Mahfud: KPK Harusnya Langsung Selidiki Dugaan Gratifikasi Kaesang
Jet pribadi Gulfstream yang ditumpangi diduga gratifikasi
Intinya Sih...
- Mantan Menko Polhukam: KPK Harus Segera Selidiki Dugaan Gratifikasi Kaesang
- Gratifikasi Berupa Penggunaan Jet Pribadi Gulfstream di AS
- Kaesang Diminta Buktikan Kemampuan Finansial Jika Tidak Terbukti Menerima Gratifikasi
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seharusnya bisa langsung melakukan penyelidikan dugaan penerimaan gratifikasi yang diterima oleh Kaesang Pangarep. Dugaan gratifikasi itu diterima dalam bentuk penggunaan jet pribadi jenis Gulfstream yang digunakan oleh Kaesang dan istrinya Erina Gudono ketika ke Amerika Serikat (AS).
Jet pribadi itu diduga milik perusahaan bernama Garena yang bermarkas di Singapura. Menurut Mahfud, meski Kaesang bukan penyelenggara negara, ia tetap bisa diusut oleh komisi antirasuah.
"Kan ada hubungannya juga dengan pejabat. Coba, kalau dia bukan anaknya presiden, dapat gak fasilitas kayak gitu (jet pribadi)? Misalnya anak saya, gak bakal dapat fasilitas jet pribadi ke Amerika sekian hari lalu dengan sekian penumpang. Hotel selama menginap bisa saja ikut ditanggung," ujar Mahfud dikutip dari akun YouTube pada Rabu (4/9/2024).
Ia menegaskan pemberian apapun kepada keluarga pejabat tinggi, termasuk presiden, patut diduga kuat adalah gratifikasi. Karena si pemberi memiliki motif balas jasa atau ingin meminta sesuatu di kemudian hari.
Guru besar hukum tata negara di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu menambahkan bila setelah dilakukan penyelidikan lalu terbukti Kaesang menerima gratifikasi lewat tumpangan gratis jet pribadi, maka itu sama dengan perbuatan korupsi. "Itu masuk ke dalam undang-undang tindak pidana korupsi. Di dalam UU Tipikor itu menyebut 'barang siapa yang merugikan keuangan negara untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi, itu masuk tindakan korupsi. Kedua, menerima suap. Ketiga, menerima gratifikasi," tutur dia.
Gratifikasi yang dimaksud, kata Mahfud, tertulis jelas di UU Tipikor mulai dari tiket kereta api, tiket pesawat hingga pemberian akomodasi atau hotel.