TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Panglima TNI Bantah Revisi UU TNI untuk Hidupkan Dwifungsi di Era Orba

Di draf, prajurit TNI aktif boleh isi jabatan instansi sipil

Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto. (Dokumentasi Puspen TNI)

Intinya Sih...

  • Panglima TNI membantah kekhawatiran publik tentang revisi UU TNI yang menghidupkan kembali dwifungsi ABRI di era Orde Baru
  • Wakil Menteri Pertahanan menyatakan penempatan personel TNI di instansi sipil tetap dalam pengawasan ketat dan harus sesuai aturan
  • Prajurit TNI aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang politik dan keamanan negara, pertahanan negara, intelijen negara, lembaga ketahanan nasional, dewan pertahanan nasional, SAR nasional, narkotika nasional, dan Mahkamah Agung

Jakarta, IDN Times - Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto membantah kekhawatiran publik mengenai revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 mengenai TNI, akan menghidupkan lagi dwifungsi ABRI di era Orde Baru. Sambil berseloroh, Agus justru menyebut TNI kini multifungsi. Mereka tidak hanya bekerja di sejumlah instansi sipil, melainkan juga membantu masyarakat untuk bidang yang belum diisi oleh pemerintah. 

"Semuanya kita ini, bukan lagi dwifungsi ABRI. Melainkan multifungsi ABRI. Ada bencana pun, kami ada di situ, ya kan? Jadi, jangan berpikir seperti itu lah," ujar Agus di Jakarta, Jumat (7/6/2024). 

Ia menambahkan, tugas prajurit TNI mengabdi kepada negara. Sehingga, penugasan prajuritnya tersebar di berbagai bidang dan wilayah. 

"Sekarang di Papua yang ngajar itu anggota saya dari TNI. Lalu, pelayanan kesehatan juga anggota saya. Terus kalian mau menyebut ini sebagai dwifungsi atau multifungsi sekarang? Kita jangan berpikir seperti itu ya. Kan ini demi kebaikan negara ini," tutur dia lagi. 

1. Kemhan pastikan penempatan personel TNI di instansi sipil dilakukan dengan aturan ketat

Wakil Menteri Pertahanan, Letjen TNI Muhammad Herindra (kanan). (www.diskominfotik.bengkalis.kab.go.id)

Sementara, Wakil Menteri Pertahanan Letjen TNI Muhammad Herindra pernah menyampaikan pesan serupa. Ia mengakui di dalam revisi UU TNI membolehkan adanya penempatan personel TNI di instansi sipil. Tetapi, hal tersebut tetap dalam pengawasan ketat dan harus sesuai aturan. Sehingga, ia memastikan tidak akan ada lagi dwifungsi ABRI. 

"Sekarang kan sudah diatur dengan regulasi yang ketat ya. Jadi, gak semena-mena lah. Semua juga ada aturannya, regulasi," ujar Herindra di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat pada Kamis kemarin. 

Ia menambahkan, penempatan personel TNI di instansi sipil harus datang dari instansi yang bersangkutan. "Jadi, tidak bisa ujug-ujug. Pengiriman itu pasti atas permintaan dari K/L tersebut. Sehingga, saya pikir kalau ada kekhawatiran seperti itu, terlalu berlebihan lah ya," katanya lagi. 

Baca Juga: Panglima TNI: Pengiriman Pasukan ke Gaza Tunggu Perjanjian Damai

2. Draf UU TNI yang direvisi berpeluang buka lebih lebar personel TNI untuk kerja di instansi sipil

Presiden Joko "Jokowi" Widodo ketika melakukan inspeksi jajaran pasukan saat upacara HUT TNI di Lanud Perdanakusuma, Jakarta Timur pada 2019. (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

Personel TNI aktif bisa duduk di jabatan sipil diatur di dalam draf itu tertuang di Pasal 47 ayat (2). Di sana tertulis 'prajurit TNI aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang politik dan keamanan negara, pertahanan negara, sekretaris militer presiden, intelijen negara, sandi negara, lembaga ketahanan nasional, dewan pertahanan nasional, search and rescue (SAR) nasional, narkotika nasional, dan Mahkamah Agung (MA). 

"Serta kementerian lain dan lembaga lain yang membutuhkan tenaga dan keahlian prajurit aktif sesuai dengan kebijakan presiden," demikian isi lengkap Pasal 47 ayat 2. 

Sementara, di ayat (3) tertulis prajurit TNI aktif baru bisa menduduki posisi di instansi bila ada permintaan dari pimpinan kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian. Ketentuan mengenai prajurit TNI aktif di organisasi kementerian dan lembaga pemerintah nonkementarian, akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP). 

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya