Mahfud Ungkit Lengsernya Gus Dur Tak Sah Menurut Hukum Tata Negara
Pemakzulan presiden harus lewati III memorandum dulu
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Menteri Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD menceritakan proses pelengseran Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dari posisinya sebagai Presiden Republik Indonesia. Hal itu diceritakan Mahfud saat menghadiri secara virtual haul Gus Dur.
"Ketika Gus Dur akan jatuh, saya nih saksi, apa sih kesalahan Gus Dur itu, gak ada yang prinsip, lalu apa?," ujar Mahfud dalam siaran video di kanal YouTube NU Channel dikutip IDN Times, Senin (23/8/2021).
Ketika muncul isu Gus Dur akan dimakzulkan, kata Mahfud, dirinya bersama Alwi Shihab dan Khofifah Indar Parawansa menemui Akbar Tanjung dan Taufik Kiemas. Dalam pertemuan itu hadir sejumlah ketua umum dan sekjen partai politik.
"Kalau PDIP, Golkar, PPP dengan PKB ketemu, itu sudah gak mungkin Gus Dur jatuh, dan waktu itu sudah sepakat Gus Dur gak jatuh, ini kan semua ursan bisa diselesaikan baik," katanya.
Dalam pertemuan itu, para pimpinan partai politik meminta Gus Dur melakukan reshuffle, tapi partpol yang menentukan para calon menterinya. Gus Dur kemudian menolak.
"'Gak ada gunanya saya selamat jadi presiden kalau saya didikte oleh parpol, saya ini presiden konstitusi, presiden yang secara konstitusional, masa saya harus didikte oleh partai politik, gak usah, kita lawan terus', kata Gus Dur, 'saya jatuh gak apa-apa'," ujar Mahfud menirukan ucapan Gus Dur.
Baca Juga: Muhaimin: Semangat Gus Dur Jadi Inspirasi Masyarakat Hadapi Pandemik
Baca Juga: Mahfud: PDIP Pernah Ancam Merahkan DKI Bila Mega Tak Jadi Presiden
1. Pemakzulan Gus Dur tak sah menurut hukum tata negara
Karena penolakan itu, badai pemakzulan terhadap Gus Dur semakin kencang hingga akhirnya Gus Dur lengser dari jabatan presiden. Mahfud menyebut pemakzulan Gus Dur itu tak sah secara hukum tata negara.
"Gus Dur itu jatuh sebenarnya, dari sudut hukum tata negara, itu penjatuhannya tidak sah," katanya.
Mahfud menjelaskan, pemakzulan presiden berdasarkan Ketetapan MPR nomor 3/78 harus menggunakan tiga memorandum. Ketiga memorandum itu harus berdasarkan kasus yang sama.
"Apabila presiden benar-benar melanggar haluan negara diberi memorandum I agar memperbaiki, kalau masih benar-benar melanggar haluan negara diberi memorandum II agar memberi kebijakannya. Kalau sudah memorandum II masih melanggar lagi, MPR melakukan sidang istimewa untuk memberhentikan," paparnya.