ELSAM Duga Dharma-Kun Lakukan Pelanggaran Perlindungan Data Pribadi
KPU diminta segera lakukan verifikasi ulang
Intinya Sih...
- ELSAM menduga paslon independen Dharma-Kun telah catut NIK warga DKI untuk dukungan.
- Paslon diwajibkan menjelaskan tujuan pemrosesan data dan meminta persetujuan calon pendukung.
- KPU diminta segera lakukan verifikasi ulang terhadap kandidat yang melanggar hukum terkait data pribadi pemilih.
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) menduga pasangan calon independen di Pilkada Jakarta, Dharma Pongrekun-Kun Wardana telah melakukan pelanggaran perlindungan data pribadi. Indikasi itu menguat lantaran mulai muncul keluhan dari warga DKI Jakarta yang merasa Nomor Identitas Kependudukan (NIK)-nya dicatut untuk mendukung paslon Dharma-Kun.
Salah satu keluhan itu bahkan datang dari mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Melalui akun media sosialnya, Anies mengatakan KTP milik dua anak dan adiknya ikut dicatut mendukung paslon independen itu.
Peneliti ELSAM, Annisa N. Hayati, justru bingung mengapa pencatutan KTP itu bisa terjadi. Sebab, sebelum dinyatakan memenuhi syarat untuk maju di Pilkada Jakarta lewat jalur independen, KPUD telah melakukan dua kali verifikasi. Pertama, verifikasi administrasi dan disusul verifikasi faktual.
"ELSAM mencatat terdapat pelanggaran pelindungan data pribadi oleh paslon Dharma-Kun, karena diduga telah melakukan pemrosesan data yang bukan miliknya. Pemrosesan KTP-el yang dilakukan untuk tujuan pencalonan memerlukan dasar hukum pemrosesan berupa persetujuan yang sah secara eksplisit dari subyek Data Pribadi (calon pendukung) atas tujuan kandidasi calon tertentu," ujar Annisa seperti dikutip dari keterangan tertulis ELSAM pada Jumat (16/8/2024).
Untuk meminta persetujuan dari calon pendukung, kata Annisa, maka paslon harus menjelaskan tujuan pemrosesan data dan jenis data apa saja yang akan diproses. Begitu juga jangka waktu retensi dokumen dan rincian informasi yang dikumpulkan.
"Dugaan pencatutan tersebut mengindikasikan bahwa data diproses tanpa persetujuan dari subyek data," katanya.
Padahal, di dalam Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (PDP), tindakan yang diduga dilakukan oleh Dharma-Kun bisa diancam hukuman pidana. Di dalam pasal 65 ayat (1) UU PDP, setiap orang yang mengumpulkan data pribadi yang bukan miliknya dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, maka perbuatan tersebut bisa diancam pidana penjara selama lima tahun dan denda Rp5 miliar.