasal 40 ayat 1. Isinya partai yang tidak memperoleh kursi DPRD tetap bisa mengajukan calon kepala daerah selagi memenuhi syarat persentase yang dihitung dari jumlah daftar pemilih tetap (DPT). 

1. Partai Gelora nilai putusan MK yang tak dimohonkan bisa sebabkan ketidakpastian hukum

Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi (MK). (IDN Times/Santi Dewi)

Lebih lanjut, Mahfuz menilai pengaturan norma baru oleh MK tentang persyaratan pencalonan kepala daerah menimbulkan ketidakpastian hukum baru. Maka, Partai Gelora, kata Mahfuz, mengusulkan DPR dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) segera melakukan langkah-langkah legislasi. 

"Menyikapi putusan MK tersebut yang kami nilai ultra petita dan menimbulkan ketidakpastian hukum, maka Partai Gelora mengusulkan agar DPR dan KPU melakukan langkah-langkah legislasi segera," katanya. 

Usulan itu langsung diamini oleh Badan Legislasi DPR. Mereka menggelar rapat mendadak pada hari ini untuk membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada. Panitia Kerja RUU Pilkada DPR RI menyepakati perubahan syarat ambang batas pencalonan pilkada dari jalur partai hanya berlaku untuk partai yang tidak punya kursi di DPRD. Hal itu diatur dalam daftar inventaris masalah (DIM) Pasal 40 UU Pilkada.

Artinya, PDIP tetap tidak bisa mengajukan calon kepala daerah di Pilkada Jakarta. 

Baca Juga: Debat Sengit soal Usia Cakada di Baleg DPR, PDIP: Ini Setuju Atas Apa?

2. DPR tolak patuhi putusan MK soal usia minimum calon kepala daerah

Rapat Baleg DPR di Kompleks Parlemen pada Rabu (21/8/2024). (IDN Times/Amir Faisol)

Selain menolak putusan MK nomor 60/PUU-XXII/2024, parlemen hari ini juga menolak untuk mengikuti putusan nomor 70/PUU-XXII/2024 yang dimohonkan Anthony Lee dan Fahrur Rozi. 

Baleg DPR pilih mengikuti putusan kontroversial Mahkamah Agung (MA) yang dibuat hanya dalam tempo 3 hari, yakni titik hitung usia minimum calon kepala daerah dihitung sejak tanggal pelantikan.

Mayoritas fraksi, selain PDI-P, menganggap bahwa putusan MA dan MK sebagai dua opsi yang sama-sama bisa diambil salah satunya. Mereka menilai, DPR bebas mengambil putusan mana untuk diadopsi dalam revisi UU Pilkada sebagai pilihan politik masing-masing fraksi.

Fraksi PDI-P, diwakili Putra Nababan dan Arteria Dahlan, sempat melontarkan sejumlah argumentasi yang pada intinya menganggap bahwa Baleg DPR harusnya mematuhi putusan MK. Terlebih, putusan MK secara hirarki dapat dianggap lebih tinggi karena menguji UU Pilkada terhadap UUD 1945. Sedangkan putusan MA hanya menguji peraturan KPU terhadap UU Pilkada.

Pemimpin rapat panja Baleg pagi tadi, Achmad Baidowi dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), kemudian mengetuk palu tanda setuju bahwa pihaknya menolak putusan MK dan pilih manut putusan MA. Bila ini disahkan, maka peluang bagi putra bungsu Presiden Joko "Jokowi" Widodo untuk maju di kontestasi pilgub masih terbuka lebar. 

Baca Juga: RUU Pilkada Akan Disahkan Jadi UU di Rapat Paripurna DPR Kamis Besok

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya