Ini Provinsi yang Berpotensi Alami Calon Tunggal vs Kotak Kosong
Jumlah calon tunggal di Pilkada diprediksi lebih dari 25
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Anggota dewan pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraeni memprediksi fenomena calon tunggal melawan kotak kosong akan melonjak di Pilkada 2024. Hal itu dipicu sikap pragmatis partai dan waktu pemilihan presiden dan legislatif di waktu berdekatan. Sehingga, partai-partai belum sepenuhnya pulih untuk bisa berlaga di Pilkada 2024.
"Di Pilkada 2024 bisa lebih dari 25 calon tunggal. Karena yang mengikuti pilkada kan 37 provinsi dan 508 kabupaten/kota," ujar Titi ketika ditemui IDN Times di sebuah kafe di kawasan Cikini, Jakarta Pusat pada Senin (5/8/2024).
Ia pun menjelaskan tren calon tunggal di tiap pilkada terus mengalami kenaikan. Mayoritas calon tunggal itu menang di pilkada sebelumnya.
Pada Pilkada 2015 terdapat tiga calon tunggal. Semua calon tunggal tersebut menang.
Pada Pilkada 2017, terdapat 9 calon tunggal. Kesembilan calon tersebut juga meraup suara mayoritas rakyat.
Pada Pilkada 2018, terdapat 16 calon tunggal. Namun, hanya satu calon tunggal yang kalah. Sisa 15 calon tunggal lainnya menang.
Sedangkan, pada Pilkada 2020, terdapat 25 calon tunggal. Lagi-lagi semua calon tunggal itu menang.
"Artinya pada periode 2015-2020, total terdapat 53 calon tunggal dan hanya satu yang kalah. Peluang kemenangannya mencapai 98,11 persen," katanya.
Baca Juga: Golkar: Ada Peluang Cagub KIM Melawan Kotak Kosong di Pilkada 2024
1. Calon tunggal dianggap jalan pintas untuk capai kemenangan di Pilkada
Lebih lanjut, Titi menilai penyebab akan meningkatnya calon tunggal di Pilkada 2024 lantaran sikap pragmatisme partai politik yang ingin menang dengan mudah. Selain itu, mereka masih lelah usai bertarung di pilpres dan pileg Februari lalu.
"Calon tunggal akhirnya dipandang sebagai jalan pintas untuk memastikan kemenangan. Ditambah lagi konsolidasi KIM (Koalisi Indonesia Maju) dilebarkan dari pilpres ke pilkada," ujar perempuan yang juga menjadi pengajar di fakultas hukum itu.
Ia mengatakan cara untuk mendeteksi akan terjadi fenomena calon tunggal melawan kotak kosong bisa diketahui dari jumlah kursi DPRD yang tersisa. "Jadi, kalau sisa partai yang belum mendukung tidak memenuhi syarat pengusulan, maka sudah bisa dipastikan akan terjadi calon tunggal," katanya.
Sebab, sesuai aturan yang berlaku untuk mengusulkan calon kepala daerah dibutuhkan 20 persen kursi dari total keseluruhan kursi di DPRD atau 25 persen suara sah. "Petakan saja partai-partai yang sudah deklarasi, kalau yang sudah deklarasi sudah melampaui 75 persen bisa dipastikan tidak akan ada calon kedua," tutur dia.
Baca Juga: Golkar Usung Ridwan Kamil di Jakarta, Jusuf Hamka: Saya Jadi Cawagub