TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Fakta Kesaksian Ahli Hukum yang Meringankan Ferdy Sambo dan Istri

Yuk, baca berikut ini!

Sidang terkait pembunuhan Brigadir Yosua menghadirkan saksi ahli Guru Besar Hukum Pidana dari Universitas Andalas, Elwi Danil pada Selasa (27/12/2022). (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Jakarta, IDN Times - Kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J hingga kini masih terus bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Terkini, sejumlah saksi ahli mulai dihadirkan di persidangan untuk memberi pandannya.

Termasuk kesempatan terhadap Ferdy Sambo (FS) dan Putri Candrawathi untuk menghadirkan saksi ahli yang dapat meringankannya. Saksi ahli tersebut yakni Guru Besar Hukum Pidana dari Universitas Andalas, Elwi Danil.

Berikut rentetan keterangan dari Elwi Danil di persidangan terdakwa FS dan istri yang telah dirangkum IDN Times, Selasa (27/12/2022).

Baca Juga: Ahli Sebut Ferdy Sambo Harus Divonis Bebas Jika Tak Ada 2 Alat Bukti

1. Seluruh unsur pasal pembunuhan harus disertakan dua alat bukti

Terdakwa kasus pembunuhan Brigadir J, Ferdy Sambo (tengah) jelang sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (17/10/2022). (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Elwi Danil menyampaikan bahwa masing-masing unsur pasal pembunuhan harus disertakan dengan dua alat bukti. Beberapa unsur yang dimaksud tersebut yakni unsur kesengajaan, unsur direncanakan terlebih dahulu, dan unsur menghilangkan nyawa orang lain.

Hal ini merujuk pada hukum pidana Indonesia yang menganut teori dualistik. Teori ini menunjukkan bahwa hukum pidana di Tanah Air memisahkan perbuatan melawan hukum dengan pertanggungjawaban pidana, yang salah satu elemen pentingnya adalah kesalahan.

“Kalau pasal yang didakwakan itu sesuai dengan asas hukum actori incumbit probatio, actori onus probandi: siapa yang mendakwa maka ia harus membuktikan dakwaannya. Pada ketika ia tidak bisa membuktikan dakwaannya, maka konsekuensinya orang yang didakwa itu harus divonis bebas,” jawab Elwi.

Baca Juga: Chuck Baru Sadar Tewasnya Yosua Tak Sesuai Skenario Ferdy Sambo

2. Hasil tes poligraf bisa dikesampingkan apabila melanggar aturan

Tersangka pembunuhan berencana Brigadir J, Putri Candrawathi (IDN Times/ Tata Firza)

Sebelumnya, sempat diberitakan bahwa Putri Candrawathi dinilai paling banyak berbohong dalam kasus pembunuhan Brigadir J, berdasarkan hasil tes poligraf miliknya. Di sisi lain, Elwi mengatakan, hasil tes poligraf menggunakan lie detector harus dikesampingkan jika melanggar peraturan pemeriksaan.

"Proses penemuan atau proses mendapatkan hasil tes poligraf itu tentu ada peraturan yang harus diacu, ada SOP yang harus diacu seperti yang tadi saudara penasihat hukum menyebut ada Perkap Kapolri yang mengatur dengan cara bagaimana orang diperiksa,” ujar Elwi.

Kemudian, ia mengaitkan tes poligraf tersebut dengan teori buah dari pohon yang beracun. Apabila pohonnya beracun, kata dia, maka apapun yang dihasilkan pohon itu juga pasti beracun.

“Sehingga demikian kalau kita kaitkan dengan proses penemuan alat bukti, kalau seandainya proses penemuan alat bukti itu tidak benar maka alat bukti itu juga menjadi sesuatu yang tidak benar,” ucap dia.

3. Tidak semua terdakwa dapat dijatuhkan pasal 338 dan 340

Terdakwa Ricky Rizal tiba untuk menjalani sidang lanjutan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (26/10/2022). (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

Elwi juga menyebut, ketika ada seorang yang tidak segera melaporkan atau mencegah suatu tindak pidana pembunuhan, bukan berarti orang tersebut ikut melakukan aksi kejahatan itu juga.

Menurut Elwi, tindak pidana pembunuhan seperti diatur dalam Pasal 338 dan 340 itu merupakan delik yang baru bisa dikatakan sebuah delik apabila pelakunya bertindak secara aktif.

"Sikap tidak melaporkan akan terjadinya suatu tindak pidana pembunuhan, menurut saya tidak bisa dikategorikan telah melakukan atau turut serta melakukan tindak pidana pembunuhan," ujar dia.

4. Hakim layak tidak menghadirkan saksi JC

Terdakwa pembunuhan berencana Brigadir J, Richard Eliezer (Bharada E) menjalani sidang di PN Jaksel pada Selasa (18/10/2022). (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Selain itu, Elwi juga mengungkapkan bahwa Majelis Hakim layak tidak menghadirkan saksi justice collaborator (JC) apabila dinilai banyak berbohong dan berperilaku tidak baik. 

Hal ini berkaitan dengan penasihat hukum Sambo dan Putri, Febri Diansyah yang menyatakan bahwa keterangan Richard Eliezer alias Bharada E berbeda antara di persidangan dengan berita acara pemeriksaan (BAP). Bharada E dinilai tidak pantas menyandang status JC karena memberi informasi tidak jujur.

“Karena sekalipun orang itu diusulkan untuk menjadi JC kalau seandainya Yang Mulia majelis hakim menolak dia untuk menjadi JC, maka dengan alasan sering berbohong, perilakunya tidak baik dan sebagainya, itu tentu dia tidak bisa diterima dan tidak layak untuk dihadirkan di persidangan sebagai JC,” jelas dia.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya