Jimly Asshiddiqie Yakin Sulit untuk Bisa Tunda Pemilu 2024, Kenapa?
Bila dibuat Perppu yang tunda Pemilu 2024 maka tidak sah
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Jimly Asshiddiqie, yakin bakal sulit untuk menunda Pemilu 2024. Sebab, hal-hal prinsip telah disepakati pemerintah, KPU dan DPR. Salah satunya pemungutan suara Pemilu dilakukan pada 14 Februari 2024.
Bahkan, Jimly menyebut tinggal dilakukan rapat sekali lagi di antara tiga pihak itu untuk membahas tahapan Pemilu 2024.
"Tapi, hal-hal prinsip kan sudah disepakati. Misalnya, tahapan dimulai 1 Agustus 2022, kan itu sebentar lagi. Pemungutan suara kan sudah ditetapkan 14 Februari 2024. Pelantikan presiden versi ketatanegaraan yang lama dilakukan pada 20 Oktober 2024. Jadi, itu disepakati dan tinggal dituangkan dalam bentuk Peraturan KPU," ungkap Jimly ketika berbicara di webinar Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat yang dikutip dari YouTube, Jumat (11/3/2022).
Ia menggarisbawahi, bila tahapan Pemilu 2024 sudah disepakati dan dimulai, maka logika berpikir hukum di seluruh dunia aturan tersebut tak bisa lagi diubah. Jimly tak menampik bisa saja ada pihak yang tetap ngotot untuk melakukan amandemen UUD 1945 atau UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Seandainya itu terjadi, kata dia, maka akan terjadi keributan di ruang publik.
"Tapi, lebih dari itu ada masalah secara hukum. Perubahan (UU atau UUD 1945) itu mengikat gak untuk Pemilu yang sekarang karena (aturan diubah) saat proses (persiapan) Pemilu sudah dimulai," katanya.
Ia menyebut bila hal tersebut digugat di pengadilan, maka majelis hakim akan menyatakan UU atau UUD 1945 yang diubah untuk menunda Pemilu 2024 tidak sah. Aturan yang diubah itu berlaku bagi Pemilu yang digelar 2029, lantaran tahapan Pemilu 2024 sudah dimulai pada 1 Agustus 2022.
Jimly juga menggarisbawahi, sesuai dengan UU, KPU merupakan lembaga nasional tetap yang mandiri, termasuk dalam hal pembuatan regulasi. KPU memang wajib harus berkonsultasi dengan pemerintah dan DPR, namun substansi kewenangannya mutlak ada di penyelenggara Pemilu.
"Jadi, sekali KPU membuat aturan, maka tidak bisa mereka tunduk atau ditekan oleh pemerintah atau DPR," tutur dia.
Di sisi lain, Jimly menyebut mayoritas anggota di DPR dan DPD menolak usulan agar UU Pemilu direvisi. Bahkan, di daftar prolegnas, revisi UU itu sudah dicoret.
Lalu, mengapa masih ada elite parpol yang mewacanakan penundaan Pemilu 2024?
Baca Juga: Komisi II Bantah Anggaran Belum Diketuk karena Pemilu 2024 Mau Ditunda
1. Jimly mendorong rakyat tak perlu khawatir akan ada penundaan Pemilu
Melihat proses dan tahapan Pemilu sudah semakin dekat untuk dijalankan, maka Jimly yakin pihak-pihak yang ingin menunda Pemilu 2024 akan mengalami kesulitan. Meski, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menyebut, tak tertutup kemungkinan ada pihak yang hendak mengamandemen UU Pemilu atau UUD 1945 sebelum tahapan Pemilu dimulai 1 Agustus 2022 atau sebelum terbit peraturan KPU.
"Bila UU Pemilu diamandemen dengan menggunakan Perppu (Peraturan Pengganti UU), harus dibutuhkan alasan yang genting untuk merilis Perppu. Jadi, tidak bisa. Kalau mau amandemen UU di parlemen, kan RUU-nya sudah dikeluarkan dari prolegnas 2022 dan untuk membahas itu membutuhkan waktu yang lama. Seminggu saja tidak cukup," kata Jimly menjelaskan secara detail.
Ia menegaskan bila ada pihak-pihak tertentu yang ingin menunda Pemilu 2024, maka prosedurnya tidak akan memungkinkan, apalagi DPR masih reses. Mereka baru kembali bersidang pada 15 Maret 2022.
"Jadi, oleh karena itu saya ingin meyakinkan semua kalangan bahwa tidak akan lagi terjadi perubahan (Pemilu 2024)," ujarnya.
Baca Juga: Mahfud: Presiden Jokowi Setuju Pemilu Digelar 14 Februari 2024