TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pilu Ibu Lahiran di Gaza: Antre Kamar Bersalin, 2 Jam Balik ke Tenda

Dua jam setelah melahirkan mereka harus kembali ke tenda

Dokumentasi Ita Muswita, relawan bidan MER-C saat bertugas di Gaza (dok. Pribadi/Ita Muswita)

Intinya Sih...

  • Ita Muswita, bidan MER-C, berbagi pengalamannya bertugas di RS Al-Emirati Gaza selama 74 hari.
  • Rumah sakit rujukan persalinan di Gaza mengalami kelebihan pasien dengan fasilitas terbatas.
  • Ibu-ibu di Gaza harus melahirkan di tengah konflik tanpa didampingi keluarga dan tenaga kesehatan yang bekerja 24 jam.

Jakarta, IDN Times - Ita Muswita, seorang bidan, mengisahkan pengalamannya selama 74 hari bertugas sebagai relawan Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) di Gaza, Palestina.

Selama lebih dari dua bulan, Ita bersama sejumlah relawan lainnya memberikan bantuan medis kepada warga yang terdampak konflik berkepanjangan. Dia sendiri bertugas di Rumah Sakit (RS) Al-Emirati yang jadi rumah sakit rujukan terbesar persalinan, karena di Gaza tengah dan utara sudah ditutup. Dia mengatakan, rumah sakit itu jadi saksi jerit puluhan bayi yang lahir di tengah konflik setiap harinya.

"Karena itu rumah sakit bersalin, dua minggu pertama saya di kamar bedah, asistensi operasi-operasi kebidanan, seksio. Kemudian setelah minggu ketiga saya mulai di kamar bersalin, yang masyaallah, overload, bisa dibayangkan tuh orang se-Gaza, pada saat itu lahirannya di situ semua. Sehari itu kurang lebih 50-65 persalinan normal di situ," kata Ita saat menceritakan pengalamannya dalam program Real Talk with Uni Lubis by IDN Times, dikutip Selasa (16/7/2024).

Baca Juga: Ita Muswita, Bidan Indonesia di Jalur Gaza yang Kisahnya Buat Terenyuh

1. Dua jam setelah melahirkan kembali ke tenda

Dokumentasi Ita Muswita, relawan bidan MER-C saat bertugas di Gaza (dok. Pribadi/Ita Muswita)

Dia menceritakan, ada lima kamar persalinan dan delapan tempat rawat di rumah sakit tersebut. Ibu-ibu dengan persalinan normal hanya diberi waktu dua jam sebelum harus kembali ke tenda karena antrean yang panjang. Bahkan untuk masuk ruang persalinan, para ibu ini harus menunggu pembukaan kelima.

"Pasien sebelum pembukaan lima, kalau nggak ada pecah ketuban, tunggu jalan melakukan itu di luar kamar persalinan. Kalau dia sudah nggak mampu, baru masuk ke kamar persalinan," kata dia.

2. Suami tak boleh mendampingi

Dokumentasi Ita Muswita, relawan bidan MER-C saat bertugas di Gaza (dok. Pribadi/Ita Muswita)

Ita menceritakan, betapa sulitnya situasi bagi ibu-ibu di Gaza harus melahirkan di situasi perang, dan terbatasnya fasilitas bersalin bagi mereka. Bahkan para ibu ini hanya didampingi tenaga kesehatan. Rasa percaya mereka curahkan pada para tenaga kesehatan selama berada di rumah sakit.

"Ketika mereka datang ke persalinan, samalah semua. Ibu-ibu sedunia pasti kesakitan datang. Cuma yang pertama saya lihat, tenaga kesehatan lokal dulu. Dalam menerima ibu-ibu, mereka penuh apa ya, karena sama-sama susah kali ya. Dan di sana itu dalam melahirkan suami nggak boleh mendampingi. Jadi kami tenaga kesehatan, sekaligus keluarga dia juga, menjadi keluarga dia, menjadi penolong," ungkap Ita.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya