TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Menteri PPPA: Masyarakat Mulai Sadar KDRT tetapi Angkanya Masih Tinggi

Apalagi saat ini masih ada UU PKDRT

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga lakukan kampanye anti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di CFD Jakarta, Minggu (15/10/2023). (dok. Humas KemenPPPA)

Jakarta, IDN Times - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga mengatakan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) sudah menjadi dasar hukum untuk memberikan perlindungan terhadap korban KDRT. Undang-undang itu juga bisa jadi landasan memberikan sanksi bagi para pelaku.

Bintang mengeklaim sudah ada peningkatan kesadaran masyarakat soal pentingnya mengakhiri kekerasan dalam rumah tangga. Namun, angka kekerasan dalam rumah tangga masih tinggi.

"Kita telah melihat perubahan yang signifikan dalam cara kita memandang dan menangani masalah ini. Kita telah menyaksikan peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya mengakhiri kekerasan dalam rumah tangga, serta menghapus stigma yang sering melingkupi korban. Selain itu, layanan pendukung dan perlindungan telah berkembang pesat untuk membantu korban kekerasan, termasuk pusat-pusat perlindungan dan jalur darurat. Pekerjaan kita belum selesai karena angka kekerasan dalam rumah tangga masih tinggi,” kata Bintang dalam Kampanye Penghapusan KDRT bertemakan “Gema Kolaboratif Multistakeholder Menghapuskan KDRT” di Jakarta, Minggu (15/10/2023).

Baca Juga: Komnas Perempuan Soroti Layanan Kesehatan Mental Korban KDRT

Baca Juga: KDRT Bisa Terjadi karena Berbagai Faktor, Bukan Cuma Ekonomi

1. Banyak kasus KDRT pelakunya adalah suami

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga lakukan kampanye anti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di CFD Jakarta, Minggu (15/10/2023). (dok. Humas KemenPPPA)

Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) dari Januari-Desember 2022, kekerasan terhadap perempuan paling banyak terjadi di rumah tangga (KDRT). Ada 73,1 persen atau 8.432 kasus dengan pelakunya sebagian besar adalah suami 56,3 persen.

“Kampanye yang kita laksanakan hari ini adalah upaya terus-menerus dalam mendorong komitmen seluruh pihak untuk melakukan aksi-aksi nyata dalam upaya menghapuskan KDRT dan bentuk-bentuk kekerasan lainnya kepada perempuan dan anak. Sejak tahun 2021 yang lalu, kami terus menyuarakan pentingnya para korban kekerasan untuk berani bersuara melalui kampanye Dare to Speak Up,” kata Bintang.

Baca Juga: KDRT Bisa Terjadi karena Berbagai Faktor, Bukan Cuma Ekonomi

2. Ruang domestik bukan jadi tempat aman bagi perempuan

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga lakukan kampanye anti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di CFD Jakarta, Minggu (15/10/2023). (dok. Humas KemenPPPA)

Sementara Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani menyampaikan, ruang domestik kerap menjadi tempat yang tidak aman bagi perempuan.

Dari data pelaporan lembaga layanan dari seluruh Indonesia kepada Komnas Perempuan, kasus KDRT mencapai 60-70 persen dalam periode 20 tahun terakhir.

“Tingginya angka KDRT sangat disayangkan karena selama ini rumah dianggap sebagai tempat yang paling aman bagi perempuan. Bahkan ketika korban yang sebagian besar perempuan melaporkan kasus kekerasan yang dialaminya mereka sering kali diminta berdamai untuk menutupi aib. Kalau kondisi seperti ini dibiarkan kekerasan itu akan terus berulang, artinya kita membiarkan hidup seseorang dalam penyiksaan. Maka dari itu, mari kita sama-sama mengedukasikan pentingnya UU PKDRT untuk melindungi korban,” kata Andy.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya