TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Rocky Gerung: Jokowi Tidak Boleh Diberi Maaf

Pejabat negara harus punya pertanggung jawaban pada publik

Pengamat Politik, Rocky Gerung. (IDN Times/Larasati Rey)

Jakarta, IDN Times - Akademisi dan juga aktivis publik Rocky Gerung turut angkat bicara perihal permintaan maaf Presiden Joko "Jokowi" Widodo jelang masa pensiunnya. Menurunya Jokowi tidak boleh diberi maaf.

"Soal kesalahan-kesalahan personal kita maafin, sebagai kepala keluarga kita maafin tapi sebagai kepala negara kita tidak maafkan. Tidak boleh diberi maaf, bukan tiada maaf," ujar dia dalam akun kanal YouTube-nya, dikutip Minggu (4/7/2024).

1. Sebagai kepala negara harus ada pertanggung jawaban

Pengamat Politik, Rocky Gerung. (IDN Times/Larasati Rey)

Rocky mengatakan sebagai manusia atau personal wajar meminta maaf karena kesalahan, tetapi sebagai pejabat negara tidak bisa maaf begitu saja. Karena pejabat publik punya pertanggung jawaban kepada publik.

"Tentu sebagai manusia ada dosa, tapi dosa kan urusan akhirat. Pejabat itu dosanya kalau salah kebijakan, kan gak bisa minta maaf. Kalau begitu, koruptor bisa minta maaf dong, kan begitu," ujar dia.

Permintaan maaf juga seharusnya disampaikan secara detail, apa saja kesalahannya, tidak bisa tiba-tiba begitu saja meminta maaf.

"Kita tahu kegalauan dari Bapak Jokowi datang dari keinginan untuk mengakui, tapi dia tidak mau mengakui sepenuhnya kan. Kan mestinya dia menerangkan saya gagal di bidang pertumbuhan ekonomi, saya curang kepada rakyat karena APBN saya siramkan ke IKN sehingga kemakmuran tidak terjadi," ujarnya.

"Saya tidak berhasil menjaminkan negeri ini di politik internasional, karena saya tidak pernah datang ke dunia internasional diplomat. Dia perlu terangin di mana salahnya. Ini kan tiba-tiba minta maaf, sembilan tahun ngapain, jadi pertanggunjawaban publik yang diminta oleh netizen, warganegara," sambung Rocky.

Baca Juga: Projo: Permintaan Maaf Jokowi Tulus, Jangan Dipolitisasi

2. Pejabat negara bekerja sesuai undang-undang

Pengamat Politik, Rocky Gerung. (IDN Times/Larasati Rey)

Menurut Rocky Gerung sebagai pejabat negara, Jokowi melakukan kebijakan sesuai undang-undang. Sehingga jelas pertanggung jawabannya jika dia melakukan kesalahan, tidak bisa begitu saja meminta maaf.

"Minta maaf itu setelah pertanggung jawaban, kalau Pak Jokowi followup, misalnya melanggar konstitusi, berupaya memberantakan demokrasi, tidak patuh etika jabatan, itu kan semua ada undang-undangnya. Undang-Undang Etika Publik, undang-undang kejahatan negara, presiden kan bisa berbuat jahat pada negaranya sendiri. Itu mah jauh betul kesalahannya, malaikat juga tidak akan memaafkan. Sampaikan doa itu kepada pemilik langit kalau sampai itu terjadi," kata dia.

Soal kesalahan antar personal, Rocky Gerung lantas mencontohkan kesalahan Jokowi kepada Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Kendati, dia tidak menyebut detail apa kesalahan Jokowi kepada Megawati.

Diketahui, Jokowi dan Megawati pecah kongsi jelang Pilpres 2024, hingga dukungan politik pun berbeda. Jokowi sebagai kader PDIP malah mengusung putranya, Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres, padahal PDIP mengusung Ganjar Pranowo

"Mudah-mudahan Ibu Mega masih berbaik hati memaafkan anggota keluarganya membuat dia bersedih hati yang kemudian Ibu Mega yasudah lah kita cut close aja. Jadi sekali lagi maaf itu urusan personal, nah kesalahan Pak Jokowi itu urusan konstitusional, bedanya jauh sekali.

Baca Juga: Pakar: Jokowi Tak Bisa Dimaafkan, Dia Seharusnya Dimakzulkan!

3. Rocky soroti kegagalan Jokowi di sektor formal

Pengamat Politik, Rocky Gerung. (IDN Times/Larasati Rey)

Tak hanya itu, Rocky Gerung juga menyoroti kegagalan sektor formal yang menurutnya tidak tumbuh selama pemerintahan Jokowi. Menurut dia, negara tidak perlu kepala negara, karena yang justru tumbuh sektor nonformal.

"Jadi buat apa ada kepala negara kalau setiap warga bisa produksi untuk dirinya sendiri, bisa tuker tambah dengan tetangganya sendiri, kan gak ada urusan dengan negara," ujar dia, dalam wawancara bersama jurnalis senior Hersubeno Arief itu.

"SBY itu meninggalkan pertumbuhan ekonomi 6,1 persen, Jokowi tinggal 4 persen, 2 persen itu kemana? Itu artinya Jokowi gagal mempertahankan 2 persen pertumbuhan ekonomi," ujar Rocky Gerung.

Sementara, mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi masa pemerintahan Jokowi tertinggi menyentuh 5,31 persen pada 2022. Pada masa awal pemerintahan periode pertama, pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan I 2015 tumbuh 4,71 Persen.

Kemudian perlahan naik 4,73 persen pada triwulan III-2015, atau meningkat dibanding triwulan II-2015. Pada triwulan IV-2017 tumbuh lagi menjadi 5,19 Persen.

Lalu pada periode pemerintahan kedua Jokowi, pertumbuhan ekonomi merangkak naik pada triwulan IV 2021, yakni 5,02 persen (year on year). Kemudian naik perlahan pada triwulan IV-2023 menjadi 5,04 persen (y-on-y).

Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut pertumbuhan ekonomi 5,31 persen pada 2022 merupakan yang tertinggi selama masa pemerintahan Presiden Joko "Jokowi" Widodo.

"Pertumbuhan ini jauh lebih tinggi dari angka pre-COVID yaitu yang rata-rata sebesar 5 persen sebelum pandemik, dan ini merupakan angka yang tertinggi sejak masa pemerintahan Bapak Presiden Joko Widodo," kata Airlangga dalam konferensi pers virtual, Senin, 6 Februari 2023.

Pada triwulan I 2024, ekonomi Indonesia mennurun, hanya mampu tumbuh sebesar 5,1 persen (yoy). Perkembangan terbaru, Jumat, 2 Agustus 2024, Menteri Keuangan Sri Mulyani, memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan melambat menjadi 5 persen pada kuartal kedua.

Menkeu menyebut perlambatan pertumbuhan ekonomi salah satunya akibat perkembangan geopolitik yang berdampak pada perekonomian dalam negeri.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya