TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Polemik RUU Pilkada, Jaringan Gusdurian: Ini Bentuk Korupsi Konstitusi

RUU Pilkada berisiko menciptakan krisis hukum

Ratusan Brimob bersenjata gas air mata bersiaga di Gedung DPR jelang pengesahan RUU Pilkada pada Kamis (22/8/2024). (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Intinya Sih...

  • Jaringan Gusdurian mengecam RUU Pilkada yang diusulkan DPR, karena mengabaikan putusan MK tentang batas usia minimal calon kepala daerah dan syarat dukungan parpol.
  • DPR mengusulkan partai politik harus memiliki 20 persen kursi atau 25 persen suara di DPRD untuk mencalonkan kepala daerah, melanggar putusan MK.
  • Jaringan Gusdurian menyatakan, keputusan DPR tersebut bentuk korupsi konstitusi dan berpotensi menciptakan krisis hukum di masa depan.

Jakarta, IDN Times - Jaringan Gusdurian mengecam polemik Revisi Undang-Undang (RUU) Pilkada yang dipertontonkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). DPR menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang syarat pencalonan kepala daerah.

Jaringan Gusdurian menilai DPR mengabaikan dua poin penting dari putusan MK dalam Revisi UU Pilkada, yakni batas usia minimal calon kepala daerah dan syarat dukungan parpol untuk mengusung calon kepala daerah.

Dalam draf RUU Pilkada, DPR mengusulkan partai politik harus memiliki 20 persen kursi atau 25 persen suara di DPRD untuk mencalonkan kepala daerah. Putusan MK Nomor 60 Tahun 2024 tentang syarat minimal partai politik memiliki 7,5 persen suara untuk mencalonkan kepala daerah hanya berlaku buat partai nonparlemen.

Selain itu, DPR sepakat menambahkan frasa baru dalam syarat batas usia minimal calon kepala daerah. Calon kepala daerah harus berusia minimal 30 tahun untuk maju sebagai gubernur dan wakil gubernur serta berusia minimal 25 tahun buat wali kota dan wakil wali kota. DPR kemudian menambahkan frasa, usia itu terhitung sejak pelantikan kepala daerah terpilih.

Terkait batas usia minimal calon kepala daerah, Badan Legislasi DPR merujuk pada putusan Mahkamah Agung. Mereka mengabaikan Putusan MK Nomor 70 yang memutuskan usia calon kepala daerah dihitung sejak penetapan pendaftaran.

Jaringan Gusdurian menilai, keputusan DPR ini berisiko menuai masalah pada Pilkada 2024, seperti banyaknya kotak kosong akibat persekongkolan politik. Hal ini dikhawatirkan membuat pilkada jadi arena permainan elite politik, bukan kepentingan rakyat.

Sedangkan aturan batas usia calon kepala daerah diduga memberikan karpet merah buat putra bungsu Presiden Joko "Jokowi" Widodo, Kaesang Pangarep, yang berusia 30 tahun pada Desember 2024.

"Jika keputusan MK yang dijalankan, maka Kaesang tidak bisa mendaftar karena pada saat pendaftaran usianya masih 29 tahun. Sementara revisi UU Pilkada yang merujuk keputusan MA memungkinkan Kaesang mendaftar karena jika terpilih pada Pilkada mendatang, ia akan ditetapkan pada usia 30 tahun," tulis Jaringan Gusdruian lewat pernyataan tertulis, Kamis (22/8/2024).

Jaringan Gusdurian mengecam upaya DPR tersebut. Mereka menilai tindakan itu bentuk korupsi konstitusi dan berpotensi menciptakan krisis hukum.

"Hal tersebut merupakan bentuk korupsi pada tatanan konstitusi yang berpotensi menciptakan krisis hukum di masa depan. Dalam sistem konstitusi negara Indonesia," tulis Jaringan Gusdurian.

Jaringan Gusdurian menyatakan, Keputusan MK seharusnya final dan mengikat, sesuai dengan Pasal 24C UUD 1945, dan semua pihak wajib mematuhinya. Gusdurian menegaskan, tak menaati putusan MK merupakan bentuk pembangkangan terhadap konstitusi.

Baca Juga: Rekayasa Lalu Lintas Demo di DPR Sifatnya Situasional

Baca Juga: Dewan Guru Besar UI Desak RUU Pilkada Disetop: Khianati Konstitusi!

Baca Juga: Dasco Pimpin Rapat Paripurna Pengesahan RUU Pilkada

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya