TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Menjegal Anies di Pilkada DKI Jakarta 2024

Koalisi PDIP dan PKS menjadi kunci

Mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (IDN Times/Rochmanudin)

Jakarta, IDN Times - Pilkada DKI Jakarta dari tahun ke tahun selalu menjadi perebutan. Wajar, Jakarta sebagai ibu kota menjadi acuan daerah lain, bahkan sebagai barometer keberhasilan gubernur sekaligus menjadi pijakan menuju kepemimpinan nasional yakni presiden.

Tak pelak, jelang Pilkada 2024 pun kini mulai memanas. Mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang disebut-sebut dalam beberapa survei paling unggul, bahkan tak tertandingi, bakal melalui tembok rintangan yang tidak mudah.

Bahkan, ia terancam tidak akan mendapat tiket menuju Pilkada. Nasib Anies di Pilkada Jakarta sejuah ini juga belum jelas, lantaran belum ada satu pun partai yang resmi memberikan surat rekomendasi. 

Wacana duet antara Anies dengan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, juga sulit terwujud, jika PDI Perjuangan (PDIP) sebagai partai politik yang menjadi naungan Ahok, mengusung Anies di Pilkada DKI.

Hal itu lantaran terganjal Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020, yang menyebutkan seseorang dapat menjadi calon wakil gubernur apabila belum pernah menjabat sebagai gubernur di daerah yang sama.

Anies pernah menjabat Gubernur DKI Jakarta pada 2017-2022, sedangkan Ahok juga pernah menjabat sebagai Gubernur Jakarta pada 2014-2017.

Di sisi lain, tidak ada satu pun partai politik yang bisa mengusung calonnya sendiri pada Pilkada Jakarta 2024. Mereka harus berkoalisi dengan partai lain.

Wacana terbaru, muncul koalisi Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus, yang merangkul partai politik anggota KIM dengan partai di luar KIM yakni PKB, NasDem, dan PKS, yang pada gelaran Pilpres 2024 lalu berkoalisi mengusung Anies.

Jika KIM plus terwujud, PDIP kemungkinan sulit berkoalisi dengan partai lain. Ketiga partai itu sudah ada sinyal akan merapat dengan KIM yang telah memenangakan Presiden terpilih Prabowo Subianto untuk pemerintahan baru mendatang. Muncul poros baru.

1. Wacana satu poros di Pilkada DKI Jakarta

Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Jazilul Fawaid (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Jazilul Fawaid, merespons wacana KIM plus jelang Pilkada di sejumlah wilayah pada November mendatang. Menurutnya, bila wacana KIM plus terwujud di Pilkada Jakarta, maka dapat menimbulkan hanya ada satu poros yang muncul. 

"Kalau plus dua-duanya, maka akan hanya ada satu poros saja di DKI," ujar Jazilul di kantor DPP PKB, Senen, Jakarta Pusat, Jumat, 2 Agustus 2024. 

Jazilul tak mengamini bakal ada satu poros alias satu pasangan calon di Pilkada Jakarta, yang kemungkinan bakal melawan kotak kosong.

"Ya, begitu, kalau semuanya ingin bersama, maka (yang dilawan) kotak kosong di DKI," katanya. 

Wacana KIM plus kali pertama dilempar Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad. Ia mengatakan, KIM plus bisa diwujudkan di Pilkada Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jakarta. KIM plus merujuk adanya kerja sama antara parpol yang tergabung dalam KIM saat Pilpres 2024 dengan partai lain di luar KIM. 

Dasco menyebut, munculnya wacana KIM plus didorong berbagai dinamika politik yang terjadi. KIM plus, kata dia, akan menentukan pilihan untuk melangkah bersama di sejumlah provinsi utama tersebut.

PKB sendiri masih pikir-pikir mempertimbangkan wacana KIM plus. Namun, Jazilul mengisyaratkan partainya akan merapat ke KIM plus, dengan dalih untuk mencegah perpecahan seperti Pilkada Jakarta 2017.

"Kami masih mempertimbangkan agar di DKI Jakarta ini tidak banyak gejolak dan kebersamaan. Kan kalau sudah bersama, maka tidak ada lagi gejolak," kata pria yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua MPR itu. 

Soal siapa sosok paslon yang akan diajukan di Pilkada Jakarta, Jazilul menyebut masih tergantung pada dinamika politik. 

Bertolak dengan PKB yang menginginkan satu poros, Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (PAN), Eddy Soeparno, mengatakan KIM berharap hanya ada dua pasangan calon yang diajukan di Pilkada Jakarta 2024, yaitu paslon pertama yang diusung KIM plus dan paslon kedua diajukan koalisi partai di luar KIM. 

"Koalisi Indonesia Maju plus tambahan partai politik yang lain akan bergabung untuk mengusung satu pasangan calon, untuk kemudian paslon tersebut berhadapan dengan calon partai dari koalisi lainnya," ujar Eddy seperti dikutip dari keterangan video, Jumat, 2 Agustus 2024. 

Eddy menyebut, KIM akan tetap kompak menghadapi Pilkada Jakarta. "Oleh sebab itu, kami berharap ada paslon di Pilkada Jakarta," katanya. 

Baca Juga: PKB soal Wacana KIM Plus di Jakarta:  Berpotensi Timbulkan Satu Poros

2. Golkar tarik Ridwan Kamil ke Jakarta

Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto di HUT ke-46 AMPI. (www.instagram.com/@golkar.indonesia)

Partai Golkar yang sebelumnya masih ketar-ketir mengusung mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil di Pilkada Jakarta, kini telah memberikan sinyal akan menarik kadernya, Ridwan Kamil, untuk berlaga di Pilkada Jakarta.

Hal ini terlihat setelah Golkar menyatakan akan mendukung kader Partai Gerindra, Dedi Mulyadi, sebagai bakal calon gubernur di Pilkada Jawa Barat 2024.

Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menyatakan pengurus Golkar di Jawa Barat sudah menggelar pertemuan dengan Dedi Mulyadi. 

"Perkembangannya tadi di pertemuan di Jawa Barat antara Partai Golkar, DPP Partai Golkar dan DPD Partai Gerindra. Kemudian ada juga pertemuan antara calon gubernur Jawa Barat, saudara Dedi Mulyadi dengan pengurus Golkar juga, antara lain Wakil Ketua (DPRD Jabar) Pak Ade Ginanjar. Jadi, pembicaraan kami sudah sampai ke arah sana," ujar Airlangga di Djakarta Theater, Jakarta Pusat, Jumat, 2 Agustus 2024 malam.

Kendati, Airlangga belum secara lugas menyebut Ridwan Kamil bakal diusung Golkar di Pilkada Jakarta.

"Ya kan sudah jelas kalau Jawa Barat begitu, berarti (yang diajukan) di Jakarta siapa? Masih nanya lagi? Apalagi Jakarta-nya KIM plus," ujar dia.

Sementara, Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Lodewijk F Paulus tak membantah Golkar membuka peluang akan mengusung Ridwan Kamil di Pilkada Jakarta.

"Ya, itu yang kita (maksud). Pak Dedi di sana (Jawa Barat), berarti OTW RK (Menuju Jakarta) jadi benar. Mungkin baliho dipasang lagi kali ya? Gimana setuju gak?" ujar Lodewijk, pada kesempatan yang sama.  

Dedi Mulyadi pun mengucapkan terima kasih atas dukungan Golkar di Pilkada Jabar 2024. Kendati, ia mengatakan, dukungan resmi masih menunggu persetujuan dari Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto. 

"Kalau tunangan, lalu kawinan, akad nikah harus persetujuan orang tua. Kalau saya sebagai calon pengantinnya sih setuju. Tetapi kan persetujuan harus nanti direstui dan aktanya harus ditandatangani oleh Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Prabowo Subianto," tutur Dedi.

3. Golkar dinilai paksakan Ridwan Kamil di Pilkada Jakarta Jakarta

Mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. (IDN Times/Tata Firza)

Ridwan Kamil yang berpeluang besar di Pilkda Jabar 2024, justru diproyeksikan bakal diusung Golkar di Jakarta untuk berhadapan dengan calon terkuat, Anies Baswedan.

Sesuai ketentuan, untuk bisa mencalonkan gubernur di Jawa Barat maka dibutuhkan minimal kursi di DPRD Jabar 24. Sementara, berdasarkan hasil Pileg 2024, Gerindra meraih kursi terbanyak di DPRD Jabar, dengan 20 kursi.

Jika ditambah dengan dukungan Golkar yang memiliki 19 kursi, maka sudah lebih dari cukup untuk dapat mengusung Dedi Mulyadi sebagai cagub Jabar. Dukungan bagi Dedi akan semakin besar bila partai lain di KIM ikut barisan Gerindra dan Golkar. 

Menurut Wakil Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Sohibul Iman, keputusan Golkar mengajukan Ridwan Kamil di Pilkada Jakarta penuh risiko. Sebab, di atas kertas, pria yang akrab disapa Kang Emil itu berpeluang menang di Jabar.

"Bagi Golkar melepas Jawa Barat itu sebuah kehilangan besar. Sebab, di DKI belum tentu menang. Golkar punya kursi DPR RI di Jawa Barat di atas 100, sedangkan di Jakarta hanya 20-an. Melepas yang 100 lebih, ini yang saya dengar masih sangat rumit," ujar Sohibul ketika berbincang di program Real Talk with Uni Lubis, 30 Juli 2024. 

Menurut Sohibul keputusan Kang Emil maju di Pilkada Jakarta didukung penuh Presiden Joko "Jokowi" Widodo. Prabowo pun, kata dia, sangat senang bila Ridwan Kamil diajukan di Pilkada Jakarta, lantaran kadernya, Dedy Mulyadi, akan mudah bertarung di Pilkada Jabar. 

"Sebab, artinya Jawa Barat kosong dan mereka punya tokoh di sana yang diajukan, namanya Dedi Mulyadi," katanya.

4. KIM Plus berani lawan kotak kosong?

Mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki 'Ahok' Tjahaja Purnama. (IDN Times/Santi Dewi)

Mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama memprediksi, seandainya wacana KIM plus terwujud di Pilkada Jakarta, parpol pengusung tidak akan berani hanya menyiapkan pasangan calon tunggal melawan kotak kosong.

Sebab, kata Ahok, bila fenomena kotak kosong terjadi di Pilkada Jakarta, warga cenderung memilih kotak kosong. Ini akan memalukan bagi parpol anggota KIM plus. 

"Saya berani jamin, kalau KIM plus itu bisa hanya yang maju satu calon pun mereka tidak akan berani, ini ucapan saya nih, bukan saya nantang orang ya, tidak akan berani satu (paslon) melawan kotak kosong. Kalau dia berani, saya jamin Jakarta bisa bikin dia (paslon tunggal) kalah," ujar Ahok ketika ditemui di Kota Kasablanka, Jakarta Selatan, Sabtu (3/8/2024).

Karena itu, Ahok juga memprediksi akan ada pola calon independen yang lolos. Kendati, Ahok enggan menyebut calon perseorangan tersebut sebagai calon 'boneka', hingga hasil Pilkada Jakarta akan tetap dipandang sah.

Sebab, Ahok berdalih, syarat bagi calon gubernur yang maju secara independen tidak mudah. Berdasarkan aturan yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU), calon gubernur perseorangan di Jakarta harus mampu mengumpulkan salinan KTP 618.968. 

"Karena kan gak gampang maju sebagai calon independen di Jakarta. Dulu kan juga pernah ada yang maju independen, tapi ternyata tidak lolos," ujar Ahok.

Lebih lanjut, Ahok menilai, majunya Ridwan Kamil di Pilkada Jakarta, sudah barang tentu ada kesepakatan politik yang dibuat. Ia mendengar pernyataan sejumlah pihak, calon yang diusung Gerindra, Dedi Mulyadi, tidak akan menang di Pilkada Jabar bila pria yang akrab disapa Kang Emil itu masih berlaga di sana. 

"Berarti kalau RK (Ridwan Kamil) ditarik ke Jakarta, calon Gerindra bisa menang (di Jawa Barat). Saya gak tahu bargainingnya seperti apa. Mungkin (kemenangan) di Jakarta kasih ke Golkar atau kasih ke siapa," ujar dia. 

Meski begitu, mantan Bupati Belitung itu mengaku tidak ambil pusing. Sebab, ia mengklaim sudah memiliki tujuan baru sebagai politisi edukator. 

"Kami ini kan politisi edukator. Bung Karno, Bu Mega (Ketua PDIP) politisi edukator. Kami ingin masyarakat lebih paham (politik). Soal kekuasaan itu cuma ekses dari berhasil mendidik pemilih," katanya.  

Alasan Ahok tak lagi berambisi maju di Pilkada Jakarta lantaran bersikap realistis. "Sejak awal, teman-teman (di PDIP), Jakarta itu (kemungkinan menang) kecil. Lagi pula kursinya (PDIP) gak cukup," ujar dia. 

Itu sebabnya, koleganya di PDIP mulai mendorong Ahok maju di Pilkada Nusa Tenggara Timur (NTT) atau Sumatra Utara. Diketahui, PDIP hanya meraih 15 kursi di DPRD DKI Jakarta, butuh menggandeng satu partai lainnya agar syarat minimal 22 kursi DPRD bisa terpenuhi. 

"Kan masih kurang 7 (kursi). Mau kerja sama dengan siapa?" tanya Ahok. 

Terkait kemungkinan berkoalisi dengan PKS, Ahok juga tidak bisa memastikan, apakah PDIP bersedia bekerja sama dengan PKS di Jakarta. Itu semua, kata dia, merupakan keputusan yang bakal ditentukan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

Di sisi lain, kader PDIP dan PKS sama-sama kuat yang tidak mudah disatukan. PDIP notabene berhaluan kiri-tengah, sedangkan PKS berbasis Islam.

PKS adalah partai pemenang pada Pemilu Legislatif 2024 untuk Provinsi Jakarta, dengan perolehan suara 1.012.028 suara atau 16,68 persen. Sedangkan PDIP, berada di urutan kedua dengan perolehan 850.174 suara atau 14 persen.

Baca Juga: Survei Indikator: Anies Melesat di Pilkada Jakarta, Punya Pemilih Kuat

5. Elektabilitas Anies melonjak di Pilkada Jakarta

(IDN Times/Aditya Pratama)

Sesuai hasil survei Litbang Kompas terbaru, 15-20 Juni 2024, elektabilitas Anies di Pilkada DKI Jakarta 2024 melesat. Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu unggul dengan memperoleh 29,8 persen.

Kemudian, di posisi kedua ditempati Ahok dengan memperoleh 20 persen, dan disusul Ridwan Kamil 8,5 persen.

Litbang Kompas juga menanyakan kepada responden mengenai siapa yang berpotensi dipilih pada Pilkada DKI Jakarta 2024. Hasilnya, Anies juga unggul dengan 39 persen, lalu Ahok 34,5 persen dan Ridwan Kamil 24 persen.

Lembaga survei Indikator Politik Indonesia juga merilis hasil survei terbaru terkait elektabilitas sejumlah kandidat, jelang gelaran Pilkada DKI Jakarta 2024. Lagi-lagi, Anies unggul, mengalahkan Ahok dan Ridwan Kamil.

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Profesor Burhanuddin Muhtadi, menyampaikan dalam simulasi top of mind (terbuka), Anies unggul telak dengan elektabilitas 39,7 persen.

Burhanuddin menjelaskan, simulasi top of mind artinya responden diberikan kebebasan secara terbuka, untuk memilih siapa kandidat cagub yang didukung.

"Ini menarik, dalam simulasi top of mind, yang tidak memberikan jawaban secara spontan cuma 16 persen, artinya relatif kecil. Ini sebagian besar warga di Jakarta sudah punya pilihan secara spontan dan terbuka. Ini menarik, padahal pemilunya masih sekitar tiga bulan, calon belum ditetapkan KPU, tapi warga punya preferensi," ujar dia dalam konferensi pers, Kamis, 25 Juli 2024.

"Hampir 40 persen, tepatnya 39,7 persen itu memilih Anies Baswedan," sambungnya.

Fenomena tersebut, menurut Burhan, menunjukkan Anies punya basis pemilih kuat dan mengakar. Masyarakat langsung memilih Anies tanpa disodorkan kandidat di Pilkada 2024 dalam simulasi.

"Ini bisa kita sebut sebagai strong voters karena mereka bisa menyebut nama cagub tanpa kita breafing nama-nama yang akan maju," tuturnya.

Kemudian, Ahok menempati posisi kedua dengan meraih elektabilitas 23,8 persen. Posisi kader PDIP itu jauh mengungguli Ridwan Kamil yang cuma mendapat 13,1 persen.

"Kemudian 23,8 persen menyebut nama Ahok, 13,1 persen menyebut nama Ridwan Kamil. Ini selisihnya ketiga nama (Anies, Ahok, Ridwan Kamil) cukup siginifikan," tutur Burhanuddin.

6. Wacana KIM plus akan merugikan Anies Baswedan

Mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan di acara Mukernas Perindo, Jakarta Pusat. (IDN Times/Santi Dewi)

Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), Ujang Komaruddin, bila wacana KIM plus benar terwujud, kemungkinan besar akan mengubah peta politik jelang Pilkada di Pulau Jawa, termasuk Jakarta. Dampaknya, akan membahayakan Anies Baswedan. Ia terancam tidak bisa mendapatkan tiket di Pilkada Jakarta 2024.

"Kan plusnya ini diprediksi NasDem dan PKB yang akan merapat. Nanti yang menjadi lawannya diduga adalah PKS dan PDIP. Tetapi, PKS kan diduga meminta diajak (bergabung ke pemerintahan). KIM plus ini sangat mungkin terealisasi di Pilkada Jakarta," ujar Ujang ketika dihubungi, Jumat, 2 Agustus 2024.

Ujang pun tak yakin bila PKB diajak bergabung ke pemerintahan Prabowo-Gibran, akan ditolak. Sedangkan, PKS juga terang-terangan meminta diajak bergabung dalam koalisi pemerintahan.

Menurut Ujang, kunci dari KIM plus ada pada PKS. Bila partai berlambang padi dan bulan sabit itu menyatakan bersedia bergabung, terang, Anies sulit mendapatkan tiket maju Pilkada Jakarta 2024.

"Tapi bila PKS masih ada di luar koalisi KIM atau punya poros sendiri, maka dia harus cari partai agar bisa tetap mengusung Anies dan memenuhi syarat (minimal suara) 20 persen," katanya. 

Ujang menilai ada peluang PKS berkoalisi dengan PDIP. Sebab, kecil kemungkinan PDIP bersedia bergabung dalam KIM plus.

 

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya