TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Upaya Bangun Desa Perempuan dan Anak Butuh Kerja Sama Berbagai Pihak

DRPPA juga jadi upaya hapus kekerasan perempuan dan anak

Pembahasan Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) oleh KemenPPPA (dok. KemenPPPA)

Jakarta, IDN Times - Proses pengembangan desa menjadi Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) perlu melibatkan seluruh pihak, termasuk tokoh perempuan sebagai penggerak dan penerima manfaat pembangunan.

Guna mengoptimalkan pembangunan tersebut, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, menyelenggarakan Sharing Session Praktik Baik Pelaksanaan DRPPA di Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Inisiasi DRPPA muncul pada 2021. Bintang mengungkap, kala itu pihaknya melihat regulasi dan kebijakan negara sudah mengamanatkan hak yang setara bagi perempuan dan laki-laki.

"Meski begitu, jika melihat Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Gender (IPG), dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) masih menunjukkan ketimpangan. Oleh karenanya, KemenPPPA menginisiasi DRPPA karena dalam satu desa dapat mendorong berbagai program dan kebijakan untuk mendukung perempuan dan anak,” kata Bintang dalam kerangannya, dilansir Jumat (20/10/2023).

Baca Juga: Menteri PPPA: Perempuan di Lapas Perlu Pelatihan, Jadi Bekal Usai Bebas

1. Saat daerah menginisiasi DRPPA pempimpinnya harus perempuan

Pembahasan Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) oleh KemenPPPA (dok. KemenPPPA)

DRPPA didefinisikan sebagai desa yang mengintegrasikan perspektif gender dan hak anak ke dalam tata kelola penyelenggaraan pemerintahan desa, pembangunan desa, serta pembinaan dan pemberdayaan masyarakat desa, yang dilakukan secara terencana, menyeluruh, dan berkelanjutan.

Dalam mengembangkan desa menuju DRPPA, perlu melibatkan seluruh pihak yang ada di desa, mulai dari Pemerintah Desa, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, organisasi relawan, kader-kader, hingga perempuan dan anak itu sendiri.

“Ketika sebuah daerah menginisiasi DRPPA yang menjadi salah satu kriterianya adalah apakah pimpinan di daerahnya tersebut seorang perempuan. Karena kita ingin melihat sejauh mana perempuan dapat memimpin dan memberikan manfaat bagi masyarakat," kata Menteri PPPA.

2. Jadi upaya akhiri perkawinan anak

Ilustrasi - Sejumlah siswi menunjukkan poster kampanye Gerakan Stop Perkawinan Anak. Indonesia menjadi negara dengan tingkat perkawinan anak tertinggi ke-7 di dunia. (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)

KemenPPPA merasa ada berbagai praktik baik telah berhasil diupayakan dan memberikan dampak yang signifikan bagi kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan, dan perlindungan anak.

Beberapa praktik baik disampaikan oleh berbagai perwakilan tokoh perempuan di daerah berkaitan dengan pemberdayaan kepemimpinan perempuan, perlindungan dari kekerasan, hingga pencegahan perkawinan anak.

Edukator Sekolah Perempuan Desa Lenek Kalibambang, Lombok Timur, Kurniati menyampaikan salah satu capaian pelaksanaan DRPPA di desanya, yaitu mengakhiri perkawinan anak.

“Perkawinan anak di desa kami jumlahnya sudah nol, tidak ada lagi yang menikah di usia anak. Selain itu, sudah banyak organisasi perempuan di desa kami, diantaranya Kelompok Wanita Tani, Tim Penggerak Kesejahteraan Keluarga, dan Sekolah Perempuan yang anggarannya sudah dijamin oleh kepala desa sampai tahun depan,” kata Kurniati.

Baca Juga: Menteri PPPA: Masyarakat Mulai Sadar KDRT tetapi Angkanya Masih Tinggi

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya