TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kontroversi Ucapan Jokowi Berujung Wacana Pemakzulan

Jokowi minta ASN netral tapi presiden boleh berkampanye

Presiden Joko Widodo (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Jakarta, IDN Times - Pernyataan Presiden Joko "Jokowi" Widodo yang menyebut presiden boleh berkampanye mendukung pasangan calon presiden-calon wakil presiden, menuai pro dan kontra. Pernyataan itu disampaikan Jokowi di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu, 24 Januari 2024.

Pada November 2023, Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Moeldoko, mengklaim Presiden Jokowi dalam sejumlah rapat juga mengaku netral pada Pilpres 2024. Pada saat bersamaan, Jokowi kerap hadir di sejumlah acara relawan, bertemu elite parpol, hingga dicap melakukan cawe-cawe politik.

"Ya sepanjang yang saya tahu beberapa kali beliau berbicara dengan saya, dan saya juga lapor kepada beliau (Jokowi). Bahwa 'Pak saya dalam posisi yang netral dalam pemilu kali ini'," ujar Moeldoko, menirukan pengakuan Jokowi netral pada Pemilu 2024, di kantor KSP, Jakarta, Kamis, 9 November 2023.

Baca Juga: Jokowi Bisa Dimakzulkan Usai Nyatakan Presiden Boleh Kampanye

1. Jokowi kerap meminta ASN netral pada Pemilu 2024

Presiden Jokowi di pembukaan Rakernas LDII (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Selain itu, dalam berbagai kesempatan, Jokowi juga meminta aparatur sipil negara (ASN) hingga penjabat kepala daerah netral pada pemilu. Bahkan, Jokowi mengancam mencopot jabatan apabila ada yang main mata.

"Saya evaluasi harian itu hati-hati lho, begitu. Bapak, ibu semuanya miring-miring saya ganti setiap hari bisa. Itu hak prerogatif yang saya miliki. Itu tadi yang saya sampaikan, tolong, saya gak minta banyak-banyak, tolong diikuti," ujar Jokowi, dalam acara Pengarahan Presiden Kepada Para Penjabat Kepala Daerah se-Indonesia Tahun 2023, Senin, 30 Oktober 2023.

Baca Juga: Jokowi Pamer Power saat Dikelilingi TNI Sebut Boleh Kampanye 

2. Jokowi blak-blakan boleh kampanye

Kompas.com

Terbaru, Jokowi mengatakan seorang presiden boleh melakukan kampanye politik, dengan catatan mengikuti aturan yang ada. Sebab, menurutnya, hal itu tidak dilarang dalam aturan perundang-undangan.

"Semua itu pegangannya aturan kalau aturan boleh silakan, kalau aturan tidak boleh, tidak, sudah jelas itu, jangan presiden tidak boleh (berkampanye), boleh berkampanye, boleh. Tapi kan dilakukan atau tidak dilakukan terserah individu masing-masing," ujar Jokowi di Pangkalan Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu, 24 Januari 2024.

Bahkan, Jokowi mengatakan, selain presiden, menteri atau pejabat publik lainnya juga bisa berkampanye asalkan tidak menggunakan fasilitas negara dan mengambil cuti.

"Ya boleh saja saya kampanye, tapi yang penting tidak gunakan fasilitas negara," kata dia.

3. Jokowi bisa dimakzulkan

Pakar Hukum Tata Negara (HTN) Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera. (Tangkapan layar YouTube IDN Times)

Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, mengatakan Presiden Jokowi tidak seharusnya menyatakan boleh berkampanye. Menurutnya, Jokowi seharusnya berkampanye dalam hati saja.

"Jokowi tidak bisa bilang, dia berhak berkampanye. Dia berhak berpolitik, iya, silakan, tetapi ya dalam hati saja. Bukan dengan segala macam gestur-gestur," kata Bivitri dalam diskusi bertema Pemilu Curang Menyoal Netralitas Presiden hingga Laporan Kemhan ke Bawaslu, yang disiarkan di kanal YouTube PBH_Nasional, Kamis (25/1/2024).

Menurut Bivitri, dengan pernyataan Jokowi itu, seorang presiden bisa dimakzulkan. Dia kemudian memberikan penjelasan mengenai aturannya.

"Bahkan tindakan nyata yang dia lakukan, yang sebenarnya diatur secara jelas, teman-teman bisa lihat Pasal 282, 283 bahwa pejabat negara itu tidak boleh melakukan tindakan, kegiatan, dan sebagainya yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta, selama kampanye. Jadi sudah melanggar belum? Sudah," kata Bivitri.

"Apakah itu bisa dorong sampai pemakzulan, menurut saya sih bisa. Cuma bolanya dalam ruang politik formal itu bukan di tangan kita, tetapi di tangan DPR," ucap Bivitri, menegaskan.

4. Jokowi dinilai tidak pantas presiden boleh saat berada di Markas TNI

Presiden Jokowi hadir dalam acara penyerahan pesawat kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. (dok. Sekretariat Presiden)

Pada kesempatan sama, Pengamat Militer dan Intelijen, Connie Rahakundini Bakrie, menilai Jokowi telah melakukan kejahatan politik. Sebab, pernyataan Jokowi itu disampaikan di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu, 24 Januari 2024.

Tak hanya berada di markas TNI, saat menyatakan presiden boleh kampanye, di belakang Jokowi juga berdiri Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak, Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Fadjar Prasetyo, Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Muhammad Ali.

"Ini yang saya bilang gawat. Gambar kemarin membuat saya merasa presiden sudah tidak mau cuti, tidak mau mundur tapi malah melakukan kejahatan politik. Ini kejahatan terbesar politik. Apa kejahatan terbesar di politik itu? High treason. Dia mengkhianati negara dan sistem demokrasi karena fungsi dia sudah campuradukan sendiri antara posisi sebagai kepala negara, kepala pemerintahan dan kepala rumah tangga," ujarnya.

Eks politikus Partai NasDem itu mengatakan, bila Jokowi bersikeras ingin berkampanye, seharusnya cuti atau mundur. Sebab, jabatan presiden akan memunculkan konflik kepentingan bila Jokowi ikut berkampanye.

"Jika Presiden bersikeras maka menurut saya presiden wajib mengundurkan diri. Ini bukti dia tidak bisa pisahkan antara menjadi Kepala Negara atau Kepala Pemerintahan? Dua fungsi dalam satu individu hanya bisa dipisahkan dengan paham etika," ucap dia.

Lebih lanjut, Connie menilai, Jokowi berbicara dengan di belakangnya elite TNI bertujuan untuk menunjukkan kekuatan. Menurutnya, itu sudah didesain.

"Itu nggak mungkin nggak sengaja, by design. Saat marah apa kamu pernah ngomong sama perwira di belakang sana mereka boleh dijadikan pajangan seperti itu yang seolah menyatakan kepada rakyat bahwa TNI di belakang saya. Itu kan bahasa komunikasi," kata dia.

5. Jokowi disebut lakukan pembangkangan dan legitimasi kecurangan pemilu

Presiden Jokowi meninjau IJD bersama Menteri PUPR di sepanjang route Sragen (Gemolong) - Grobogan - Blora (dok. Sekretariat Presiden)

Kecaman juga disampaikan Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis yang mengkritisi pernyataan Presiden Jokowi soal hal ini. Perwakilan Koalisi Masyarakat sekaligus Direktur Imparsial, Gufron Mabruri menilai, dukungan presiden tanpa cuti atau mundur sebagai pembangkangan terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Sikap kepala negara itu juga dinilai melegitimasi kecurangan pemilu oleh pejabat dan aparatur negara yang lebih luas. Pernyataan tersebut dianggap menimbulkan berbagai sorotan luas di masyarakat, mengingat pernyataan tersebut dikeluarkan oleh presiden di tengah dugaan banyaknya ketidaknetralan dan praktik kecurangan yang melibatkan aparatur negara pada penyelenggaraan Pemilu 2024.

Koalisi Masyarakat Sipil memandang, pernyataan Presiden Jokowi yang membolehkan pejabat publik sekaligus politik mulai dari presiden hingga para menteri merupakan hal yang berbahaya karena dapat mendorong semakin meluasnya praktik kecurangan dalam pemilu.

"Penting dicatat, dalam kontestasi Pemilu 2024 jelas sekali terlihat keberpihakan Presiden dan alat-alat negara terhadap salah satu calon sejak awal, mulai dari bagi-bagi posisi menteri, keterlibatan para menteri dalam mendukung capres-cawapres yang merupakan menteri aktif dan putra presiden-yang maju ke kursi pemilu lewat putusan pamannya yang merupakan adik ipar presiden," kata Gufron dalam keterangan, Kamis (25/1/2024).

Selain itu, kata Gufron, keterlibatan lembaga negara untuk mempromosikan paslon tertentu ini semakin terang-benderang yaitu adanya pengerahan aparat pertahanan dan keamanan dalam kegiatan pemilu untuk memasang baliho pasangan calon dukungan presiden, mencabut baliho pasangan capres-cawapres lainnya, dan puncaknya di media sosial Kementerian Pertahanan pada 21 Januari 2024 mencuit di X dengan tagar #PrabowoGibran.

Menurut dia, Jokowi seharusnya menghentikan permainan politik yang memanfaatkan alat negara dan memastikan netralitasnya dalam kontestasi Pemilu 2024. Semua yang terlibat dalam pencalonan dan tim pendukung seharusnya mundur dari jabatannya karena rawan disalahgunakan untuk kepentingan politik elektoral.

Pihaknya menyayangkan, alih-alih melakukan koreksi dan memberi sanksi yang keras dan tegas kepada pejabat yang diduga menyalahgunakan kekuasaannya untuk melakukan kecurangan pemilu, Jokowi justru mengambil sikap politik yang mendorong berbagai praktik kecurangan akan semakin terbuka dan bahkan mendapat legitimasi.

Koalisi Masyarakat Sipil menilai, pernyataan presiden akan semakin membuka ruang penyalahgunaan fasilitas negara untuk kepentingan politik pemenangan kandidat tertentu dalam Pemilu 2024. Penggunaan fasilitas negara untuk tujuan kepentingan politik jelas menyalahi prinsip pemilu yang seharusnya dijalankan secara jujur, adil, bebas dan demokratis.

"Karena itu, setiap pejabat dan aparat negara tidak bisa dan tidak boleh menggunakan dan memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan politik elektoral menjelang Pemilu, sebagaimana telah dinyatakan secara tegas pada Pasal 281 ayat (1) UU No. 7/2017," ungkap dia.

Gufron lantas mengingatkan pentingnya bagi semua pihak, terutama dalam hal ini presiden, untuk memastikan penyelenggaraan Pemilu 2024 berjalan demokratis dan mengedepankan prinsip jujur, adil dan bebas.

Hal ini sesungguhnya hanya dapat diwujudkan jika semua pihak, khususnya aparatur negara berupaya mencegah dan meminimalisir setiap potensi ketidaknetralan dan kecurangan Pemilu, termasuk melalui penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan pemenangan kandidat dalam Pemilu 2024.

"Dalam konteks ini, termasuk menjadi penting bagi pejabat negara yang mencalonkan diri sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden dan menjadi tim pemenangan untuk mengundurkan diri dari jabatannya agar tidak terjadi konflik kepentingan," jelasnya.

Karena itu, Koalisi Masyarakat Sipil menyampaikan beberapa pernyataan sikap. Pertama, presiden segera melakukan cuti dan memberikan kewenangan kepada wapres untuk menjalankan aktivitas presiden. Akan jauh lebih baik lagi jika presiden sadar diri untuk mundur dari jabatan presiden dan membuat dirinya bebas dalam berpolitik pemenangan Pemilu. Jika presiden tidak segera mengajukan cuti atau mundur sejak pernyataanya, maka potensi kecurangan pemilu akan tinggi dan besar terjadi.

"Kedua, meminta semua pejabat publik yang mencalonkan diri dan menjadi tim pemenangan dalam Pemilu untuk mundur dari jabatannya untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan fasilitas negara," tegasnya.

Ketiga, mencopot pejabat negara atau menteri yang diduga kuat menyalahgunakan kekuasaan dan fasilitas jabatannya untuk kepentingan politik elektoral.

"Keempat, Bawaslu sebagai lembaga pengawas pemilu untuk berani mengambil langkah tegas dalam menindak setiap pejabat negara yang melakukan penyalahgunaan kekuasaan dan fasilitas untuk kepentingan pemilu," imbuh Gufron.

6. TKN sebut ada narasi menyesatkan, karena secara prinsip dan etik tidak ada yang salah

Konferensi pers TKN Prabowo-Gibran soal pernyataan Presiden Jokowi bahwa presiden boleh memihak paslon tertentu di 2024, Media Center TKN, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan (24/1/2024). (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Menanggapi soal kontroversi ucapan Presiden Jokowi soal kampanye, Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran, Meutya Hafid, mengklaim Jokowi saat ini masih netral. Meutya sendiri menghadari acara saat Jokowi mengatakan hal tersebut di Pangkalan Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Rabu (24/1/2024).

Dalam kesempatan itu, Jokowi tak menjawab secara rinci saat ditanya awak media soal arah dukungan di Pemilu 2024. Dengan demikian, TKN Prabowo-Gibran meyakini Jokowi dalam statusnya sebagai Presiden masih netral.

"Ada konteks yang kedua, di mana awak media bertanya apakah Presiden kemudian akan menggunakan hak tersebut untuk menyatakan dukungan kepada paslon nomor dua? Beliau (Jokowi) cuma menyatakan bahwa kita lihat nanti, jadi artinya beliau juga tidak menutup kemungkinan, tapi beliau sampai saat ini juga berarti dengan jawaban beliau adalah masih netral," kata dia dalam konferensi pers di Media Center TKN, Rabu (24/1/2024).

Politikus Partai Golkar itu menjelaskan, dalam pernyataan Jokowi itu, awak media menggelar wawancara mempertanyakan tentang apakah boleh menteri dan presiden boleh ikut berkampanye.

Meutya mengatakan, Jokowi mengungkapkan semua pejabat publik atau pejabat politik memiliki hak yang sama dan diatur oleh undang-undang. Dengan begitu, tidak hanya menteri, tetapi presiden pun memiliki hak.

"Sehingga artinya pernyataan beliau tidak hanya untuk menjawab atau mengatakan bahwa Presiden punya hak untuk berkampanye, tapi menjawab bahwa semua orang juga menteri dan juga Presiden memiliki hak untuk kemudian ikut berkampanye selama tidak menggunakan fasilitas negara," tutur Meutya.

Meutya lantas menyayangkan pemberitaan awak media yang seolah menarasikan bahwa Presiden Jokowi mendeklarasikan dukungan. "Jadi itu satu yang menurut kami kok kemudian beritanya seolah hanya mohon maaf seperti kayak deklarasi dukungan oleh presiden, sesungguhnya tidak demikian," jelasnya.

Sementara, Wakil Ketua TKN, Habiburokhman, menyebut belakangan beredar narasi seolah Jokowi melakukan perbuatan tercela, karena terkesan mendukung Prabowo dalam Pemilu 2024.

Menurutnya, narasi tersebut sesat karena secara prinsip dan etik tidak ada yang salah, juga tidak ada ketentuan hukum yang dilanggar apabila Jokowi mendukung salah satu calon dalam Pilpres. Pasal 23 Ayat 1 UU Nomor 39 Tahun 1999 mengatur, setiap orang berhak memilih dan mempunyai keyakinan politik.

"Narasi sesat dibangun berdasarkan logika yang sesat bahwa jika Presiden tidak boleh berpihak karena bisa menggunakan kekuasan untuk menguntungkan pihak yang didukung. Logika tersebut runtuh sejak awal karena Pasal 7 konstitusi kitab bahkan mengatur seorang Presiden bisa maju kedua kalinya dan tetap menjabat sebagai Presiden incumbent," tutur dia.

Politikus Partai Gerindra itu meyakini, poin dalam aturan konstitusi yang berlaku, Presiden boleh mendukung salah satu calon atau bahkan boleh maju kedua kalinya saat berstatus Presiden. Namun yang penting jangan menggunakan kekuasaan untuk menguntungkan dirinya.

"Praktik yang sama juga dilakukan di Amerika Serikat, seorang Presiden incumbent boleh mendukung dan bahkan berkampanye untuk salah satu calon Presiden periode berikutnya. Tahun 2008, Presiden George W Bush mendukung John McCain melawan Barrack Obama, tahun 2016 giliran Obama mendukung Hillary Clinton yang bertarung melawan Donald Trump," ucap dia.

Habiburokhman menegaskan, Indonesia sudah punya aturan yang ketat untuk mencegah Presiden menggunakan kekuasaan untuk menguntungkan dirinya atau calon yang dia dukung.

Ketentuan tersebut adalah Pasal 306 UU Nomor 7 tahun 2017 yang secara umum mengatur pemerintah tidak boleh membuat kebijakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.

Kemudian, dalam Pasal 547 UU Pemilu mengatur setiap pejabat negara yang membuat kebijakan yang merugikan atau menguntungkan salah satu pasangan calon diancam dengan pidana penjara paling lama 3 tahun.

"Untuk menegakkan aturan tersebut kita punya penyelenggara pemilu di bidang pengawasan yakni Bawaslu untuk mengawasi kinerja Bawaslu kita punya Dewan Kehoratan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Intinya kita tidak perlu khawatir apabila presiden menggunakan haknya untuk mendukung salah satu paslon karena ada aturan berlapis yang jelas dan ada lembaga penegak hukum yang jelas untuk memastikan tidak terjadinya penyalahgunaan kekuasaan," imbuhnya.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya