Pakar: Gibran Diuntungkan Bila MK Kabulkan Gugatan Batas Usia Capres
Pakar ungkap bahaya jika MK kabulkan batas usia
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Pakar hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, mengatakan bila Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan ambang batas usia capres dan cawapres, keputusan tersebut menguntungkan Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka.
Bivitri beralasan dari semua bakal cawapres yang kini disebut-sebut akan berpasangan dengan Prabowo Subianto dan berusia di bawah 40 tahun, hanya putra sulung Presiden Joko "Jokowi" Widodo tersebut. Bahkan, kata dia, sudah ada video yang menggambarkan sejumlah kaos untuk materi kampanye bertuliskan Prabowo-Gibran.
"Sehingga, indikasinya sangat-sangat kuat yang diuntungkan Gibran. Selain itu kalau kita lihat bakal cawapres yang lain kan ada Erick Thohir, Pak Mahfud, hingga Bu Khofifah, itu kan semua berusia di atas 40 tahun. Gak ada yang memiliki kepentingan langsung terkait perkara ini," ujar Bivitri ketika berbicara dalam program Gen Z Memilih by IDN Times, dikutip pada Senin (16/10/2023).
Selain itu, meski gugatan dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) itu sudah diajukan ke MK sejak Maret 2023, tetap saja tidak menghapus persepsi gugatan itu dilayangkan pada Gibran. Apalagi, kata Bivitri, Gibran bukan anak muda biasa. Ia putra presiden yang punya paman ketua MK yang mengadili gugatan tersebut.
"Seandainya gak ada seorang Gibran, katakanlah Gibran, sudah berusia 41 tahun. Mungkin, ini gak ada nih (gugatan ke MK)," tutur dia.
Lalu, apa dampaknya bagi demokrasi Indonesia seandainya gugatan tersebut dikabulkan?
Baca Juga: Viral Meme Mahkamah Keluarga, Pakar: Tanda Kepercayaan ke MK Luntur
1. Bila gugatan dikabulkan maka berpotensi menyebabkan tingkat kepercayaan ke MK luntur
Lebih lanjut, bila hakim konstitusi mengabulkan gugatan yang diajukan Partai Solidaritas Indonesia (PSI), maka hal tersebut dapat membuat tingkat kepercayaan pada MK luntur. Apalagi, Ketua MK, Anwar Usman, adalah paman Gibran. Alhasil, gugatan tersebut memiliki konflik kepentingan yang tinggi.
"Harusnya sesuai kode etik, dia mundur. Bahkan, menurut saya, sudah sejak lama, dia seharusnya mundur dari MK. Bagaimanapun dia memilih tidak mundur. Yang terjadi kini MK malah diejek. Plang di depan gedung yang seharusnya bertuliskan Mahkamah Konstitusi, menjadi Mahkamah Keluarga," kata Bivitri.
Padahal, kata dia, dalam negara hukum, gantungan legitimasi peradilan ada pada kepeercayaan publik. Dampak kedua seandainya gugatan tersebut dikabulkan MK yaitu akan muncul kekacauan.
"Sebab, segala hal akan diajukan ke MK. Jadi, MK seperti buka kotak pandora. Ayo, silakan, mau mengurus soal usia atau apa bisa datang saja ke MK. I can do it for you," tutur peremuan yang akrab disapa Bibit.
Baca Juga: Jelang Putusan MK, Pengamat: Masyarakat Masih Sensitif soal Nepotisme