TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

MPR Resmi Cabut Nama Soeharto dari TAP Nomor 11 Tahun 1998 soal KKN

Proses hukum terhadap Soeharto dianggap telah selesai

Ketua MPR, Bambang Soesatyo dalam Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR-DPD RI tahun 2024, pada Jumat (16/8/2024). (YouTube.com/DPR RI)

Intinya Sih...

  • MPR mencabut nama Soeharto dari Ketetapan MPR Nomor 11 tahun 1998
  • Proses hukum terhadap Soeharto dianggap telah selesai karena yang bersangkutan telah meninggal dunia

Jakarta, IDN Times - Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI resmi mencabut nama Soeharto dari Ketetapan MPR Nomor 11 tahun 1998 tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Penyebutan nama Soeharto tertera di pasal 4 TAP MPR tersebut.

Isinya, 'Upaya pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapapun juga, baik itu pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga dan kroninya, pihak swasta atau konglomerat termasuk mantan Presiden Soeharto.'

"Tetapi, upaya itu tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan hak-hak asasi manusia (HAM)," demikian isi pasal 4 TAP MPR nomor 11 tahun 1998. 

TAP MPR itu diteken pada 13 November 1998. Ketua MPR kala itu dijabat Harmoko. 

Keputusan tersebut disampaikan Ketua MPR, Bambang Soesatyo di sidang paripurna terakhir anggota MPR periode 2019-2024.

"Terkait dengan penyebutan nama mantan Presiden Soeharto dalam TAP MPR Nomor 11 tahun 1998 tersebut, (proses hukum) secara pribadi Bapak Soeharto dinyatakan telah selesai karena yang bersangkutan telah meninggal dunia," ujar Bambang di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (24/9/2024). 

Pria yang akrab disapa Bamsoet itu mengatakan, TAP MPR tersebut secara yuridis masih berlaku. Namun, proses hukum terhadap Soeharto sesuai pasal itu telah selesai karena yang bersangkutan telah meninggal dunia.

1. Partai Golkar yang usulkan agar nama Soeharto dicabut dari TAP MPR Nomor 11/1998

Partai Golkar (IDN Times/Lia Hutasoit)

Bamsoet mengakui bahwa pencabutan nama Soeharto di TAP MPR Nomor 11 tahun 1998 merupakan usulan dari Fraksi Partai Golkar. Partai berlambang pohon beringin itu mengirimkan surat ke MPR pada 18 September 2024 lalu untuk menarik nama Soeharto dari TAP MPR tahun 1998 tersebut. 

Sedangkan, Bamsoet diketahui merupakan salah satu politikus dari Golkar. Konsep Golkar yang semula merupakan perwakilan golongan dan beralih menjadi partai politik, dicetuskan kali pertama oleh Soeharto. Keputusan pencabutan nama Soeharto, kata Bamsoet, sudah disepakati dalam rapat gabungan MPR pada Senin kemarin. 

"MPR sepakat untuk menjawab surat tersebut sesuai dengan etika dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, di mana status hukum TAP MPR Nomor 11 tahun 1998 tersebut dinyatakan masih berlaku oleh Tap MPR Nomor 1/R 2003," katanya. 

Baca Juga: IKOHI: Keluarga Aktivis 1998 Dibohongi, Tiba-tiba Ditemui Dasco

2. Soeharto pernah dijadikan tersangka korupsi oleh Kejaksaan Agung

Teknologi deep fake yang digunakan di pidato Soeharto. (Tangkapan layar X Erwin Aksa)

Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 setelah rezim Orde Baru yang ia pimpin selama 32 tahun habis-habisan didemo mahasiswa. Di saat bersamaan juga terjadi krisis ekonomi. Setelah Orde Baru runtuh, MPR kemudian mengeluarkan TAP MPR yang menegaskan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN.

Kemudian pada Maret 2000, Kejaksaan Agung menetapkan Soeharto sebagai tersangka dugaan korupsi lewat tujuh yayasan. Pada Agustus tahun yang sama, dia dilimpahkan ke persidangan, namun upaya menghadirkan presiden ke-2 itu ke meja hijau selalu gagal.

Akhirnya pada 2006 lalu, Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyatakan pemerintah tidak akan melanjutkan perkara mantan Presiden Soeharto di pengadilan, yang selama ini terhenti karena alasan kesehatan.

Pada 11 Mei 2006, Kejaksaan pun menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Soeharto karena perkara ditutup demi hukum, yaitu gangguan kesehatan permanen pada Soeharto sehingga persidangan tidak mungkin dilanjutkan.

3. MPR dorong mantan presiden termasuk Soeharto diberi penghargaan

Ketua MPR, Bambang Soesatyo dalam Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR-DPD RI tahun 2024, pada Jumat (16/8/2024). (YouTube.com/DPR RI)

Bamsoet menambahkan, MPR adalah rumah kebangsaan bersama dan penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. MPR juga merupakan aktualisasi dari pemusyawaratan atau perwakilan seluruh rakyat Indonesia. 

"Sudah sepantasnya dalam kerangka itu, MPR merajut persatuan bangsa. Layaknya benang yang mengikat kain berbagai warna, MPR menganyam harapan dan cita-cita bangsa dalam satu harmoni," kata dia. 

Menurut dia, dalam semangat persatuan dan kesatuan, Pimpinan MPR mendorong agar jasa dan pengabdian dari mantan Presiden Soekarno, mantan Presiden Soeharto, dan mantan Presiden Abdurrahman Wahid, dapat diberikan penghargaan yang layak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Baca Juga: Biografi Soeharto, Dikenal sebagai Bapak Pembangunan Indonesia

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya