TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Menelisik Masalah Partisipasi Perempuan, Ruang Politik Didominasi Pria

Cenderung hanya jadi pelengkap atau ornamen politik

Siswa dan wali murid berkonsultasi dengan petugas pusat layanan informasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di SMA 7 Solo, Jawa Tengah, Selasa (2/7/2019). ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha

Jakarta, IDN Times - Perempuan kerap menemui persoalan saat terlibat dalam ruang politik. Berbagai pemojokan pada perempuan dan minimnya partisipasi membuat perempuan kadang dianggap sebelah mata sehingga tak banyak ambil bagian dalam berbagai kebijakan, termasuk tentang isu perempuan itu sendiri.

Dosen Ilmu Filsafat, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (UI), Ikhaputri Widiantini, mengatakan, ruang politik masih kental dengan dominasi laki-laki.

“Karena kami menemukan, ruang politik ini masih kental didominasi laki-laki sehingga ada upaya afirmatif melalui kebijakan-kebijakan, terutama untuk partisipasi perempuan, tetapi perempuan belum benar-benar diberikan kesempatan dalam pengambilan keputusan,” kata dia dalam agenda diskusi Jurnal Perempuan bertajuk “Partisipasi Politik Perempuan dan Kelompok Muda dalam Demokrasi Indonesia,” Selasa (12/9/2023).

Baca Juga: UN Women: 340 Juta Perempuan Bakal Hidup Miskin pada 2030 

Baca Juga: Kawin Tangkap Kerap Diklaim Tradisi Budaya, Perempuan Jadi Korban

1. Perempuan cenderung jadi pelengkap atau ornamen politik

Ilustrasi bendera partai politik. (ANTARA FOTO/Ampelsa)

Ikhaputri juga berpendapat, perempuan cenderung menjadi pelengkap atau ornamen dalam agenda politik. Hal itu karena ada beberapa kasus perempuan yang kerap didorong jadi calon legislatif, tetapi tidak tahu harus melakukan apa.

“Hanya kepentingan partainya untuk memenuhi minimal partisipasi tadi (kuota). Padahal dalam tindakan-tindakan afirmatif ini, perempuan sekaligus belajar,” kata dia.

Selain itu, masih ada peminggiran perempuan di ruang privat yang menyulitkan perempuan masuk ke ruang politik.

Baca Juga: Viral Kawin Tangkap NTT, Komnas Perempuan: Melanggar UU TPKS!

2. Jadi perempuan adalah masalah bagi perempuan

Ilustrasi millennial dan Gen Z/Dok. IDN Times

Sementara itu, Dosen Hubungan Internasional, FISIP, Universitas Indonesia, Ani Widyani Soetjipto, mengatakan, perempuan muda dari berbagai partai menghadapi berbagai tantangan saat bertarung di dunia politik.

“Gak mudah untuk perempuan muda itu masuk di partai politik. Menjadi perempuan itu sudah jadi satu problem, menjadi perempuan dan muda lapisannya itu lebih berat lagi,” katanya.

Ani mengatakan, hal tersebut merupakan penelitian yang dilakukannya dengan melihat kondisi perempuan di arena politik dari lensa gender. Dia mengatakan, perempuan juga menghadapi seksisme sehingga ada perbedaan antara anggota perempuan dan laki-laki di partai. 

Biaya politik tinggi juga dinilainya merugikan perempuan muda yang tak punya privillege ekonomi. Belum lagi menghadapi senioritas dari sesama perempuan.  

Menurut dia, tak jarang perempuan direkrut hanya untuk publikasi partai. Contohnya seperti memanfaatkan kepopulerannya sebagai artis dan memanfaatkan perempuan secara ekonomi ekonomi serta legitimasinya.

Baca Juga: Fahri Hamzah Usul Seluruh Parpol di Kabinet Gabung Dukung Prabowo

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya